perasaan yang rumit

71 22 4
                                    

Seminggu berlalu Jimin bahkan tidak menghubungi yoongi sama sekali. Dan yoongi tanpa sadar juga melakukan kesalahan. Dia juga tidak berusaha menghubungi Jimin karena terlalu terpaku pada pesan-pesan manis masa lalu nya meski tetap berakhir dia abaikan. Baginya Jimin pasti baik-baik saja, lagipula dia sangat sibuk hari ini.

Andai yoongi lebih peka, tentu dia akan bertanya-tanya melihat interaksi antara Jimin dan keluarganya, atau yoongi akan merasa aneh kenapa seorang bangsawan di bawa kerumah sakit. Meskipun rumah sakit itu milik keluarga Jimin. Tetap saja, biasanya bangsawan memiliki dokter pribadinya sendiri dan tidak pernah pergi ke rumah sakit. Andai yoongi lebih peka, akan wajah datar Jimin setelah menangis begitu pilu dalam pelukannya mungkin ini tidak akan menjadi awal kesalahan yoongi pada Jimin, istrinya.

"Selamat datang tuan, apa tuan ingin mandi dulu?" Kepala pelayan dan beberapa maid sudah berdiri di depan pintu berukir emas dengan latar hitam itu menyambut kepulangan yoongi.

"Aku akan mandi dulu" tas dan jasnya sudah di berikan pada pelayannya.

"Baik tuan, tuan yoongi..." Kepala pelayan itu tampak ragu-ragu.

"Ada apa, katakan saja. Aku lelah jadi jangan membuang waktuku!" Yoongi tampak tidak sabaran. Hari ini dia bertemu banyak klien.

"Nyonya Jimin sudah kembali. Dia langsung tidur setelah mandi"

"Apa? Kenapa dia tidak memberitahuku?" Yoongi nampak tenang, meski sebenarnya entah kenapa ada rasa tidak suka di hatinya.

"Nyonya tidak ingin merepotkan tuan" melihat raut yoongi yang kelam, kepala pelayan itu tampak gemetar.

Di mansion ini semua orang tau betapa kejamnya yoongi saat mengadili sebuah kesalahan. Hal yang tak pernah di perlihatkan pada orang luar. Bahkan mereka yang sudah bertahun-tahun melayani keluarga min saja belum pernah melihat yoongi tersenyum dengan tulus. Kecuali senyum basa basi saat pesta atau bertemu koleganya.

Yoongi tidak mengatakan apapun lagi. Dia langsung menuju kamar yang memang di sediakan untuk Jimin. Sudah menjadi tradisi bagi keluarga bangsawan untuk memiliki kamar masing-masing. Alasannya untuk menghargai privasi meskipun sudah menikah.

"Apa Jimin di dalam?" Yoongi bertanya pada pelayan yang baru keluar dari kamar Jimin.

"Ya tuan, nyonya baru saja tertidur." Pelayan itu pun berlalu setelah membungkuk panjang.

"Kenapa tidak mengabariku?" Yoongi berbisik pelan dan mengelus rambut halus Jimin. Dia tampak tidur dengan lelap. Tenang, bagai peri yang sedang tertidur di atas kasurnya.

Berapa kali pun yoongi menatap wajahnya, tidak ada yang bisa yoongi ucapkan selain indah. Istrinya sangat indah.

"Aku akan tidur disini malam ini, jadi jangan ada yang masuk!" Yoongi mengatakan pada pelayan yang tak jauh dari pintu kamar Jimin. Mereka akhirnya meninggalkan lantai dua itu dengan patuh.

"Euggg...rambutmu basah?" Jimin duduk dengan mata mengantuk. Oh ayolah, rambut basah yoongi menggangunya saat yoongi mencoba memeluknya. Salahkan yoongi yang langsung naik ke tempat tidur setelah mandi tanpa mengeringkan rambutnya.

"Apa aku membangunkanmu? Maafkan aku. Aku tak ingin membangunkanmu dengan suara hair dryer dan aku malas memanggil pelayan. Walau ternyata kau bangun juga."

"Hah, kalau begini bukan hanya kau saja yang sakit. Tapi aku juga bakal ikut sakit. Duduklah!" Jimin menyerat yoongi pada kursi di meja rias. Menatapnya sekilas di pantulan kaca hingga mata mereka bertemu.

"Kenapa kau tak mengabariku selama seminggu ini? Dan kenapa kau tidak meminta ku menjemputmu?" Yoongi menatap Jimin Lamat di pantulan kaca. Lihatlah, Jimin selalu terlihat indah bukan? Dengan rambut terurai dan piyama putih berenda. Tanpa polesan make up Jimin tampak semakin cantik. Pipi yang merona alami, dan bibir cery yang penuh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain for Dead Trees Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang