03. This Is How It Went

94 11 0
                                    

Dari sekian banyak hal random yang pernah terjadi di kehidupan kuliahnya. Bagi Meisya, jalan-jalan malam selesai berkegiatan penuh seharian untuk sekedar cari makan sambil ngobrol-ngobrol ringan itu rasanya sedikit aneh. It doesn't necessarily mean that she's too busy with all her assignments. No. Most of her friends are the type who spend their nights at cafés, just chatting, working on their tasks, or hanging out with their boyfriends while working on their tasks. Duh. That's just not her thing.

Kecuali hari ini. For the very first time, Meisya bersedia diajak 'cari udara segar' tanpa tujuan spesifik. Lelaki itu memintanya menemani makan malam tanpa tahu mau makan apa, dan Meisya tidak protes. Biasanya, Ia akan selalu mencari seribu alasan setiap kali Namira atau pun Juli mengajaknya nugas di luar.

'Sya, gue gak mau ya kalau diskusinya di kos lo lagi!'

'Meisya, otak lo apa gak sumpek diem di kosan mulu?!'

Perempuan itu sudah kenyang dengan omelan teman-temannya, karena siapapun yang saat itu ditakdirkan untuk satu kelompok dengan Meisya, dia tidak ragu untuk mengajak mereka mengerjakan tugas di tempatnya.

And he is Arion Naja. Lelaki yang baru Ia temui dua bulan lalu itu adalah orang yang akhir-akhir ini membuat kehidupan Meisya lebih berwarna? No? She's not sure about it, but the point is, Meisya enjoys it when Arion talks a lot—sharing things she didn't know before, giving updates, and vice versa.

She loves this unexpected new routine, which is something she never planned on when she made her four-year college plan. She's totally an INFJ. Okay, but forget about that.

"Bu, sate ayam asin pedas sama nasi 1 porsi-..." Pria itu kemudian melirik ke arah perempuan di sebelahnya yang masih bingung melihat-lihat menu, "Kamu jadinya mau makan apa, Sya?"

"Uhm, wait-... Ibu saya sate ayam asin pedasnya juga sama 1 porsi tapi pakai lontong ya, Bu."

Beruntungnya mereka datang pas tempat itu gak terlalu ramai, biasanya orang-orang harus antri dan menunggu lama untuk makan di sini. Hanya sekitar 10 menit mereka menunggu, pesanannya sudah siap di antar ke meja, "Makasih, Teh." Perempuan itu menerima makanannya dengan sumringah, Ia juga tersenyum ketika melihat Arion memberikan sendok dan garpu yang sudah Ia lap lebih dulu dengan tisu kepadanya, "Makasih juga, Ar. Hehehe. Selamat makan!"

"Enak?"

Meisya mengangguk memberikan jawaban, "Enak. Aku biasa beli ini juga kok, Ar." Tuturnya memberi informasi sambil melanjutkan beberapa suapan terakhirnya.

"Loh, katanya belum pernah?" Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, mereka itu literally pergi tanpa plan apapun. Katanya lelaki itu mau mengajak Meisya berkeliling melihat-lihat jalanan sampai bosan, barulah setelah merasa lapar mereka memutuskan untuk mencari makan malam. Arion yang inisiatif mengajak perempuan itu ke tempat yang biasa Ia kunjungi dengan teman-temannya. Lelaki itu juga sempat bertanya dan Meisya langsung mengiyakan karena katanya dia belum pernah datang ke sini sebelumnya.

"Maksudnya tuh belum pernah makan langsung ke tempatnya." Ujarnya menjelaskan, "Biasanya aku pesen online. Eh, ternyata kalau datang ke sini jauh lebih enak dan lebih murah ya? Approved banget, tadinya aku kasih rating 4,9."

"Sekarang?"

"Sekarang jadi 5!" Lanjutnya antusias sambil mengangkat jempol dan pria itu tertawa melihatnya.

"Sya, waktu pertama kali ketemu aku kira kamu orangnya kalem."

"Lah, aku emang kalem aslinya."

"Kamu diem banget, Sya, kayak patung. Buktinya aku yang ajak ngobrol kamu duluan 'kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

25 Hours (You're worth it)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang