03. Luka tersembunyi

625 81 5
                                    

"Kadang, kebencian membuat manusia buta dan memilih untuk menutup mata atas semua fakta yang ada. Hingga sebuah warna yang orang lain sebut sebagai putih, justru akan terlihat hitam dalam penglihatannya."

- Rivansyah Putra -

•••




Matahari sudah meninggi, sinarnya yang semula hangat perlahan berubah menyengat. Tetapi Antoni tidak mempermasalahkan hal tersebut, ia bahkan masih betah duduk dibangku panjang yang ada dirooftop rumah sakit seraya memandangi langit cerah pagi hari menjelang siang kali ini.

Semalaman penuh dia sudah bergelut dengan kebimbangan, terlebih saat Antoni berhadapan dengan semua anggota keluarganya yang bertujuan untuk meminta maaf. Sebenarnya ia pribadi tidak pernah menyalahkan mereka, karena faktanya kedua belah pihak adalah korban dari orang yang sama. Hanya saja, Antoni masih sulit menerima keadaan. Karena itu ia tidak memberi jawaban apapun bahkan terkesan menghindar.

"Abang gak mau masuk?"

Saking asyiknya menikmati suasana sekitar, Antoni lupa kalau dia tidak sendirian disini. Ada Chaka yang ikut menemaninya, meskipun Antoni sudah menolak.

"Lo kalau mau masuk, duluan aja."

"Emang abang bisa balik sendiri?" Chaka nampak ragu.

"Gue gak lumpuh." pungkas Antoni, entah kenapa gaya bicaranya berubah agak kasar."Udah sana balik!"

Chaka menghela nafas, ia sejak tadi hanya berdiri dengan jarak agak jauh dari Antoni. Tetapi kali ini dia memilih nekat dan ikut duduk dibangku panjang, bersebelahan dengan sang kakak. Meskipun jarak keduanya tidak terlalu dekat sampai saling menyentuh.

"Marah aja deh, bang. Jangan diem kayak gini. Gak baik tahu nyimpen emosi, abang kan bisa ngamuk. Kalau perlu maki-maki mas Hasta juga bagus tuh, soalnya kelakuan dia mah ngeselin banget ih!"

Membicarakan soal Hasta, membuat Chaka kesal sendiri. Karena dia ini salah satu korban kejahilan laki-laki itu. Kelakuan Hasta yang kerap kali merecokinya, sebenarnya tidak menjadi masalah bagi Chaka. Ia tetap menyayangi laki-laki itu dan menerima semua perlakuannya dengan hati yang lapang, meski kerap kali kesal karena kadang kelewatan. Hanya saja, Chaka rindu pada moment kala Antoni pasang badan atau mencegah Hasta mengganggu dirinya. Moment itu sangat manis dan masih membekas, sehingga ia berharap akan berada dalam situasi seperti dahulu untuk kedua kali.

Itupun bila Antoni bersedia menerima mereka.

"Tahu gak, bang? Setiap tanggal abang ultah, aku selalu mergokin kak Dika lagi diem-diem tiup lilin dikamarnya dan make a wish untuk abang." tutur Chaka, dan perkataannya barusan sedikit menarik perhatian Antoni."Wajar sih kalau abang bilang kak Dika itu adik kesayangannya abang, soalnya dia effortnya juga gak main-main. Makanya aku gak pernah percaya setiap kali dia ngejelekin abang didepan orang rumah."

"Terus lo, lo benci sama gue?"

Chaka tersenyum, lalu dia mengangguk."Aku emang benci sama abang, siapa sih yang gak murka kalau tahu ayahnya dibunuh kayak gitu?" lalu ia menghela nafas dalam sebelum kembali melanjutkan ucapannya."Tapi setelah aku tahu semuanya, harusnya abang yang benci sama kami."

"Tapi gue gak pernah benci sama kalian." balas Antoni.

"Aku tahu, bang. Soalnya kan abang itu malaikat." Chaka kemudian menoleh, Antoni sepertinya tidak sadar bila sedang ia tatap."Sebenarnya aku tuh pingin banget dipeluk sama abang."

Chaka mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan keinginannya, setelah berkata seperti itu. Dia kembali fokus menatap kedepan."Tapi kayaknya abang gak mau ya peluk aku? Gak apa-apa deh, duduk disebelah abang gini udah buat aku seneng. Jangan usir aku ya, bang?"

Kembali Pulang [ Lee Jeno ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang