Prolog

143 55 197
                                    

Bagaimana jadinya, jika selama 15 tahun hidupmu tidak menyadari adanya kehidupan lain yang berjalan beriringan?

Bukan sedang menakut-nakuti. Jika dipikirkan lebih dalam, bukankah aneh jika alam semesta yang sangat luas ini hanya dihuni oleh manusia, hewan, dan tumbuhan? Mungkin saja ada makhluk lain yang kita tidak pernah tahu apa itu.

"Sayang, kamu sedang apa? Jangan melamun di dekat jendela, nanti kamu jatuh." Lorent memperingati anak gadisnya. Mungkin ia khawatir jika gadisnya terjatuh, karena kamar gadis itu terletak di lantai dua.

"Ma, nanti Lia pergi ke perpustakaan kota, ya!" Gadis itu berjalan mendekati Lorent yang saat ini masih memegang nampan makanan ringan untuk gadis itu.

Meski mereka memiliki asisten rumah tangga, Lorent lebih suka memenuhi kebutuhan anaknya sendiri. Jadi tidak ada ART yang pernah memasuki kamar gadis itu. Kecuali Minah, pelayan  yang memang beberapa kali menggantikannya jika sedang sibuk.

"Akhir-akhir ini kamu jadi sering ke sana. Apa ada hal seru di sana?" tanya Lorent penasaran.

"Apalagi yang lebih seru dari buku-buku itu, Ma?" gadis itu tertawa ringan.

Lorent ikut tertawa. Jika dipikirkan lagi, pertanyaannya memang sedikit ambigu, apalagi yang ada di perpustakaan selain buku dan ruang belajar?

"Baik, jangan pulang terlambat, ya. Kalau nanti ada yang kamu butuhkan, minta tolong ke Bi Minah."

"Memangnya Mama mau ke mana?" Sebenarnya, gadis itu bisa menebak, sepertinya Lorent akan pergi dinas.

"Mama akan pergi ke Bali, ada proyek di sana selama sepekan."

Gadis itu mengangguk paham. Ini bukan pertama kalinya Lorent meninggalkannya untuk dinas. Lagipula Lia sudah cukup besar untuk memahami situasi di keluarganya. Keluarga yang berjalan tanpa kehadiran seorang ayah. Gadis itu tidak berani bertanya, terakhir kali mamanya itu terlihat sedih jika gadis itu bertanya tentang Papanya.

***

Gadis itu bernama Nebula, panggil saja Lia. Saat ini ia berusia 15 tahun dan duduk di bangku kelas satu SMA. Ia bersekolah di SMA Harapan Bangsa, salah satu sekolah unggulan di Jakarta.

Sebenarnya, Lia baru sepekan menjadi anak SMA. Jelas perbedaan saat masih di jenjang SMP dengan sekarang. Lia sempat merasa seolah telah salah masuk kelas. Ia berada di kelas X-2, ia merasa di kelas itu seperti berisi orang-orang jenius selain dirinya. Baru seminggu awal dan Lia merasa sudah tertinggal.

Karena itu, sudah tiga hari ini Lia selalu berkunjung ke perpustakaan kota. Seperti sekarang pun, Lia sedang menyusuri setiap rak buku di sana. Ia hendak mencari buku sejarah, karena kemarin Lia tidak banyak tahu tentang sejarah saat penjelasan pengantar oleh Pak Deri.

Matanya tertuju pada sebuah buku berukuran A5, dengan sampul berwarna hitam bertuliskan "Kehilangan" yang menjadi judul buku itu. Tidak ada penjelasan lebih di sampulnya, kertasnya pun sedikit menguning, seolah sudah lama tak tersentuh.

Buku itu seolah memanggilnya. Rasa penasaran Lia juga cukup kuat. Akhirnya tanpa ragu Lia mengambil buku itu dan bergegas mencari kursi yang sebenarnya sudah banyak ditempati.

Terdapat satu kursi kosong di dekat jendela, tapi jika Lia ingin duduk di sana, artinya ia akan satu meja dengan Andreas. Teman sekelasnya yang terkenal si jenius no. 1 di sekolah sebelumnya. Biasanya dipanggil Eas. Sudah tiga hari berturut-turut Lia melihatnya di perpustakaan ini. Sayangnya, Lia belum pernah berbincang dengannya saat di kelas.

"Permisi, Eas. Apa aku boleh duduk di kursi ini?"

Eas mengalihkan pandangannya ke arah Lia. Di detik itu juga Lia sedikit terkejut, mungkin ia sadar ternyata rumor tentang ketampanan Eas itu benar adanya. Selama berada di kelas yang sama, Lia tidak pernah berani mendekati Eas. Karena banyak siswi yang selalu mendekatinya.

The Eart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang