3. Doctor and Ambitions

155 38 9
                                    


UNSPOKEN

==================================================

.

.

"kak"

"hmm.."

"besok pagi jadwal kita berkunjung kan?"

kale melihat kalender di meja kerjanya, pertanyaan jennie membuatnya harus menghentikan kegiatannya dalam membaca jurnal. setumpukan buku-buku tebal dengan berbagai patung organ-organ manusia tersusun kacau di meja tersebut. tidak ada kata rapi jika kale tengah belajar

"iya jen, kamu benar" jawab jisoo, ia kembali melakukan aktivitas yang sempat terhenti

jennie yang mendengarnya hanya menatap bosan pada sang maniak organ, kakaknya. ia merasa hidup bersama robot, bukan manusia. lihatlah layar komputer yang menampilkan berbagai jenis huruf dan formula angka yang entah fungsinya apa. jennie merebahkan dirinya di kasur sang kakak, tidak peduli jika nanti kakaknya kesal karena selimutnya menjadi berkerut tidak simetris

"kak jisoo.." rengeknya kembali

"apa jen?"

"aku kangen mama... juga papa. kakak gak kangen?"

kale menghela nafasnya, ia menghentikan seluruh pekerjaannya dan berjalan menuju kasur. dielusnya kepala sang adik yang tengah telungkup dibawah selimut

"besok kita berkunjung"

"tapi aku ingin memeluk mereka"

"jen.."

"aku tahu.. aku tahu kak, aku... hanya rindu"

"tidurlah.."

melihat sang adik mulai menutup mata, jisoo kembali berjalan menuju meja kerjanya. namun ia hanya diam dan menyandarkan tubuhnya di kursi. pikirannya melalang buana pada kenangan-kenangan indah masa kecilnya.

keluarganya bukanlah kalangan atas. mereka hanyalah cukup, karena dicukupkan. mereka bisa makan untuk esok hari dan punya rumah untuk bernaung. tidak ada iri dan dengki, tidak ada tuntutan. asal mereka bersama hingga tua, hal itu sudah cukup

tapi kata cukup tidak bertahan lama. ayahnya dituduh sebagai pembunuh dan dihukum mati saat usianya 12 tahun. ibunya menyusul meninggal 2 tahun kemudian. malangnya, sang ibu dibunuh dengan sangat keji ketika sibuk bekerja banting tulang memenuhi kebutuhan, dan ironisnya jisoo kecil menyaksikan hal tersebut dan tidak mampu berbuat apapun selain meraung meminta pertolongan walau bantuan tak pernah datang. ingin mengusut kasus, tapi tak punya kenalan

jisoo dan jennie ditinggalkan saat masih belia, tidak ada sanak keluarga yang sudi menampung anak pembunuh dan korban pembunuhan, tidak ada tetangga yang mengasihani anak yatim-piatu yang dikucilkan dengan aib yang diturunkan

hidup jisoo dan jennie tidak semulus pikiran orang-orang, mereka hidup dijalanan dengan dendam menggenang. hingga beberapa tahun kemudian, ada seorang jaksa yang menyatakan bahwa ayahnya merupakan korban salah tuduh yang kemudian hanya diberikan uang tebusan.

marah?

kecewa?

menangis, meraung? menuntut balik?

tidak bisa, - sudah terlambat.. yang bisa mereka lakukan hanyalah menahan segala perasaan yang bertumpuk berkecamuk dalam dada. jennie yang kemudian memiliki cita-cita sebagai pengacara, dan jisoo yang memiliki ambisi lain di bidang ilmu forensik. jisoo ingin berhasil, dengan kemampuan dan otak cerdasnya, jisoo ingin membuktikan pada dunia bahwa kebenaran bisa didapatkan bahkan dari mayat yang sudah tidak dapat bicara

UNSPOKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang