Hari mulai gelap. Yoga memutuskan memilih jalur pendakian resmi, meskipun masih ditutup. Keputusan itu kami ambil untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan. Meskipun bila bertemu pihak kepolisian hutan kami juga akan diamankan karena melanggar larangan mendaki.
Reruntuhan candi era majapahit menanti kami di pos berikutnya, tampak batu batu berukuan sedang hingga besar berserakan dan mulai ditumbuhi lumut. Pos Candi Sepilar, begitulah para pendaki menyebutnya. Langit mulai gelap, dengan pencahayaan yang terbatas kami, kami menyiapkan senter untuk menerangi perjalanan kami sampai ke camp di pos berikutnya.
Angin dingin berhempus terasa menusuk tengkukku. Sesosok makhluk besar dengan mata merah dan taring panjang menyeramkan terlihat menyambut kami ditempat ini. Lagi - lagi hanya aku yang menyadari hadirnya makhluk itu.
Tiba - tiba Risky menjatuhkan badannya ke tanah seperti ada energi besar yang menabraknya. Ia mengerang, wajahnya menunjukkan ekspresi marah dengan bola mata yang terbalik menyisakan putihnya. tangannya terus menggaruk tanah, membuat kami terkejut. Yoga bergegas memegangi tangan Risky yang mulai terluka karena terus menggaruk tanah, namun hanya dengan mengibaskan tangannya, Yoga terlempar dan membentur batu besar dekat reruntuhan candi itu hingga tak sadarkan diri.
Hujan mulai turun dan suasana semakin mencekam. Suara hewan malam mulai menggema seantero hutan. Risky merayap mendekat ke arah kami, ia terus menggumam dengan bahasa yang sulit kami mengerti. Dimas bergegas menghampiri yoga, membantunya duduk perlahan.
Aku mengamati sekeliling, tampak samar bayangan orang orang berpakaian seperti di zaman kerajaan muncul di sekitar kami. Mereka bergerak mendekat, mengikuti risky yang sejengkal lagi meraihku.
"Bocah iki wes gawe perkoro ning kene, saiki de'e kudu manggon ning kene, kanggo nebus kaluputane!"
*Anak ini sudah membuat masalah disini, sekarang dia harus tinggal disini untuk menebus kesalahannya!
Bisik makhluk yang merasuk dalam tubuh risky padaku.
Risky mengangkat tinggi sebongkah batu besar. Meletakkannya tepat diatas kepalanya, dan menjatuhkannya, darah segar bermuncratan ke segala arah. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian mengerikan itu. Aku memberanikan diri mendekat ke risky yang masih memiliki denyut nadi meski sangat lemah. Ia memutarkan kepalanya. Kini wajahnya yang penuh darah dengan bola mata yang hampir keluar tepat menghadapku. Ia menyeringai, memaksa rahangnya yang hampir patah untuk terbuka, bersama dengan suara tawa mengerikan, makhluk itu keluar dari tubuh risky bersama dengan sukma teman kami itu.
"Sekarang kita harus gimana Ar?" Tanya yoga sambil terisak.
"Kowe denger sendiri kan Yog apa kata makhluk itu? Dia harus tinggal disini" sahut Dimas.
"Tapi opo kamu tega, biarin sahabatmu ini tinggal disini? Kita bawa balik turun aja" Ucapku.
"Ora, aku gak setuju, kalo kita bawa turun, pasti akan ditanya orang orang di pos penjagaan! Mending kita kubur saja disini, udah itu jalan satu satunya." Bentak Dimas padaku.
"Edan kowe dim" teriak Yoga sambil menonjok wajah Dimas.
Ketegangan terjadi diantara kami. Keanehan kembali terjadi. Jasad Risky menghilang, berubah menjadi sebatang kayu besar. Satu yang kami percaya, itu tadi bukan Risky yang tewas, tapi jin yang menjelma menjadi Risky. Sedangkan jasad Risky yang sesungguhnya mereka sembunyikan disekitar sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lali Jiwo "Penjara Sukma Di Puncak Arjuno"
Mystery / Thriller"Siapapun yang datang kesana, sangat mustahil untuk bisa kembali! sekiranya mitos itu yang kami percaya sampai saat ini." Arjuno, Salah satu gunung yang menjadi destinasi favorit para pendaki di Jawa Timur, tak terkecuali bagi Ardi dan kawan kawanny...