Louis POV
Asiknya kalo udah sama Eleanor itu kayak terbang menuju atmosfir yang berlapis-lapis, nontonin lumba-lumba akrobatis, dan ngeliatin mukanya dengan senyuman yang paling..... manis:*
Tapi rasa ga pekanya Eleanor yang udah keterlaluan bikin gue pengen terjun dari puncak menara eiffel di Paris, ngeberaniin diri ketemu anggota Isis, dan minum baygon sampe abis:(
Eleanor oh Eleanor, kapan cinta gue dipekain?
"Boys!" Paul teriak dari ruangan kerjanya. Gue yang lagi nonton pun pergi menuju Paul disusul anak-anak yang lain.
"Oi?" kata Liam.
"Kita ditawarin manggung dengan bayaran yang lumayan besok," Niall dan Harry tiba-tiba teriak kagak jelas, dan Paul melototin mereka berdua. "Gue tunggu kalian semua latihan nanti sore disini."
"Manggung dimana?" kata gue.
"Di kawinan."
"Kawinan sape?" Zayn kini bersuara.
Paul mandang kita satu-satu, terus pandangannya diem lama di Zayn. Kek ada sesuatu yang pengen dia sampein tapi takut kenapa-napa. "Di kawinannya.. Iis."
Seketika atmosfir di ruangan ini terancam (aduh bahasa gue). Semuanya sunyi gitu, ga ngeluarin suara. Terus makin hening.. hening..
"APA??" teriak seseorang. Gue kira awalnya itu dari Zayn, tapi ternyata suara dari Niall.
"Kalem, cuy." Zayn nasehatin Niall dengan tampang biasa aja. Buset, ni bocah kagak potek apa hatinya?
"Lo kok baik-baik aja zen?" Liam nepuk pundaknya Zayn.
Zayn senyum bijak gitu ke kita, terus jawab, "Gue udah relain Iis sama sule, kok."
"Tapi, Iis ga nikah sama Sule," kata Paul.
Kali ini, Zayn kaget. "Terus sama siapa?"
"Maafin ya Zayn, tapi dia nikah sama temen lo yang Naughty Boy itu."
Dan kemudian, Zayn pun tercengang tidak bisa mengatakan apa-apa. Mulutnya terbuka lebar, cukup lebar hingga kukira bisa memasukan sebuah bola voli kedalamnya.
Ew bahasa w.
"Wah sialan temen lo. Temen makan temen banget ye g—" suara Liam terpotong dengan rengekan Zayn.
"KENAPA????" Zayn nangis terus-terusan. Sambil sesenggukan gitu. "Kenapa harus iis???"
Niall sama Harry pun meluk Zayn. Tapi, Zayn malah nolak dan pergi dari ruangan Paul tanpa mengatakan apapun. Kita berempat dan Paul cuma diem ngeliatin Zayn pergi.
"Yah, mau gimana lagi. Relain aja sesuatu yang bukan seharusnya milik kita." Kata Paul bijak. Kita ngangguk-ngagguk aja, walau sebenernya gue kagak ngerti sama apa maksud Paul.
"Gue tunggu ntar sore abis Ashar disini." kata Paul. Terus, dia ngusir kita dari ruangannya.
Gue, sebagai sahabat yang baek sama Zayn pun ngehampirin Zayn yang duduk terdiam di ruang tengah. Sambil ngusap-ngusap pundaknya Zayn gitu. Abis gue bingung, kalo temen sedih dan diem terus, gue harus ngapain selain ngusap-ngusap yang sebenernya gue gatau fungsi dari usapan tersebut (ea).
"Zayn, udah dong." Kata gue ngecoba buat nyemangatin.
"Kasian ya gue," Zayn terisak. "Udah di friendzone-in sama Iis, eh dianya malah nikah sama temen gue sendiri."
"Yah, lebih kasian gue sih." Ucap gue dengan saura ngenes. "Kalo ini bisa bikin lo lebih baik, lo sih masih mending si Iisnya nyadar sama perasaan lo. Lah gue? Kek bayangan semu dihidupnya Eleanor zen. Sakit gue:'))"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrong Direction (One Direction Salah Gaul)
HumorWarning! cerita ini mengandung unsur absurd dan ayan. Hindari dari jangkauan orang beriman. "One Dream. One Band. One Direction." - Niall Horan, 07 April 2011, at 11:46 pm. #126 on Humor (02/Jan/2016) Copyright © 2014 by zleonie.