Bab 4 ~ Kembali Ditolak

88 23 0
                                    

"Mas, udah pulang?" tanya Ameena baru keluar dari kamarnya saat mendengar langkah kaki Samudra.

Pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ameena.

"Seperti yang kamu lihat," jawab Samudra masih memasang wajah datarnya.

Ameena berjalan mendekati Samudra. "Mau dibuatkan minum apa? Mau kopi?" tanya Ameena menampilkan senyumannya.

"Apa kamu tidak ada kerjaan lain, selain menggangguku?" tanya Samudra terlihat risih.

Ameena masih berusaha tersenyum. "Aku istri kamu, Mas. Apa salahnya aku menawarkan sesuatu pada suamiku?" tanya Ameena.

"Aku tidak butuh apapun." Setelah itu, Samudra melanjutkan langkahnya.

"Tunggu, Mas." Ameena menahan lengan Samudra. Pria itu melihat ke arah lengan yang dipegang Ameena.

"Maaf." Ameena segera melepaskan pegangannya.

"Mas, Umi menghubungiku tadi, akhir pekan ini, tanteku mau adain acara syukuran kembali putranya dari Turki. Apa Mas bisa menemaniku untuk datang ke acara syukuran itu?" tanya Ameena.

"Aku sibuk. Kamu pergi sendiri saja," jawab Samudra masih memasang wajah dinginnya. "Kalau sudah tidak ada yang mau dibicarakan lagi, aku akan masuk ke kamar," ucap Samudra berlalu pergi meninggalkan Ameena sendiri yang hanya bisa menatap kepergian suaminya yang semakin menjauh.

"Baiklah," gumam Ameena hanya bisa menghela napas. Sudah kesekian kalinya dia ditolak dan diabaikan.

Ameena kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia mengambil ponselnya dan ada pesan masuk dari Zahra. Sebenarnya Ameena menghubungi Zahra, menanyakan apa saja makanan kesukaan Samudra dan kebiasaan Samudra. Setidaknya, Ameena sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk Samudra. Kalau dia masih tidak mau menerima Ameena, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selain memasrahkan semuanya pada Allah.

***

"Um, bagaimana rasanya menurut Bibi?" tanya Ameena meminta Bi Ikoh mencoba hasil masakannya.

"Wah, ini enak sekali, Bu. Jarang loh saya mencoba sayur asem seenak ini," puji Bi Ikoh.

"Bibi berlebihan sekali," kekeh Ameena. "Semoga mas Samudra suka bekal yang aku berikan ini."

"Pasti, Bu. Bapak sangat suka makan sayur asem, mendoan, sambal terasi. Dan menu yang ibu buat ini adalah makanan favorit Pak Samudra," ucap Bi Ikoh memberi semangat.

Ameena tersenyum di sana. "Semoga saja, Bapak akan suka," ucap Ameena berharap sekali Samudra menerima dan mau memakannya.

Ameena pergi menuju kantor Samudra dengan menaiki mobil miliknya. Dia sudah tahu dimana alamat kantor tempat Samudra bekerja, dan karena saat ini dia sedang libur praktek, jadi dia bisa santai dan pergi mengantar makan siang untuk suaminya.

Jalanan ibu kota tidak begitu padat, dan Ameena sudah memasuki area parkir kantor Samudra yang besar dan bertingkat. Perusahaan konsultan yang dia dirikan secara pribadi sejak masih kuliah. Ameena mengetahui hal itu dari cerita Alzar yang selalu membanggakan sosok Abangnya.

Ameena menuruni mobil dengan menyampirkan tas selendang di pundaknya dan sebelah lagi dia membawa termos bekal yang dibungkus dengan tas. Dia yang memakai gamis panjang berwarna denim, senada dengan kerudung panjangnya.

"Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang security langsung menyambut kedatangan Ameena, saat dia memasuki area lobi kantor.

"Selamat siang, Pak. Saya mau bertemu Mas Samudra," ucap Ameena.

"Apa sebelumnya sudah membuat janji bertemu, Bu?" tanya security bernama Parman itu.

"Belum sih, Pa. Sebenarnya, saya istri dari Mas Samudra, mau mengantarkan makan siang untuknya," jelas Ameena.

"Istri?" Parman terkekeh di sana. "Ibu jangan mengaku-ngaku, deh. Pak Samudra belum menikah kok," ucap Parman mengejek Ameena.

"Untuk apa saya berbohong, Pak. Saya memang istri dari Mas Samudra," ucap Ameena.

"Bu, saya tahu pak Samudra itu sangat tampan, pesonanya juga tidak main-main. Saya saja seorang pria, mengagumi beliau. Tapi, tidak perlu sampai mengaku istrinya," ucap Parman.

"Jadi bapak tidak percaya dengan perkataan saya?" tanya Ameena.

"Jelas tidak percaya. Lagian, tidak ada kabar soal pernikahan pak Samudra," ucap Parman.

Ameena tahu kalau pernikahan mereka begitu dadakan, mendaftar ke KUA saja begitu dadakan. Jadi, pasti banyak yang tidak tahu kabar ini.

Ameena mengeluarkan ponselnya untuk menunjukkan foto buku nikahnya dengan Samudra. Sebenarnya, dia memotret buku nikah, karena tidak ada foto pernikahannya dengan Samudra.

"Bu, tolong minggir. Bos kami datang," usir Parman membuat Ameena sedikit terdorong ke samping saat Parman membukakan pintu kaca itu.

Ameena membalikkan badannya dan kedua matanya melebar saat melihat Samudra muncul di sana bersama seorang wanita yang tidak berjilbab dan terlihat cukup seksi.

Langkah Samudra terhenti saat melihat keberadaan Ameena di sana.

"Pak, ibu ini ingin bertemu dengan anda. Bahkan dia mengaku sebagai istri Bapak. Apa perlu saya usir dia?" tanya Parman.

"Apa? istri?" wanita di samping Samudra begitu terkejut. "Samudra, apa ini? kamu sudah menikah?"

Samudra mengabaikan mereka dan berjalan mendekati Ameena. Dia menarik lengan Ameena dan membawanya keluar dari kantor hingga banyak pasang mata tertuju pada mereka.

Samudra membawa Ameena ke area parkir mobil dan melepaskan pegangannya.

"Apa-apaan ini?" tanya Samudra terlihat kesal.

"Apanya yang apa-apaan? Aku hanya ingin mengantarkan makan siang buat kamu, Mas," ucap Ameena.

"Pulanglah sekarang, kita bicara lagi di rumah. Aku tidak mau ada keributan di sini," usir Samudra.

"Apa aku melakukan kesalahan, Mas?" tanya Ameena.

Samudra mengeluarkan kunci mobil dan membuka kuncinya. "Masuk ke dalam mobil, aku ingin bicara."

Ameena melihat Samudra sudah memutar mobil dan naik di kursi kemudi, mau tidak mau, Ameena pun naik di kursi penumpang depan.

"Sudah aku katakan sebelumnya, berhenti melakukan hal-hal yang tidak perlu seperti ini!" ucap Samudra.

"Maksud Mas, melayani suami dan melakukan tugas seorang istri, itu hal yang tidak perlu?" tanya Ameena.

"Aku tahu, kamu tidak melakukannya dengan ikhlas. Ini hanya formalitas saja, jadi tidak perlu lakukan semua ini," ucap Samudra.

"Sejak tadi, Mas terus memanggilku, kamu. Aku punya nama, Mas. Namaku Ameena," ucap Ameena. "Dan, kenapa Mas bisa menyimpulkan kalau aku melakukan ini dengan tidak ikhlas? Kalau hanya sebatas formalitas, memangnya siapa yang akan menilai? Aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang istri. Sekarang ini, kamu adalah suamiku, jadi aku hanya akan melakukan semua itu padamu."

"Ameena, aku tahu hatimu untuk Alzar, dan pernikahan ini tidak kamu inginkan. Jadi berhenti melakukan ini semua, aku tidak menyukai semua perlakuanmu yang penuh kepalsuan ini. Jadi, berhenti menggangguku," ucap Samudra terlihat kesal. Tatapan mereka bertemu, tatapan tajam Samudra dan tatapan sendu dari Ameena.

"A-aku akan pulang sekarang. Maaf sudah mengganggumu," ucap Ameena turun dari mobil dan berlalu pergi dengan mencengkeram kuat tas termos bekal ditangannya.

"Astaga, sialan!" keluh Samudra meninju setir mobilnya. "Kenapa kamu meminta hal ini, Alzar. Bagaimana mungkin aku menerima wanita yang kamu cintai dan mencintaimu."

*** 

Istri yang DisiakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang