5. Bersama

18 3 0
                                    

"Karena latihannya sudah selesai, bagaimana kalau kita mengobrol sebentar?"

Tawaran gadis itu membuat gerakan semua orang seketika terhenti, berbalik memperhatikan sosok Usha yang kini bersandar di atas meja.

Ini adalah minggu ketiga Ihatra melakukan pertemuan dengan Asha dan seolah mereka adalah sepasang kesatuan, Usha juga turut hadir menemani. Mungkin apa yang media katakan bahwa 'kemanapun salah satunya pergi, yang lainnya akan mengikuti' itu memang benar. Karena setiap kali Ihatra menemui Asha, Usha memang selalu ada.

Kecuali hari itu, saat Ihatra tak sengaja berjumpa dengan Usha di depan food truck pada tengah malam. Usha datang sendirian dan mungkin karena inilah Usha terus meminta Ihatra untuk merahasiakannya dari semua orang.

Menanggapi Usha, Asha kemudian menoleh pada Ihatra, tampak setuju dengan ajakannya. "Usha benar. Sejak awal aku belum sempat mengajak Kakak untuk berbincang-bincang, bagaimana kalau hari ini kita pergi ke suatu tempat? Hitung-hitung ini sebagai perkenalan lebih lanjut di antara kita. Aku juga memiliki beberapa pertanyaan untuk Kakak. Jadi bagaimana, Kak Ihatra mau pergi?"

Tidak memiliki alasan untuk menolak, Ihatra menyetujuinya secara langsung. "Tentu."

Usha bertepuk tangan sembari melompat turun dari meja, membuat ujung rambutnya yang mencuat dari topi beanie-nya bergoyang mengikuti gerakannya. Sebagai gantinya Usha lalu melompat ke punggung Asha, memaksa lelaki itu untuk menggendongnya dan membawanya sampai keluar gedung.

Pada akhirnya mereka semua memilih untuk memesan salah satu ruangan tertutup di restoran bergaya abad pertengahan. Lampu gantung kristal yang memancarkan sinar temaram di atas mereka membuat suasana semakin terasa hangat. Ihatra duduk di samping jendela besar, memungkinkannya untuk melihat pemandangan kota yang ramai. Asha ada di hadapan Ihatra, bersisian dengan Angga—manajernya. Sedangkan Usha memilih untuk duduk tepat di samping Ihatra setelah mengalami sedikit percekcokan dengan kembarannya.

"Jangan macam-macam, Usha!" Peringat Asha ketika Usha diam-diam mencuri gelas jus dingin miliknya. Dengan cekatan Asha kembali merenggut minumannnya, sontak membuat Usha merengek jengkel. "Minum minuman Usha sendiri."

Dengan bibir mengerucut, Usha menangkupkan kedua tangannya di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di sana. Menandakan bahwa dia sedang marah sekarang. Tanpa suara Ihatra lalu mendorong piring di depan Usha sedikit menjauh sehingga rambut gadis itu tidak akan terkena saus berbumbu.

"Tapi Usha juga mau minum yang dingin, Asha!" Rajuknya.

Sejujurnya semua orang telah memesan segelas minuman dingin yang menyegarkan. Ihatra saja telah meneguk setengah teh krisan dinginnya. Bagaimanapun cuaca hari ini cukup panas untuk dilalui. Tapi sebaliknya Usha—atas paksaan Asha—malah memesan segelas susu tawar hangat. Dan karena inilah, gadis yang sekarang telah melepas beanie-nya itu terus merajuk tak terpuaskan.

"Tidak boleh! Memangnya Usha pikir Asha tidak tahu kalau kemarin Usha diam-diam makan es krim bersama Ruri, lalu hasilnya? Usha demam, kan?"

Ihatra mengerjap ketika mendengar bahwa Usha tengah demam. Laki-laki berkacamata itu langsung menolehkan kepala, memperhatikan Usha. Tapi dilihat dari mana pun Usha tidak tampak seperti sedang demam. Selain rona merah muda di pipinya, Usha masih seenergik biasanya.

"Kamu demam?" Pada akhirnya Ihatra tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Usha menegakkan tubuhnya ketika Ihatra bertanya.

"Tidak!" Elak gadis itu mentah-mentah. Dan seolah ingin menyakinkannya Usha mengambil tangan Ihatra dan menempelkan di pipinya. Jelas, membuat Ihatra langsung terkejut bukan main. "Lihat, aku tidak demam."

Laki-laki itu menatap tangannya yang menempel tak berjarak di pipi Usha. Kelembutan dari sentuhan kulit ke kulit membuat darahnya seketika berdesir aneh. Seakan setiap sel di tubuhnya ikut bergetar hebat sebelum akhirnya terjatuh mati rasa.

UNDER THE SAME BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang