4. Pertemuan Tak disengaja

22 4 0
                                    

Suasana di dalam gor futsal kala itu cukup ramai. Meski waktu telah menunjukkan pukul setengah 11 lewat, orang-orang masih terlihat antusias seolah mereka tak sedikitpun di landa kantuk. Beberapa orang berseliweran di pinggir lapangan, menonton jalannya permainan dan turut bersuka-cita ketika tim yang mereka dukung berhasil mencetak gol.

Ihatra yang menjadi bagian dari pertandingan berlari ke arah datangnya bola, menerima operan dari kawan setimnya lalu menendangnya dengan telak ke arah gawang. Begitu bola berhasil menembus pertahanan sang kiper, suara gemuruh suka cita langsung terdengar.

"Good, Ta!" Seru Jimmy, kawan setim yang tadi mengoper bola padanya.

Ihatra tersenyum di kejauhan. Karena dengan keberhasilannya barusan, timnya dapat melewati skor yang sebelumnya seri dan memenangkan pertandingan malam ini.

Setelah pertandingan secara resmi selesai dengan dibunyikannya peluit, Ihatra segera berlari ke pinggir lapangan, mengambil sebotol air minum lalu menegaknya sampai tandas. Peluh bercucur di seluruh tubuhnya, membuat kaos yang ia kenakan basah kuyup. Pada akhirnya karena sensasi gerah yang cukup mengganggu, Ihatra memilih untuk melepas kaos olahraganya. Membiarkan tubuhnya yang lumayan kekar terekspos tanpa halangan.

Beberapa orang yang sejak tadi menonton langsung berteriak, kebanyakan adalah para perempuan yang Ihatra tidak tahu bagaimana bisa mereka masih bisa ada di sini pada larut malam. Meski begitu Ihatra tidak memikirkannya terlalu dalam. Setelah meregangkan otot-ototnya yang kelelahan, Ihatra duduk di kursi panjang, memperhatikan teman-temannya yang berpencar ke segala arah.

Ihatra mengambil ponselnya hanya untuk sekedar mencari tahu pukul berapa sekarang. Malam sudah hampir mencapai puncaknya. Meski gor tempat ia berada merupakan gor tertutup akan tetapi itu tidak cukup untuk menahan dinginnya suhu malam.

Tak lama kemudian, Ihatra merasakan seseorang duduk di sampingnya bersamaan dengan sensasi lembut dari sebuah kain yang diusap lembut di wajahnya. Ihatra mendongak, repleks memundurkan kepalanya guna menghindar.

"Luna?" Panggilnya keheranan.

Luna, sebaliknya malah tersenyum lembut dan kembali menarik tangannya yang tengah menggenggam sehelai sapu tangan berwarna merah muda lalu meletakkannya di atas pangkuan. Meski begitu setiap kedip matanya memperhatikan gerak-gerik Ihatra.

"Aku lihat wajah Kakak penuh keringat jadi aku coba membersihkannya," ucap Luna, menjelaskan perilakunya barusan.

"Terimakasih, Lun. Tapi lain kali kamu tidak perlu seperti itu, keringatku kotor."

Luna mengangkat kedua alisnya, seakan sedikitpun tidak menyetujui gagasan bahwa 'keringat Ihatra itu kotor'.

Ihatra kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari keberadaan seseorang yang dikenal. Namun nihil, Ihatra tak mendapati orang yang ia cari di tengah keramaian. Mengernyit, Ihatra lalu bertanya pada Luna, "Kamu datang bersama Anji?"

Anji adalah salah satu teman semasa SMA-nya dulu dan kebetulan merupakan saudara laki-laki dari Luna. Oleh karena itu, Ihatra berpikir kalau keberadaan Luna di sini adalah karena Anji.

Tapi Luna malah menggeleng.

"Aku datang sendiri, tapi dari Kak Anji aku tahu kalau Kakak akan bermain futsal malam ini."

Kedua alis Ihatra menukik naik, seakan tidak mempercayai pendengarannya. "Dan kamu langsung datang begitu saja?"

"Aku ingin melihat Kakak."

Jawaban lugas Luna membuat Ihatra sedikit terkejut. Laki-laki itu memandang penampilan Luna malam ini. Sebenarnya ia dan Luna memiliki rentang usia yang cukup jauh. Luna masih berusia awal 20 dengan semangat masa mudanya yang penuh menggelora. Di bandingkan beristirahat dengan baik gadis itu memilih untuk berkeliaran sendirian di tengah malam hanya karena alasan ingin menemui seseorang.

UNDER THE SAME BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang