Nama gue Niam, seorang anak SMA kelas 11 yang hobi baca buku sejarah dan menulis puisi. Hidup gue engga bisa dibilang seru. Gue cenderung pendiam, lebih suka menyendiri, dan paling malas kalau harus berurusan dengan keramaian. Kalau orang bilang gue introvert, ya gue nggak bisa menyangkal. Pertemanan pun nggak banyak, bisa dihitung jari, dan itu pun jarang banget ngobrol panjang lebar.
Pada hari itu, seperti biasa, gue duduk di sudut kantin. Di tangan kiri ada buku sejarah yang sedang gue baca, sedangkan tangan kanan memegang jus jeruk yang baru saja gue beli di kantin. Lagi serius-seriusnya membaca, saat itu tiba-tiba ada suara cewek dari belakang.
"Maaf, ini jus gue, deh kyaknya."
Gue menoleh dan di hadapanku berdiri seorang cewek dengan wajah kebingungan. Dia menatap jus yang gue pegang.
"Oh, iya?" Gue merespon sambil mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi di depan kantin tadi. Jujur, gue nggak terlalu memperhatikan ketika gue ngambil jus. Gue cuma fokus pengen cepat duduk dan baca buku, jadi mungkin aja gue salah ambil. "Wah, kayaknya gue salah ambil jus lu, ya? Duh, maaf banget. Jus lu udah gue minum..." Seketika Niam ngomong sambil nyengir kaku, ngerasa malu banget.
"Iya, kayaknya jus gue deh, tapi nggak apa-apa kok. Gue juga salah tadi. Gue nitip dulu sama ibu kantin karena buru-buru ke toilet, jadinya mungkin lu nggak lihat pesenan gue udah di sana." Dia menjelaskan sambil sedikit menunduk, sepertinya juga agak malu.
"Duh mana gue bisa ngerasain pipi gue mulai panas. Gue kan tipe orang yang nggak biasa bikin kesalahan kayak gini, apalagi dengan orang yang nggak terlalu kenal. Anjir lah, ternyata gue salah ambil. Mana jusnya juga tinggal setengah, lagi, nggak tahu kenapa, gue malah makin panik." ucap Niam sambil ngedumel dalam hati. "Eh, sori-sori... beneran gue nggak sengaja. Kalau mau, gue bisa gantiin jus lu yang baru, serius!" Ucap Niam buru-buru sambil mau nyari dompet di saku.
Tapi Greysia buru-buru menggeleng sambil senyum. "Nggak usah, nggak apa-apa kok, santai aja," katanya sambil ketawa kecil. "Gue bisa beli lagi, lagian jusnya juga udah mau abis, kan?" Dia ngelihat jus itu yang cuma tersisa sedikit di dasar gelas.
Gue bisa ngeliat matanya yang cerah meskipun dia ngeledek gue dengan cara yang sopan. "Beneran nggak apa-apa? Gue beneran nggak enak nih," ucap Niam lagi sambil mencoba memastikan. "Gue nggak pengen dianggap nggak bertanggung jawab, apalagi setelah insiden konyol kayak gini."
"Nggak perlu, serius deh," dia meyakinkan sambil membuka dompet kecil yang ada di tangannya. "Lagian, gue lagi nggak terburu-buru juga kok. Malah lucu aja kejadian kayak gini."
Gue cuman bisa ketawa kecil, walau dalam hati gue masih ngerasa malu. "Iya, maaf banget ya, tadi gue nggak liat. Gue fokus baca buku ini," jawab Niam sambil nunjuk buku yang dari tadi ada di tangannya.
"Oh ya? Baca buku sejarah, ya?" tanya dia sambil ngelihat sampul bukunya. "Gue pernah liat lu di taman sekolah sering baca buku sendirian. Lu serius banget, deh."
Gue agak kaget, dia ternyata memperhatikan gue? Oooomagaaaa!!! "Eh, iya... gue suka baca. Lumayan buat ngisi waktu," jawab Niam singkat, karena Niam ngerasa canggung. "Duh ini cewek kenapa ga buru buru pergi aja ga sih? Gue kan nggak biasa diajak ngobrol lama sama orang lain, apalagi cewek." Ucap Niam dalam hati.
"Menarik juga. Jarang, lho, anak seumuran kita suka baca buku sejarah kayak lu," dia bilang sambil tersenyum lagi. "Oh iya, gue lupa ngenalin diri. Nama gue Greysia, by the way."
Greysia. Nama itu langsung bikin memori gue kebuka. Cewek yang satu sekolah sama gue, tapi beda kelas. Dia di 11B, sedangkan gue di 11A. Setahu gue, dia cukup terkenal, banyak yang suka sama dia. Cewek ini nggak cuma cantik, tapi juga pinter dan aktif di beberapa kegiatan sekolah. Dan ya, ternyata, gue nggak pernah benar-benar perhatiin dia sampai kejadian ini.
"Oh, gue Niam," jawab gue sambil mengangguk. "Gue dari 11A. Salam kenal"
Dia mengangguk pelan. "Oh, anak kelas sebelah ya? Pantesan kayaknya pernah liat lu. Tapi lu jarang banget keliatan ngumpul sama yang lain ya?"
"Ya... gitu deh. Gue emang lebih suka sendiri," jawab Niam jujur sambil mencoba tersenyum tipis. Nggak ada gunanya juga berbohong, apalagi setelah dia bilang sering ngelihat gue baca sendirian di taman.
Greysia cuma ketawa kecil. "Seru juga kali, ya, bisa santai baca buku di tengah-tengah sekolah yang ribut ini."
"Ya, lumayan," gue jawab sambil menggaruk kepala gue yang tiba-tiba gatal. Sebenarnya, obrolan ini bikin gue ngerasa nyaman, meskipun biasanya gue nggak terlalu suka ngobrol sama orang yang gue nggak kenal dekat. Greysia berbeda. Dia bisa bikin percakapan sederhana jadi ringan dan hangat.
"By the way, gue harus balik nih. Gue harus ketemu temen-temen buat ngerjain tugas bareng. Tapi seneng bisa kenal lu, Niam." Greysia mengakhiri percakapan dengan senyuman ramah sambil melambaikan tangan kecilnya.
"Oh... iya, sama-sama," jawab gue, agak terpaku sambil ngelihat dia pergi.
Ketika dia menjauh, ada sesuatu yang ganjil mengusik pikiran gue. Bukan tentang jusnya yang salah gue ambil atau obrolan singkat tadi, tapi tentang bagaimana cewek ini berhasil meninggalkan kesan yang berbeda. Gue nggak tahu persisnya apa, tapi jelas setelah pertemuan itu, gue nggak bisa berhenti mikirin Greysia.
Gue terbayang lagi senyum malu-malunya waktu dia nyadar kalau jusnya udah gue minum sisa setengah — dan parahnya, gue nggak sempat ganti rugi. Sebenernya kejadian itu sepele banget, hal kecil yang nggak layak buat diingat lama-lama. Tapi entah kenapa, justru kejadian kecil itulah yang bikin sosok Greysia terus-terusan nongol di kepala gue.
Gue mencoba balik ke rutinitas biasa — baca buku, nulis puisi, menghindari keramaian. Tapi sejak hari itu, bayangan Greysia seolah membuntuti gue ke mana pun. Anehnya lagi, gue mulai sering melihat dia di tempat-tempat yang biasanya nggak gue perhatiin. Saat gue duduk di sudut kantin, tanpa sadar mata gue mencari sosoknya. Ketika gue lagi di taman sekolah, dia tiba-tiba lewat sambil ketawa sama teman-temannya.
Seolah-olah dunia gue yang tadinya tenang dan penuh kesendirian, perlahan-lahan disusupi oleh sosok Greysia yang ceria dan penuh warna. Bukan cuma sekedar kebetulan, tapi setiap kali gue melihat dia, ada rasa yang nggak biasa. Gue ngerasa tertarik, tapi di saat yang sama gue juga takut — takut kalau perasaan ini bakal bikin gue terjebak di situasi yang nggak gue pahami.
Dan semakin lama, semakin gue sadar... ada sesuatu yang spesial dari Greysia. Tapi apa? Gue sendiri belum tahu. Mungkin itu senyumnya yang tulus, atau caranya yang nggak pernah bikin gue merasa canggung, bahkan di situasi yang bikin malu seperti salah ambil jus. Gue nggak pernah ngalamin yang kayak gini sebelumnya, tapi satu hal yang pasti: Greysia sudah mulai mengisi ruang dalam pikiran gue, dan gue nggak tahu gimana cara ngeluarin dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Terakhir untuk Greysia
RomanceSinopsis: Niam adalah seorang remaja introvert yang lebih suka tenggelam dalam buku sejarah dan puisi daripada bergaul dengan teman-teman sekolahnya. Hidupnya yang tenang dan penuh kesendirian berubah ketika secara tidak sengaja ia bertemu dengan Gr...