🎻: "Kacanya tak pecah, tetapi pantulannya membuat hatiku terguncang dan ingin pecah. Apakah ini yang dia rasakan saat berada di dimensi lain, tanpa diriku?"
-
Nama wanita yang tak ku kenal sama sekali aku dengar di pendengaranku, sentuhan atau tahanan yang berada di cermin menghilang. Pantulan yang berada di dalam cermin semakin jelas, jantungku berdetak dengan cepat.
Wajah tampan dengan mata lautan itu menatap ke arahku, sangat hangat! Alisnya terangkat seperti melihat sesuatu yang mencurigakan. Aku berdiri di cermin itu sambil mencoba membuat tanganku menyentuh cermin itu.
"Ena? Apakah ini kau?" Tanya pria itu, yang aku kenal sebagai Satoru Gojo. Aku lalu menghentikan niat untuk menyentuh cermin itu. Aku lalu duduk sambil melihat ke wajah pria itu. "Siapa Ena? Aku tidak mengenalnya.." Sontak setelah perkataanku terucap, raut kaget terlihat di wajah pria itu.. Apakah aku membuatnya kecewa dengan perkataanku? Aku tidak mungkin mengaku menjadi Ena yang pria itu 'kenal'.
Tangannya yang berada di saku lalu menyentuh cermin yang menjadi batas kami berdua. "Jangan berbohong padaku, sayang. Apakah kau masih tidak mengingat diriku?" Jawab pria itu dengan ngotot dan raut yang terlihat khawatir, sepertinya Ena itu pasangannya yang sedang dia cari, ya?
"Aku mengenalmu, tapi aku bukan Ena." Lagipula orang bodoh mana yang ingin wajah pasangannya seburuk rupaku.
"Tidak mungkin, Ena. Aku sudah membuat benda yang membuatku dapat melihat dirimu. Kembalilah kepadaku, Ena."
Diriku semakin kesal karena pria ini, kenapa dia begitu keras kepala sampai mengira diriku adalah orang yang sedang dia cari. "Hentikan! Aku tidak mengenal orang yang kau panggil, apa maksudmu dengan Ena?! Kami sama sekali tidak mirip," setelah bentakan yang ku keluarkan. Kepala pria itu lalu menunduk seperti memikirkan sesuatu, sebelum aku melihat senyum disertakan kekehan halus.
"Lalu kau siapa, sayang? Jika kau bukan Ena kenapa sikapmu sangat mirip? Soal penampilan memang kalian orang yang berbeda, sayang. Orang yang aku cari lebih cantik." Pernyataan itu membuat dadaku semakin sakit, tanpa sengaja aku langsung menunjukkan sisi lemahku, di mana tidak bisa menampung kejamnya dunia dengan kenyataan.
air mataku turun, ingin aku tahan tetapi diiringi oleh sesenggukan yang terdengar, rasanya sangat malu untuk orang yang selalu percaya diri sepertiku. "Apakah perkataanku terlalu kejam?" Dia bertanya, terdengar kekhawatiran di dalamnya, tetapi menurutku tidak, dia hanya ingin dianggap baik setelah dengan ucapan kejamnya.
"Ena..Err maksudku nona, kau baik baik saja? Aku hanya mengucapkan kenyataan, tau?" "Aku tahu aku jelek, tapi entah kenapa air mata sialan ini langsung jatuh, jangan pedulikan." Tisu yang berada di laci segera aku ambil untuk menghapus air mata yang keluar dari mataku, ini sudah lama sejak aku menangis terakhir kalinya, tapi menurutku waktunya sangat tidak tepat.
"Maaf, sungguh. Tetapi apakah kau benar tidak mengenal Ena?" Pertanyaan sialan, sialan. Dia seharusnya menutup mulutnya sekarang juga. "Iya, aku bukan Ena, aku (name). Kau tau? (n-a-m-e)," jawabku dengan kesal sambil mengejanya walaupun ada sesegukan yang keluar.
Dia menelan ludahnya, entah mengapa, pantulan seorang pria yang amat aku cintai mulai memudar. Aku semakin sedih, aku segera mendekat ke cermin itu sambil sedikit meninggikan suaraku. "Jangan menghilang dulu ku mohon..." Suara serak meminta agar dia tetap di sana, mungkin berbicara tentang masa depan bersamanya? Semuanya terlambat, dia menghilang dari hadapanku. Seharusnya, seharusnya dia ada di depanku dan mengelus ku, aku mau punya sandaran juga seperti yang orang orang harapkan, itu tidak susah sekali kan?
Malam itu aku habiskan untuk memaksa agar belajar dan yah air mata tetap turun ke atas kertas kertas yang aku coba hapal. "Ya tuhan.. apakah aku merasa ini sangat susah di hapal?" Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, aku segera membereskan kertas kertas itu dan pergi untuk tidur ke ranjangku yang nyaman, hawa dingin menyelimuti malamku, mungkin tadi terjadi karena haluanku yang melewati batas.
Ena...
Bangun!!...
"Huh!!" Aku terbangun dengan terkejut, tak salah, ibuku menyiramkan seember air di pagi yang sangat dingin. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Apa? Aku sudah terlambat untuk bangun sekarang, mataku mengerjap, aku memegang kepalaku yang pusing. Air mataku turun lagi membuat ibuku bertanya - tanya.
"Sepertinya kau sakit, segera bangun dan mandi dengan air hangat, kau tidak perlu pergi sekolah." Ucapnya dengan tegas tetapi juga lembut. Aku menggigil, dengan segera aku berjalan menuju kamar mandi dengan handuk berada di leherku. Terlihat pantulan kaca di kamar mandi.
Apakah aku bisa melihatnya lagi? pangeran biruku? Satoru Gojo, walaupun hanya sebentar aku ingin melayang bersamamu walaupun kau hanya mengenaliku sebagai 'Ena'.
***
"Apakah kau yakin itu bukan Ena?" Gelengan pelan terlihat di wajah pria itu, hembusan nafas keluar.
"Sebaiknya kau harus mengikhlaskan kepergiannya, Satoru. Aku tau ini berat untukmu-"
"Bahkan setelah Suguru?" Mata Satoru terlihat sangat sendu, sudah 2 tahun dia mencoba untuk mencari kehilangan kekasihnya, wanita yang berada di depannya langsung menghidupkan rokoknya. Walaupun terlihat santai, dia juga merasakan hal yang sama.
"Ya, dan dia. Kau tak seemosional ini seperti biasanya, Satoru. Apakah ada percakapan lain antara kau dan gadis itu?" Tanyanya dengan pelan dan sabar menunggu jawaban dari pria itu.
Matanya yang ditutupi penutup mata itu langsung berdiri tegap kembali dan bertindak seperti yang terkuat. "Tapi aku masih berharap bahwa dia Ena, Shoko. Sikap mereka sangat mirip, dan tangisan itu.."
story by: © torutorunah
KAMU SEDANG MEMBACA
Glass Reflection [ Satoru Gojo x Reader ]
FanfictionPantulan diri ada di depan cermin, cipratan darah mengenai cermin tersebut sehingga meninggalkan jejak yang membekas. Garis garis terukir dari darah yang mulai menetes. bunyi dari luar semakin memperkeruh ruangan di dalam. Suara keras menjadi bisu s...