Panasnya Meja Guru (2)

3.7K 7 0
                                    

Sentuhan Samar yang Panas

Hari-hari setelah percakapan itu seharusnya membawa jarak yang lebih jelas di antara mereka. Namun, kenyataannya adalah kebalikannya. Baik Alya maupun Arya semakin sulit melepaskan pikiran mereka dari satu sama lain, terutama setelah pertemuan di akhir kelas kala itu. Setiap kali mereka berada di ruang kelas yang sama, meskipun tak ada kata yang terucap, ada sesuatu yang mengalir di antara mereka-sesuatu yang tak bisa diabaikan.

Kini, selain tatapan-tatapan mencuri yang semakin sering, meski masih begitu jarang, namun ada sentuhan kecil yang perlahan mulai terjadi. Sentuhan yang mungkin terlihat sepele bagi orang lain, tapi bagi Alya dan Pak Arya, setiap kontak fisik kecil itu seperti memercikkan api yang mereka coba padamkan.

Suatu hari, di ruang kelas yang hampir kosong setelah pelajaran berakhir, Alya duduk di mejanya, mengerjakan tugas terakhir yang harus dikumpulkan minggu itu. Teman-temannya sudah bergegas keluar, meninggalkan Alya sendiri. Ketika dia hampir selesai, Pak Arya mendekat untuk memeriksa hasil kerjanya.

"Kamu sudah mengerti semua ini, kan?" tanyanya dengan tenang sambil memandang lembar tugas Alya.

Alya mengangguk, tapi sebelum ia sempat menjawab, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Tangan Pak Arya-yang tadinya hanya menelusuri lembar tugas di mejanya-perlahan menyentuh ujung jari kelingking Alya yang ada di ujung bukunya. Sentuhan itu begitu singkat dan samar, nyaris tidak disengaja, tapi cukup untuk membuat jantung Alya berdetak lebih cepat. Ia mengangkat kepalanya dan menatap Pak Arya. Matanya bertemu dengan tatapan lembut namun tegas yang sulit diartikan, seolah ada hal lain yang takut ia artikan.

Mereka tidak mengatakan apapun, dan Pak Arya segera menarik tangannya, seolah tak terjadi apa-apa. Tapi perasaan yang keduanya rasakan tetap ada, menggantung di udara dan menyirami mereka dengan perasaan yang lebih intens dari sebelumnya.

Hari-hari berikutnya, sentuhan-sentuhan seperti itu mulai muncul lebih sering. Bukan sesuatu yang mencolok-bahkan bisa dibilang kebetulan-tapi Alya tahu bahwa itu bukan hal yang bisa dianggap biasa. Seperti saat mereka berada di perpustakaan, Pak Arya datang untuk memeriksa tugas Alya lagi. Ketika ia menyerahkan kembali bukunya, jari-jari mereka bertemu untuk beberapa detik lebih lama dari yang diperlukan. Sekali lagi, Alya bisa merasakan detak jantungnya melonjak.

Tak ada yang menyadari ketegangan diantara keduanya. Bagi siswa atau guru lain penghuni sekolah menengah atas itu, tak ada yang terjadi, Arya terlalu mahir menutupi api samar diantara dirinya dan sang murid. Tak ada yang sadar akan sentuhan itu. Kalaupun ada yang lihat, pastilah mereka mengira itu tak disengaja dan biasa saja, selayaknya guru atau orang tua biasa.

Setiap kali itu terjadi, Alya tak bisa menolak perasaan yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Ada kegelisahan yang datang bersamaan dengan sentuhan-sentuhan kecil itu. Meski Pak Arya tak pernah mengatakan apapun yang terlalu eksplisit, Alya tahu bahwa hubungan mereka semakin mendekati batas yang tak seharusnya dilewati.

~~

Pagi itu, seperti biasa, para siswa dan siswi sekolah, juga guru berlalu lalang melewati lorong sekolah dengan tujuan mereka masing-masing. Kelas dalam lima belas menit akan segera dimulai. Alya pun demikian, ia sudah menenteng tasnya dan berjalan santai menuju kelasnya, ia masih brgitu fresh dan bersemangat untuk hari barunya, ketika ia sedang berjalan diantara kerumunan murid-murid lain yang juga sedang menuju ruang kelas, ia melihat Pak Arya berjalan tak jauh di depannya. Mereka berpapasan, seperti biasa.

