26. Dunia Jahat

41 11 0
                                    

"Jangan terlalu memendam sesuatu sendiri."

°°°

Ronal menggendong tas besarnya di punggung dengan penuh semangat, karena sebentar lagi dia akan mengikuti tes menjadi anggota kepramukaan seperti yang dia inginkan selama ini. Tubuh mungil dengan tas hitam besar membuatnya terlihat semakin kecil dan sedikit menggemaskan, karena jika dilihat dari belakang tubuhnya hampir tertutup dengan tas hitam besar itu.

Dengan posisi matahari muncul dari ujung timur, laki-laki mungil ini mulai melangkahkan kakinya keluar dari area KOPAJA dengan senyuman begitu lebar. Bahkan beberapa warga sekitar dan ibu-ibu yang tengah belanja dia sapa dengan ramah, hari ini rasanya seperti bahagia berpihak padanya.

Setelah ribuan langkah perjuangan yang dia tempuh sendirian, akhirnya saat ini dia sampai di depan gerbang lebar nan tinggi sekolahnya. Namun, mendadak kaki Ronal sulit untuk digerakkan. Kakinya terasa kaku dan keras.

"Semangat anak ayah, semoga berhasil. Nanti pulangnya ayah jemput."

Tatapannya menjurus pada area gerbang masuk sekolah menengah pertama yang bersanding dengan sekolahnya. Matanya menangkap pemandangan seorang ayah tengah mengantarkan putranya bersekolah. Namun, tak mungkin Ronal menjadi diam seperti ini jika tidak ada hal mengejutkan.

Matanya memanas dan dadanya terasa begitu sesak setelah melihat pemandangan yang begitu ironi baginya. Ayah yang selama ini memperlakukannya bak seperti hewan, kini di hadapannya, di depan matanya, dia dapat melihat ayah sebagai tokoh antagonis di hidupnya terlihat memperlakukan anak kecil laki-laki itu penuh kasih sayang.

Kepalanya seperti berjalan mundur, ingatan buruk akan perlakuan ayahnya berputar cepat. Ratusan pukulan, ribuan cacian keluar dari mulut ayahnya ketika dia tak bisa seperti yang ayahnya inginkan. Bayangkan betapa sakitnya setelah diperlakukan begitu buruknya, dia tiba-tiba diperlihatkan begitu manisnya perlakuan ayahnya pada anak kecil itu. Sesak rasanya.

Tak terasa cairan merah segar keluar dari lubang hidungnya. Ronal lantas meletakkan tangannya di ujung hidungnya, agar darah yang keluar ini mau berhenti. Namun, sepertinya darah segar ini terus mengucur bersamaan dengan air mata yang jatuh dari pelupuk matanya.

Mobil sedan berwarna hitam mulai berjalan pelan ke arahnya. Pengemudi dalam mobil itu, memandang Ronal dari cukup lama, tatapan matanya seakan kebingungan dan juga seperti seseorang yang mencoba mengingat sesuatu.

Tatapan mata tajam laki-laki iku, tatapan yang paling Ronal benci dan takuti selama ini. Tatapan yang tak pernah sekalipun berani dia tatap, karena akan berakhir sebuah cambukan gesper dari pinggang milik ayahnya. Bahkan saat tadi dia berpapasan dengan ayahnya itu, dia tak berani untuk sedikit menatapnya.

Seperti dapat arahan dari kepalanya, Ronal tiba-tiba saja melangkah ke depan menghampiri remaja di hadapannya sana. Dengan emosi yang memuncak, Ronal menghampiri anak itu dengan tatapan yang begitu tajam.

"Lo siapanya dia?!" tanya Ronal dengan menarik bahu anak itu begitu kencang, membuat anak kecil itu berbalik badan ke arahnya.

Anak laki-laki itu masih diam, dia menatap Ronal keheranan dan sedikit ketakutan.

Sebab tak bisa mengontrol emosinya, tangan Ronal beranjak menarik kerah seragam milik anak kecil itu. "Lo siapanya dia anjing?! Lo anak bajingan itu?! Jawab gue!" teriak Ronal begitu keras di tepat di depan wajahnya.

"Ronal! Hidung lo berdarah."

Suara seorang gadis berhasil membuatnya tersadar dari lamunannya, buru-buru dia menahan darah yang mengucur dari hidungnya dengan menutup ujung hidungnya. Bola matanya kembali menyorot ke arah gerbang sekolah menengah pertama tersebut. Rupanya ayahnya masih di sana, bahkan dia juga melihat seorang perempuan yang tengah berdiri di samping ayahnya terlihat begitu bahagia, nampak senyumnya begitu lebar. Dan yang paling membuat Ronal semakin sakit, ayahnya mencium kening anak kecil laki-laki itu.

SAMPOERNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang