Pagi yang Manis dan Kencan yang Mengejutkan

165 12 1
                                    

Bab 4: Pagi yang Manis dan Kencan yang Mengejutkan

Tonklainner mind: Ini hari Minggu, tapi pacarku tetap kerja, sedih!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tonkla
inner mind: Ini hari Minggu, tapi pacarku tetap kerja, sedih!

Pagi itu, suasana di apartemen Korn dipenuhi dengan aroma sarapan yang menggugah selera. Tonkla biarpun tidak rela Korn pergi kerja tetap sibuk di dapur, mengaduk-aduk panci dan menyiapkan sarapan favorit Korn. Karena Korn bekerja sebagai polisi,  hari Minggu yang seharusnya adalah hari istimewa bagi mereka, malah terlewatkan seperti hari biasanya. Meskipun Tonkla libur, Korn tetap harus bekerja, tetapi bagaimanapun itu tidak mengurangi semangat Tonkla untuk membuat hari ini spesial.

Saat Korn muncul dari kamar mandi, aroma kopi segar dan roti panggang memenuhi udara. Korn melangkah ke meja makan, matanya langsung tertuju pada Tonkla yang tengah menyiapkan piring. Senyum lebar menghiasi wajahnya.

“Selamat pagi, sayang,” ucap Korn sambil mendekat dan memeluk Tonkla dari belakang. “Hmm, pagi ini wangi sekali. Apa yang kamu siapkan?”

Tonkla tertawa lembut, merasa hangat di dalam pelukan Korn. “Sarapan spesial untukmu, Kak Korn. Ada telur orak-arik, bacon, dan roti panggang. Kopinya juga baru dibuat.”

Korn melepaskan pelukannya dan duduk di kursi. “Kamu selalu tahu cara membuatku merasa istimewa. Ini luar biasa,” kata Korn sambil mengambil sendok dan mulai mencicipi sarapannya. “Rasa sarapan ini jauh lebih enak daripada yang aku dapatkan di kantin.”

Tonkla merona mendengar pujian itu, merasa bahagia dan bangga. “Aku senang kamu suka. Ini adalah cara kecilku untuk menunjukkan betapa aku mencintaimu.”

“Mmm, aku bisa merasakannya. Aku sangat beruntung memiliki kamu,” kata Korn dengan senyum penuh kasih. “Oh, ngomong-ngomong, hari ini kita harus merencanakan kencan malam nanti. Aku sudah mengatur jadwalnya. Bagaimana kalau kita pergi ke taman hiburan? Aku sudah lama tidak pergi ke sana dan aku pikir itu akan menyenangkan.”

Tonkla menyeringai. “Kedengarannya menyenangkan! Aku tidak sabar. Tapi aku hanya punya satu permintaan.”

“Permintaan apa?” tanya Korn penasaran.

“Jangan terlalu fokus pada pekerjaanmu hari ini sampai lupa pulang. Nikmati waktumu bersamaku,” jawab Tonkla, memandang Korn dengan tatapan penuh arti.

Korn tertawa lembut dan meraih tangan Tonkla. “Aku akan berusaha. Aku janji akan memberi perhatian penuh padamu malam ini.”

Mereka melanjutkan sarapan dengan penuh kehangatan dan tawa, mengobrol tentang berbagai hal. Korn menceritakan beberapa kisah lucu dari pekerjaannya dan Tonkla mendengarkan dengan penuh perhatian, kadang-kadang tertawa hingga membuat Korn merasa lebih dekat dengannya.

Setelah sarapan, Korn berpamitan untuk pergi bekerja. “Aku harus pergi sekarang. Jangan lupa untuk bersenang-senang dengan kencan malam nanti,” kata Korn sambil mencium kening Tonkla.

“Selamat bekerja, Kak Korn. Aku akan siap saat kamu pulang,” jawab Tonkla sambil membalas ciuman itu.

Korn meninggalkan apartemen, dan Tonkla mulai merapikan tempat itu. Dia membersihkan meja makan dan mengatur segala sesuatunya dengan cepat. Setelah selesai, dia duduk di sofa dan menyalakan televisi untuk mengisi waktu. Namun, saat dia menonton, tiba-tiba perutnya terasa mual. Tonkla bergegas ke kamar mandi, berlutut di depan toilet, dan muntah.

Tonkla merasa aneh, tetapi tidak terlalu memikirkannya. Dia menganggap itu mungkin hanya efek dari sarapan atau stres ringan. Dia mencuci muka dan kembali ke sofa, mencoba untuk merasa lebih baik. Dia tahu Korn akan pulang nanti dan dia tidak ingin membuatnya khawatir.

*****

Hari berlalu dengan cepat, dan hari itu mereka pergi ke taman hiburan. Korn datang ke apartemen dengan penuh semangat, dan mereka berdua berangkat ke tujuan mereka. Selama perjalanan, Korn tampak sangat bahagia, dan Tonkla bisa merasakan betapa berartinya waktu mereka bersama.

Sesampainya di taman hiburan, mereka langsung menuju wahana permainan. Korn menggenggam tangan Tonkla erat, dan keduanya bersenang-senang di setiap wahana yang mereka coba. Mereka tertawa bersama saat menaiki roller coaster dan berbagi cotton candy sambil berbicara tentang hal-hal kecil dan besar.

“Lihat, ada wahana kincir ria! Ayo naik!” seru Korn dengan semangat.

Tonkla tersenyum, merasa penuh kebahagiaan. “Tentu saja! Aku selalu suka wahana ini.”

Mereka naik ke kincir ria dan duduk bersebelahan. Saat kincir mulai berputar, mereka saling memandang dengan penuh rasa sayang.

“Rasa takut atau kecemasan dalam ketinggian ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perasaan yang aku miliki saat bersamamu,” kata Korn sambil memegang tangan Tonkla dengan lembut.

Tonkla merasa jantungnya berdebar. “Aku merasa sama. Bersamamu membuatku merasa tenang dan bahagia.”

Namun, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Tiba-tiba, Tonkla merasa mual lagi. Dia berusaha menahan, tetapi rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. Korn yang melihat ekspresi tidak nyaman di wajah Tonkla segera merasa panik.

“Sayang, kamu terlihat tidak enak badan. Kita harus pergi,” kata Korn dengan wajah penuh kekhawatiran. “Kita harus pulang sekarang.”

Tonkla merasa bingung dan khawatir. “Kenapa? Aku pikir tidak apa-apa, mungkin hanya masuk angin....Kakak tidak perlu khawatir”

Korn mencoba menjelaskan pada Tonkla, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan betapa seriusnya situasi itu. “Aku baru ingat sesuatu. Jangan khawatir, aku akan memastikan kamu baik-baik saja.”

Mereka buru-buru menuju mobil. Korn memacu mobil dengan cepat menuju dermaga untuk barang. Tonkla merasa semakin bingung dan cemas. Mengapa mereka tidak menuju apartemen seperti yang direncanakan? Ia mencoba untuk percaya pada Korn meskipun ketakutan mulai menyelimuti dirinya.

Mobil berhenti di dermaga, dan Korn turun untuk berbicara dengan seseorang. Tonkla hanya bisa duduk di dalam mobil, merasakan gelombang ketidakpastian dan ketakutan. Korn kembali ke mobil dan memarkirkannya dengan baik sebelum kembali duduk di samping Tonkla.

“Kita akan naik kapal kecil ini,” kata Korn, menggenggam tangan Tonkla dengan lembut. “Percayalah padaku. Aku hanya ingin memastikan kamu aman dan nyaman.”

Tonkla mengangguk, meskipun rasa takut masih membayangi pikirannya. Korn memimpin Tonkla turun dari mobil dan menuju kapal kecil yang menunggu di dermaga. Tonkla melihat sekeliling dengan cemas, tetapi merasa sedikit lebih tenang dengan kehadiran Korn di sampingnya.

Saat mereka naik kapal, Korn mengalihkan perhatian Tonkla dengan pelukan lembut dan ciuman singkat di pipi. “Kita akan pergi ke tempat yang tenang. Aku janji akan menjelaskan semuanya nanti.”

Tonkla memeluk Korn erat-erat, berusaha menghilangkan rasa kalut yang mengganggunya. “Aku percaya padamu, Kak Korn. Hanya saja, aku merasa sangat bingung.”

“Semua akan baik-baik saja,” kata Korn dengan lembut. “Aku akan selalu ada di sini untukmu.”

Kapal mulai bergerak, dan Tonkla membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Korn. Meskipun dia masih merasa cemas, kehadiran Korn memberikan rasa nyaman dan aman yang sangat dibutuhkan. Mereka melanjutkan perjalanan, dan Tonkla menyandarkan kepalanya di bahu Korn, mencoba untuk fokus pada rasa hangat dan penuh kasih yang diberikan oleh kekasihnya.

Saat kapal berlayar, Korn terus-menerus memastikan Tonkla merasa nyaman dan baik-baik saja. Dia mengusap punggung Tonkla dengan lembut dan sesekali mencium keningnya, memberikan ketenangan yang sangat dibutuhkan. Tonkla merasa terhibur dan sedikit lebih tenang, meskipun rasa mualnya belum sepenuhnya hilang.

Dalam perjalanan itu, Korn tetap fokus pada keselamatan dan kenyamanan Tonkla. Dia tahu betapa pentingnya dukungan emosional dalam situasi seperti ini dan bertekad untuk membuat malam itu menjadi pengalaman yang berkesan meskipun ada tantangan yang harus dihadapi.

Mate! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang