Kami memutuskan bermalam di sebuah hamparan rumput yang luas, untuk mengistirahatkan diri dan menenangkan pikiran sambil mencari keberadaan Risky. Hanya ada satu tenda di tempat tersebut, mungkin itu milik pendaki lain. Namun kami tak menemukan tanda tanda adanya pemilik tenda tersebut disekitar tempat ini.
"Ar, Ardi... Tanahe atos banget to!" Teriak Yoga yang sedang sibuk menancapkan pasak tenda dome kami.
* "Ar, Ardi... Tanahnya keras banget!"
"Iya nih, keras banget, masa bawahnya batu? Padahal keliatan kalo ini tanah yang subur, harusnya empuk" sahut Dimas, sambil memukul pasak dengan batu.
"Coba pakai ini mas!" Kata seorang pendaki seumuran kami yang entah darimana datangnya, tau tau dia sudah berada dibelakang yoga.
"Ini ada sisa pasak saya" lanjutnya sambil memberikan kantong pasak pada Yoga.
Dari kantong pasak itu tercium bau anyir darah, Yoga tampak menutup hidungnya menahan bau tak sedap itu. Ia mengambil pasak dari kantong itu dan menancapkannya di tanah. Kali ini dia berhasil. Tenda berdiri dan kami meletakkan barang barang di dalam tenda.
"Makasih ya mas atas bantuannya, sendiri aja muncaknya?" Ucapku membuka obrolan dengan pendaki tadi.
"Iya mas, saya nyaman sendiri gini!" Jawab pendaki itu.
"Oh iya, kenalin saya Ardi" Ucapku sambil mengulurkan tangan.
"Nata" Jawab pendaki itu menyambut uluran tanganku.
Tangannya terasa dingin, jari jarinya pun tampak pucat, aku mengira dia sedang terkena hipotermia, karena ia hanya menggunakan jaket dan celana panjang yang sepertinya dari bahan yang tipis.
"Masnya sendirian aja, gak takut ilang atau dibawa demit to?" Sahut Yoga yang langsung ku balas dengan tamparan ke pipinya.
"Hust jangan ngawur kalo ngomong, inget risky belum ketemu!"
"Iya iya Ar, maaf" Jawab Yoga dengan wajah yang murung.
"Saya nyaman disini mas, gak ketemu juga gak papa" ucap Nata dengan nada yang sedih.
"Hah maksudnya gimana mas?" Aku kebingungan dengan jawaban Nata kali ini.
"Emm gak, gak ada mas" ia menggeleng ragu sambil mendekatkan tangan ke arah api unggun.
"Oh iya mas, kalo laper nanti bisa beli makan di sekitar sini, saya masuk tenda dulu." Nata berlalu menuju tenda, meninggalkan kami yang masih duduk di sekitar api unggun.
Beli makan? Aku masih belum faham dengan apa yang Nata katakan barusan. Aku mengabaikan ucapannya dan segera masuk tenda lalu disusul Yoga dan Dimas. Samar samar terdengar keramaian di sekeliling tenda kami. Aku duduk perlahan, memastikan ke sekeliling tenda. Aku ingat betul sore tadi hanya ada tenda kami dan Nata. Tapi mengapa malam ini sangat ramai, padahal pendakian masih ditutup.
Saat aku keluar tenda, tampak sebuah keramaian seperti pasar tak jauh dari tenda kami berdiri. Aku menoleh ke arah tenda Nata, namun tenda itu tak lagi ada disana. Yoga dan Dimas pun menyusul keluar tenda. Kami mengenakan jaket dan berjalan meninggalkan tenda menuju keramaian itu, mencoba memastikan apa yang ada disana. Tampak para pedagang dan para pembeli sedang bertransaksi layaknya pasar di keramaian kota. Banyak para pendaki yang sedang asik menyantap makanan dan cemilan di pasar itu. Namun mereka semua tampak aneh, wajah mereka datar, tanpa ekspresi.
"Ar, ini paling yang dibilang Nata tadi!" Bisik Yoga.
"Aku jadi laper, makan bakso enak paling ya dingin dingin gini" Celetuk Dimas.
"Kalo kalian mau makan makan aja, aku gak usah." Timpalku
Kami pun duduk di salah satu warung. Dimas dan Yoga memesan bakso, sedangkan aku hanya duduk menemani mereka.
"Mas, bakso dua ya!" Kata Dimas pada sang penjual.
Penjual itu hanya mengangguk pelan. Kami duduk menunggu pesanan datang sambil memikirkan kemanakah kami harus mencari Risky.
"Lho Nata!!" Yoga terkejut, saat mendapati Nata yang menghantarkan bakso pesanannya.
Nata hanya diam, ia berjalan mendekat ke arah kami, menyeringai, wajahnya berubah menjadi sosok yang menyeramkan, lidahnya menjulur panjang, wajah yang mulai membusuk dengan satu bola matanya terlepas dari lubangnya.
"Sugeng Rawuh Ing Pasar Dieng!!" Ucap makhluk itu.
*Selamat datang di Pasar Dieng
Seketika suasana menjadi mencekam, banner warung berubah menjadi kain kafan lusuh, bakso pesanan Yoga berubah menjadi daun jati yang diatasnya ada dua bola mata, tanah dan setumpuk belatung yang menggeliat. Semua pedagang dan pembeli disekitar kami berubah menjadi koloni pocong yang jumlahnya ratusan dengan wajah wajah hitam, busuk dan mengeluarkan belatung, mereka semua menoleh dan mendekat ke arah kami.
"Lari Rek!! Balik ke tenda!" Perintahku sembari menarik tangan Yoga dan Dimas.
Kami berlari kembali menuju tenda, menerjang koloni pocong yang menghalangi jalan kami. Sial, kami berada di Pasar Dieng, Pasar Setan yang sering dibicarakan para pendaki. Tak banyak yang dapat kami lakukan selain berdoa dan berdiam diri dalam tenda, Berharap semua kejadian ini hanya mimpi. Malam itu kami tidur dengan dihantui rasa takut dan was was, khawatir jika makhluk makhluk halus itu merangsak masuk ke tenda kami. Syukurlah saat pagi tiba semua kengerian itu sudah berhenti.
Kami melihat Nata sedang merapikan tendanya, dan akan melanjutkan perjalanan. Kami menanyakan tentang kejadian semalam dan dia meyakinkan kami bahwa yang kami temui di pasar dieng bukanlah dia, ia semalam hanya memindahkan lokasi tenda karena angin yang kencang membuat dirinya merasa kedinginan. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan pencarian Risky dengan dibantu Nata, yang katanya sudah beberapa kali mendaki gunung ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lali Jiwo "Penjara Sukma Di Puncak Arjuno"
Mystery / Thriller"Siapapun yang datang kesana, sangat mustahil untuk bisa kembali! sekiranya mitos itu yang kami percaya sampai saat ini." Arjuno, Salah satu gunung yang menjadi destinasi favorit para pendaki di Jawa Timur, tak terkecuali bagi Ardi dan kawan kawanny...