deux 𐙚 ˚.

1.2K 49 5
                                    

"Mau ke mana, Adek? Di sini aja sama Mas ya." Ia menarikku pelan sambil memutar tubuhku menghadapnya.
"Hey hey hey, it's okay, Dek. It's okay. Tenang ya. Ada, Mas. Tenangggg,"

"HhMMPpHh! hmMphh!!" Dengan nafas yang menderu aku dipaksa masuk ke dalam pelukan kuatnya.

Aku sudah beberapa kali mendorong tapi ternyata aku terlalu lemas untuk melawan. Badan atletisnya membuatku kalah telak untuk tetap berada di dalam dekapannya.

Aku hanya bisa menangis sambil pasrah. Aku gak bisa ngelawan. Aku terlalu lemes.

"Cup cup cup, jangan nangis dong dedek bayi." Ia menenangkanku dengan beberapa kalimat menjijikan semacam itu. Sambil diusapnya rambut belakang beserta punggungku.

Dia peluk aku cukup lama sampai aku benar-benar tenang. Sampai tangisku berhenti dan tubuhku tidak segemetar sebelumnya.

"Duduk dulu yuk, Dek." Ia menarik kedua tanganku untuk dikalungkan ke tengkuknya karena selanjutnya ia menggendongku seperti anak kecil.

Ditaruhnya aku di kursi gaming milik adiknya. Sudah dialasi selimut tebal juga untuk aku duduk di sana. Beberapa boneka disingkirkan supaya tidak mengganjal pula.

Seduduknya di sana aku sudah bisa mengatur nafas tapi lemas sekali rasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seduduknya di sana aku sudah bisa mengatur nafas tapi lemas sekali rasanya. Tenagaku habis. Kak Geo kembali membawa segulung vet wrap lagi.

"Di sini aja, Adek ya. Sama Mas. Mas jagain, Dek." Ucapnya sambil melakban memutar area ujung kaos kaki pendek yang di sekitar pergelangan tanganku. Sepertinya ia tidak mau aku melepasnya.

Begitu juga pada ujung kaos kaki di sekitaran pahaku.

Aku cuma bisa pasrah sambil netesin air mata lagi. Aku udah terlanjur lemas untuk sekedar narik tanganku.

"Adek, bisex kan?" Pertanyaan itu lagi.

Dengan segala pertimbangan karena takut diapa-apain, akhirnya aku pun mengangguk lagi. Bukan karena benar aku bisex, tapi karena aku terpaksa. Aku takut dibunuh.

Dia mengangguk-angguk sambil membuka segulung tali yang ia bawa. Aku yang melihat ia menyiapkan tali mulai mengeluarkan suara tangisku. "HhMmmmMppPhh~~~" sambil menggeleng pelan menunjukkan kalo aku gak mau diiket pake tali.

"Gapapa kok. Kan sama Mas. Ada Mas kok tenang aja." Lagi-lagi akhirnya aku cuma bisa pasrah saat kedua tanganku diikat kuat ke hand holder pada kursi tersebut.

Kakiku dikangkangkan dengan cara lututku diikat ke tiang sanggahan hand holdernya. Otomatis aku jadi gak bisa menutupi selangkanganku. Malu sekali rasanya mengangkang selebar ini di hadapan seorang pria.

Tak lupa juga pergelangan kakiku diikat ke tiang utama kursi supaya tidak bisa kemana-mana.

Punggung dan pinggangku juga diikat ala shibari olehnya. Semakin-makin aku gak bisa bergerak karena tertempel erat pada kursi.

Geo Swaddle (Geo Bedong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang