2. Hari Terberat

18 1 0
                                    

"Arabel! Bersihin meja di luar ya!"

"Siap kak!" Dengan langkah buru-buru gadis tersebut berlari untuk mengelap meja, dan mengambil piring kotor.

"Arabel! Bos nyuruh lo cuci piring di belakang!"

"Oh iya kak, aku sana." Arabella kembali bergegas menuju ke belakang dan mencuci piring.

Jam kerja Arabella akan berakhir pukul 8 malam. Beruntung restoran tempat Arabella bekerja hanya buka hingga pukul 7 malam, dan penutupan toko dilakukan hingga pukul 8 malam. Shift kerja Arab memanglah paling sibuk, namun dirinya tidak mengeluh sedikitpun. Baginya, uang gajinya selama sebulan sudah sangat berarti untuknya.

Sepulang dari bekerja, Arabella akan langsung menuju dapur rumahnya untuk memasak makanan untuk keluarganya. Setelah menyediakan semuanya di meja makan, netra gadis tersebut menatap sekeliling, mencari keberadaan Mooni, kucing peliharaannya.

"Mooni! Mooni kamu dimana?" Tanya Arabella berjalan naik ke arah kamarnya.

"Mooni!" Arabella segera berlari menghampiri teman berbulunya. Setelah kematian kedua orang tuanya, hanya Mooni yang Arabella miliki saat ini. Namun sekarang tubuh kucing tersebut terlihat sangat lemah, bahkan suara mengeong darinya terdengar sangat samar.

Tanpa memikirkan apapun Arabella berlari ke klinik hewan terdekat. Arabella tidak tau lagi apa guna hidupnya jika terjadi sesuatu pada Mooni. Selama ini, Mooni lah alasannya bertahan.

Beruntung klinik hewan tersebut masih buka. Dengan segera Arabella membawa Mooni masuk ke dalam. Air matanya bercucuran, khawatir akan terjadi hal-hal yang buruk pada keluarga satu-satunya.

"Dok, tolongin kucing saya. Cuma dia yang saya punya." Ucapnya dengan air mata yang tidak berhenti mengalir.

"Ada keluhan apa?"

"Saya baru saja menemukannya tergeletak lemas di kasur."

"Kita tidak akan tahu apa yang membuatnya sakit tanpa melakukan tes darah dan juga ronsen. Lebih baik kita melakukan beberapa tes terlebih dahulu."

"Lakukan apapun asal Mooni bisa selamat."

"Apa kau memiliki wali?"

"Dokter tenang saja, saya bisa membayar semua biaya pemeriksaan Mooni! Tolong selamatkan Mooni!"

"Namun, untuk pemeriksaan darah dan juga ronsen akan cukup mahal, dan itu belum termasuk pengobatan."

"Saya punya uang, apa dokter bisa menyembuhkan Mooni?" Tanya Arabella menodongkang amplop gajinya bulan ini.

"Sepertinya ini akan cukup untuk membayar tes darah, ronsen, dan pemeriksaan hari ini. Baik saya terima." Arabella tersenyum senang.

Beberapa waktu berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Arabella masih terduduk menunggu Mooni selesai di periksa.

"Silahkan masuk." Suara salah satu pegawai klinik.

Arabella mengikutinya dan duduk menghadap dokter dengan Mooni yang masih lemas dengan infus di tangannya.

"Sepertinya ada kista ovarium, mungkin tidak akan terlalu berbahaya. Namun lebih baik kita mengangkatnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Terlebih saat ini kucing adik sudah cukup tua."

"Kira-kira berapa harga untuk operasi pengangkatannya?"

"Sekitar 3 hingga 5 juta. Kita harus melakukan secepatnya. Adik bisa membawanya kembali setelah diinfus."

Kejadian buruk terus berulang. Kali ini Arabella benar-benar tidak bisa kehilangan Mooni. Masih dengan seragam sekolahnya, Arabella berjalan dengan menggendong Mooni. Gadis tersebut sangat putus asa. Seluruh gajinya sudah dibayarkan untuk pengobatan hari ini.

Arabella berjongkok sambil memeluk erat kucing peliharaannya. Air matanya mengalir ketika membayangkan hal terburuk yang akan terjadi pada Mooni.

"Mooni! Kamu harus kuat, aku bakal berusaha ngumpulin uang supaya kamu bisa dioperasi! Aku rela kerja sampai pagi demi bisa bayar operasi kamu! Jadi Mooni, kamu harus bertahan okay?" Tangisan Arabella kembali pecah, hingga dirinya merasa seseorang berdiri dihadapannya dengan jaket di rentangkan berusaha menutupi dirinya yang tengah terisak hebat.

"Harka?"

"Hai! Kali ini kenapa?" Arabella terdiam, tangannya mengusap air mata di wajahnya.

"Kenapa lo belum ganti? Disini dingin, kenapa ga bawa jaket?" Tuturan panjang laki-laki tersebut sambil menyelimuti tubuh Arabella dengan jaket miliknya.

"Perasaan setiap kita ketemu, lo selalu nangis deh." Laki-laki tersebut menuntun Arabella berdiri, dan membawanya duduk di kursi taman yang tidak jauh dari tempat pertemuan mereka.

"Kenapa lo kaluar bawa-bawa kucing?"

"Harka, gue boleh minta tolong?" Pertanyaan tiba-tiba dari gadis tersebut membuat Harka cukup terkejut. Laki-laki tersebut menganggukkan kepalanya ragu.

"Gue butuh kerjaan, apapun bakal gue lakuin. Tolong banget kalo di rumah lo butuh tukang bersih-bersih gue juga bisa kok! Gue juga gapapa kerja 24 jam non stop."

"Tunggu-tunggu, ngapain lo cari kerjaan?"

"Tolongin gue, Mooni harus di operasi secepatnya." Harka menatap Arabella penuh iba. Terlebih saat Arabella selalu mengelus-elus lembut kucing di gendongannya.

"Gue gatau harus minta tolong siapa lagi. Cuma Mooni keluarga yang gue punya sekarang, kalau ada apa-apa sama dia gue bisa mati."

"Lo ngomong apaan dah!" Suara Harka meninggi, membuat gadis di sebelahnya terkejut.

"Ehem, lo ga boleh asal ngomong soal kematian. Biarin gue pinjemin lo duit buat operasi Mooni."

"Lebih baik lo ngasih gue kerjaan daripada minjemin gue duit. Gue takut ga bisa balikin."

"Kerjaan? Coba gue tanya sama mama siapa tau dia butuh karyawan lagi."

"Gue ketemu Geovan tadi, katanya dia mau gue jadi tutornya. Kalo memang bisa, itu juga bakal membantu banget."

"Tutor Geo?"

"Iya, apapun bakal gue lakuin asalkan Mooni bisa sehat lagi."

"Gue bakal coba ngobrol sama Geo nanti, sekarang lo gue anterin pulang dulu ya? Kasian juga si Mooni pasti kedinginan." Arabella menganggukkan kepalanya. Kedua siswa tersebut berjalan menyusuri jalanan taman, beruntung rumah milik Arabella tidak terlalu jauh dari taman.

"Ini rumah lo?" Tanyanya ketika mereka berhenti dirumah yang terlihat cukup sederhana namun memiliki halaman cukup luas.

"Iya, rumah peninggalan ayah. Makasih ya, udah malem banget. Sebaiknya lo balik sebelum dimarahin."

"Siap! Gue tinggal ya!" Arabella menganggukkan kepalanya.

Setelah melihat Harka berjalan menjauh, gadis tersebut berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Hal yang tidak disangka lagi-lagi terjadi. Sang Ibu tiri tengah duduk menunggunya dengan kedua saudara tirinya.

"Dari mana aja lo!?" Tanya Nadila kasar.

"Kayak gatau aja, Dil. Mungkin juga cari uang dengan cara godain om-om tajir." Timpal Nadira memanasi.

"Dari mana saja kamu Arabella!?" Kini giliran sang ibu yang bertanya.

"Arabel abis ke klinik hewan buat periksa Mooni."

"Duit dari mana!?" Kasar Sang Ibu.

"Ma, mungkin dia nyuri duit mama atau jangan-jangan lo bayar sokternya pake hal lain?"

"Ma, jangan percaya deh, mungkin dia sengaja lari biar ga beres-beres rumah."

"Arabella, masuk kamar! Hari ini kamu tidak akan mendapatkan makan malam! Kamu juga dilarang sarapan besok pagi!"

"Tapi, Ma—"

"Jangan banyak alasan! Masuk sekarang!" Arabella hanya bisa pasrah, dengan langkah tertatih dirinya berjalan menaiki anak tangga dengan Mooni yang ada di gendongannya.

Cinderella in School Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang