──────────────────
chapter 3: gratitude
──────────────────Nyatanya, omongan Jongseong akan kebiasaan mengebutnya itu bukan omong kosong belaka.
Jantung Sunghoon nyaris pindah tempat kala Jongseong menarik gas hingga mencapai 80 kilometer per jam. Bentuk motornya yang lebih tinggi di bagian penumpang juga tidak membantu sama sekali. Sunghoon jadi harus sedikit condong ke depan, kalau masih ingin hidup dan tidak tergelinding di jalan.
Park Jongseong seharusnya ditempatkan di sirkuit, bukan di jalan raya dengan membonceng pemuda rentan seperti Sunghoon saat ini.
Lantas, Sunghoon dengan refleks mencengkram erat jaket bomber yang dikenakan oleh Jongseong. Sesekali memukul bahu lebar sang pengemudi apabila dirasa percepatannya semakin meningkat.
Sedangkan, sosok yang sedari tadi jaketnya dicengkram erat sih hanya cengar-cengir tidak jelas. Sesekali iseng dengan mempercepat laju sepeda motornya dengan harapan yang dibonceng semakin merapat.
"Jangan ngebut-ngebut, anjing! Pelan-pelan aja bisa nggak?!" teriak Sunghoon penuh khawatir. Kedua tangan lentiknya masih mencengkram kuat kedua pinggang ramping Jongseong.
Namun, apa daya, nyatanya angin kencang di flyover mereka berada berhasil mengalahkan volume suara Sunghoon yang sudah maksimal.
"APAAA? NGGAK KEDENGERAAAN?" balas Jongseong yang juga dengan teriakan.
Sunghoon skeptis, apa suaranya memang tidak terdengar atau memang Jongseong yang tidak mau mendengar. Maka, dipukul lah bahu Jongseong sekali lagi.
"Aw!"
Kenapa juga mereka nggak sampai-sampai di tempat yang dituju sih?
Nyawa Sunghoon rasanya sudah akan melayang kalau masih harus menghabiskan banyak menit dibonceng Jongseong.
"MASIH JAUH NGGAAAK?" tanya Sunghoon dengan volume yang kembali dinaikkan berusaha melawan angin. Rasanya setelah ini ia bisa saja mencapai nada tinggi dan ikut adu high notes di kompetisi bernyanyi.
Kepala Jongseong sedikit menoleh, ia melihat spion yang diarahkan ke belakang untuk mengamati Sunghoon dengan kepala yang tenggelam dalam helm kebesarannya. Penumpangnya kali ini lucu sekali. "DIKIT LAGIII."
Baru ketika Sunghoon melihat keberadaan perempatan jalan dari jauh, kecepatan motor Jongseong ikut menurun.
"Lo tuh bisa nggak sih bawanya pelan-pelan aja?! Kalau gue kenapa-kenapa, lo mau tanggung jawab?!"
"Mau kok, gue kan orangnya bertanggung jawab," Jongseong terkekeh. Sesekali kepalanya ditolehkan agar suaranya dapat didengar lawan bicaranya. "Walau masih SMA gini, gue udah mapan dan siap jadi bapak."
"Hah, maksud lo?" tanya Sunghoon heran. Raut bingungnya dapat dengan jelas Jongseong lihat dari spion. Lucu.
"Lo minta gue tanggung jawab, 'kan?" balas Jongseong. Ia melanjutkan, "Yaudah, gue mau kok jadi bapak dari anak-anak lo."
Mendengarnya, Sunghoon spontan memukul helm Jongseong dengan keras yang kemudian dibalas dengan aduhan dari sang korban. Ia membalas, "Apa sih, sinting banget! Bukan tanggung jawab gitu, tolol."
KAMU SEDANG MEMBACA
rascal | jayhoon
FanfictionSatu kali, Jongseong telat dan coba panjat pagar sekolah. Dua kali, Jongseong tepergok selundupkan rokok di saku boksernya. Tiga kali, Sunghoon mulai berpikir bahwa Tuhan mengirim biang onar sekolah itu supaya ia pusing tujuh keliling dengan segala...