Hari itu, sepulang sekolah, Greysia menghampiri Niam yang sedang duduk di bangku taman, asyik membaca buku. Tanpa basa-basi, seperti biasa, Greysia duduk di sebelahnya.
"Niam!" sapanya riang. "Eh, lo main Instagram, nggak?"
Niam sedikit terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba, tapi dengan anggukan pelan, dia menjawab, "Iya, ada. Kenapa?"
"Add gue dong, gue mau follow lo!" Greysia mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya pada Niam. Tangannya yang hangat menyentuh jemari Niam sekilas, membuat perasaan aneh muncul di dada Niam.
"Ah, iya, bentar." Niam mengambil ponselnya, mengetik nama akun Greysia, dan mem-follownya. Dalam hitungan detik, notifikasi di ponsel Niam menunjukkan bahwa Greysia juga sudah mem-follow balik.
"Keren, nih," ujar Greysia sambil melihat-lihat akun Instagram Niam yang minimalis, penuh dengan foto-foto buku dan potret tempat-tempat sunyi seperti perpustakaan dan taman kota. "Lo benar-benar pecinta buku, ya. Gue nggak heran sama sekali."
Niam hanya tersenyum tipis, mencoba tetap tenang meski dalam hatinya ada gejolak yang tak biasa. "Yah, begitulah," jawabnya singkat.
Senyum Greysia semakin lebar, seolah membaca sesuatu dari ekspresi Niam. "Eh, ngomong-ngomong, lo ingat nggak soal nonton bioskop yang gue ajak kemarin? Gimana, lo bisa?"
Niam mengangguk. "Bisa, sih. Gue juga penasaran filmnya bagus atau nggak."
Dan dengan itu, rencana nonton bareng pun resmi terjadi. Gue nggak nyangka cewek ini bener-bener bikin gue keluar dari rutinitas membosankan gue. Setiap momen bersamanya selalu ada kejutan, dan kali ini, gue nggak sabar buat liat kejutan apa lagi yang bakal dia kasih.
Malam itu, gue nunggu di depan bioskop. Gue datang lebih awal, masih ragu-ragu soal gimana caranya menghadapi situasi kayak gini. Nonton bareng cewek, apalagi Greysia, rasanya... aneh. Apalagi buat orang kayak gue yang nggak biasa hang out di luar.
Tiba-tiba, sosok Greysia muncul dari kejauhan. Dia mengenakan kaos putih simpel dan jeans, tapi entah kenapa terlihat berbeda. Mungkin karena gue terlalu fokus memperhatikannya akhir-akhir ini.
"Nunggu lama, ya?" Greysia tersenyum lebar sambil melambaikan tangan.
"Baru aja nyampe," jawab gue cepat, walau sebenarnya udah ada sekitar 15 menit di situ.
Kami langsung masuk ke bioskop, beli tiket, dan nggak lupa beli popcorn. Film yang kita tonton malam itu adalah film action yang lagi hits. Bukan genre favorit gue, tapi anehnya, duduk di sebelah Greysia, gue merasa nyaman. Setiap kali adegan seru muncul di layar, Greysia teriak kecil atau ketawa lepas, sementara gue cuma tersenyum. Gue nggak peduli sama filmnya, yang gue peduliin adalah momen ini. Gue dan dia, nonton film bareng, tanpa gangguan.
Di tengah film, tanpa sadar, tangan kami bersentuhan saat mengambil popcorn dari wadah yang sama. Gue langsung menarik tangan gue cepat-cepat, dan merasa pipi gue memanas. Greysia cuma tersenyum kecil dan nggak berkata apa-apa, tapi senyuman itu... bikin gue makin deg-degan.
Setelah film selesai, kami keluar dari bioskop sambil ngobrol santai tentang adegan-adegan yang paling seru. Greysia masih penuh energi, ceria seperti biasa. Tapi gue malah masih berusaha mencerna apa yang baru aja terjadi.
"Niam, lapar nggak? Gue pengen makan es krim, nih," ujarnya tiba-tiba.
Gue mengangguk. "Boleh, gue juga nggak keberatan."
Kami berjalan ke kedai es krim yang ada di sebelah bioskop. Suasana malam yang cerah, ditambah kebersamaan dengan Greysia, membuat segalanya terasa lebih ringan. Setelah membeli es krim, kami duduk di bangku kecil di pinggir jalan, menikmati dinginnya es krim di malam yang hangat.
Sambil makan es krim, Greysia tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang mengejutkan gue. "Niam, kenapa sih lo selalu keliatan nggak pernah kepikiran buat punya banyak temen? Apa lo emang lebih suka sendiri?"
Pertanyaan itu bikin gue terdiam sejenak. Gue nggak nyangka Greysia bakal menanyakan hal seperti itu. Biasanya, orang nggak peduli sama kehidupan gue yang tertutup. Tapi dia... benar-benar pengen tau.
"Gue cuma ngerasa nyaman aja sendirian," jawab gue jujur. "Gue nggak terlalu suka keramaian. Bukan berarti gue nggak suka orang lain, tapi kadang gue butuh waktu sendiri buat mikir, atau buat baca."
Greysia mengangguk pelan, memperhatikan gue dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. "Berarti gue termasuk pengecualian, dong? Lo keliatan nyaman kalo gue deket-deket lo."
Gue hampir tersedak mendengar itu. "Bukan gitu maksud gue..."
Dia tertawa kecil. "Tenang, gue bercanda. Gue ngerti, kok. Gue juga kadang ngerasa pengen sendiri, tapi gue nggak bisa terlalu lama. Rasanya sepi kalo nggak ada yang diajak ngobrol."
Diam-diam, gue bersyukur karena Greysia bisa memahami gue. Meski kami sangat berbeda, ada sesuatu tentang dirinya yang bikin gue nggak merasa tertekan. Gue merasa nyaman dengan kehadirannya, meskipun gue sendiri nggak terlalu paham kenapa.
"Eh, abis ini mau kemana lagi?" Greysia mengalihkan perhatian.
Gue berpikir sejenak, lalu usul, "Gimana kalau kita ke toko buku? Ada toko buku bagus nggak jauh dari sini."
Matanya berbinar. "Wah, boleh banget! Gue suka buku, tapi jarang sempet ke toko buku. Ayo, kita kesana."
Kami lalu berjalan menuju toko buku terdekat. Di dalam toko buku itu, atmosfernya sunyi dan tenang, seolah mengundang kami untuk menikmati setiap halaman yang terhampar di rak-rak kayu. Greysia berkeliling, mencari buku-buku yang menarik perhatiannya, sementara gue berjalan di belakangnya, memperhatikan gerak-geriknya.
"Ini keren, ya. Gue nggak nyangka lo ngajakin gue ke toko buku. Ini pertama kalinya gue pergi ke toko buku sama cowok," katanya sambil mengambil sebuah buku novel dari rak.
"Lo nggak pernah ke sini sebelumnya?" tanya gue.
Greysia menggeleng. "Jarang. Kebanyakan gue baca dari aplikasi, sih. Tapi gue suka juga beli buku fisik. Rasanya beda aja."
Kami menghabiskan waktu lama di sana, sampai akhirnya masing-masing memilih buku yang akan dibeli. Sambil membawa buku-buku yang baru kami pilih, kami keluar dari toko dan melanjutkan ngobrol santai.
"Niam," Greysia tiba-tiba memecah keheningan. "Lo pernah nggak sih ngerasa pengen tau lebih banyak tentang seseorang, tapi nggak tau cara buat nanya?"
Gue menatapnya bingung. "Maksud lo?"
"Ya, kadang gue ngerasa penasaran sama lo. Lo tuh misterius banget, tau nggak?"
Gue cuma tersenyum tipis. "Gue biasa aja, kok."
Dia tersenyum balik, lalu berkata, "Mungkin, tapi gue rasa, lo lebih dari sekedar 'biasa.' Gue penasaran sama lo, Niam."
Kata-kata itu menggantung di udara. Gue nggak tahu harus jawab apa. Rasanya seperti sebuah pengakuan, atau mungkin cuma candaan. Tapi yang jelas, Greysia membuat gue merasa... berbeda.
Kami menghabiskan sisa malam dengan ngobrol ringan, makan es krim, dan tertawa bersama. Malam itu menjadi momen yang tak terlupakan bagi gue. Bukan hanya karena film yang kami tonton atau toko buku yang kami kunjungi, tapi karena gue sadar bahwa Greysia, dengan segala keunikannya, telah membawa sesuatu yang baru dalam hidup gue.
Dan yang lebih penting, semakin hari, gue semakin tidak bisa menyangkal perasaan yang mulai tumbuh untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Terakhir untuk Greysia
RomantizmSinopsis: Niam adalah seorang remaja introvert yang lebih suka tenggelam dalam buku sejarah dan puisi daripada bergaul dengan teman-teman sekolahnya. Hidupnya yang tenang dan penuh kesendirian berubah ketika secara tidak sengaja ia bertemu dengan Gr...