Namun kali ini, ketika mereka semakin dekat, Pak Arya dengan lembutnya, dalam diam menyentuh lengan Alya, hanya sekejap. Sentuhan itu begitu halus, seolah hanya sebuah isyarat yang nyaris tak terlihat, tapi cukup untuk membuat Alya berhenti sejenak. Pak Arya tidak menoleh, ia hanya melanjutkan jalannya tanpa berkata sepatah kata pun.

Alya berdiri diam di tempat, mengingatkan dirinya untuk bernapas. Sentuhan itu seolah meninggalkan jejak, rasa yang tak kunjung hilang. Di dalam hatinya, ia merasa semakin bingung. Pak Arya tak pernah berkata langsung tentang apa yang ia rasakan, tapi tatapan dan sentuhan-sentuhan kecil itu mulai berbicara lebih dari yang bisa mereka ucapkan.

Sampai pada suatu sore, ketika kelas sudah kosong dan hujan rintik-rintik mulai turun di luar jendela. Alya duduk sendirian, menatap keluar, mencoba menenangkan pikirannya setelah hari yang panjang. Ia tak menyangka bahwa Pak Arya kembali masuk ke kelas, meski tak ada lagi siswa yang tersisa.

Arya tak menutup pintu kelas, ia berdiri sejenak di depan kelas, menimbang sejenak. Ia tahu di lantai itu sudah tak ada orang lain. Telapak tangannya terkenal sejenak sebelum ia mengambil langkah maju dengan tenang.

Ia mendekati Alya dengan langkah pelan, suara sepatunya hampir tak terdengar di lantai keramik, suara langkahnya tenang, namun begitu terkesan jantan, dan itu membuat sang murid merinding panas tak karuan, apalagi mereka hanya berdua, lagi, di sana.

"Kamu belum pulang?" tanyanya dengan nada yang terdengar lebih hangat daripada biasanya.

Alya menggeleng, mencoba fokus pada buku di depannya. "Masih menunggu jemputan, Pak."

Pak Arya berhenti melangkah tak jauh dari Alya, ia berdiri di samping meja Alya, tatapannya tak beralih dari wajah gadis itu. "Kamu terlihat lelah," katanya, kali ini suaranya begitu pelan, nyaris seperti bisikan dan terdengar dalam khas pria dewasa.

Alya yang mendengar suara itu saja sudah meneguk ludah gugup, ia mengangkat wajahnya dan menatap langsung ke mata Pak Arya. Jarak mereka begitu dekat, lebih dekat dari yang seharusnya. Dan sebelum ia bisa mengucapkan sesuatu, Pak Arya menunduk sedikit, dan tangannya sekali lagi menyentuh lengan Alya. Kali ini, sentuhan itu lebih lama, lebih jelas.

"Alya," kata Pak Arya pelan, masih menatapnya dengan mata yang sulit dibaca. "Kamu.." ia sedikit ragu. Arya menhela napas sejenak dan melepas tangan Alya, ia kembali berdiri tegak.

"Ada tugas yang tak kamu tahu? Jawaban ulangan tadi salahkan?" Tanyanya, dan ia menarik kursi di belakangnya dan duduk di samping Alya. Langkahnya berbeda dengan biasanya. Jika sebelumnya ia hanya akan bertanya sejenak dan mencari sentuhan ringan sebelum pergi, kini pria itu melangkah sedikit lebih jauh dengan menetap di sana dan duduk di sebelah Alya.

Alya menatapnya dengan mata yang membulat, merasakan campuran perasaan yang sulit dijelaskan. Ia tahu ini sudah terlalu jauh. Tapi saat ini, dengan hujan yang menetes di luar jendela, suasana yang begitu sunyi, dan tatapan Pak Arya yang tak terlepaskan, segalanya terasa begitu salah namun juga tak bisa dihindari.

"Pak..." bisik Alya, tapi kata-katanya terhenti di tenggorokan.

Pak Arya membenarkan posisi kursinya, tak sengaja tangannya menyentuh lutut gadis itu yang memang tak tertutup rok sekolahnya yang pendek itu. Kontak kulit itu begitu perlahan sebelum Arya menarik tangannya menjauh, namun sentuhan itu meninggalkan bekas yang tak mudah hilang. "Saya hanya bertanya tugas," ucapnya, nadanya kembali menjadi tenang dan terkendali.

Alya hanya bisa mengangguk samar. Ia merasa seluruh dunianya sedikit terguncang. Ia tahu kabut yang menyelimuti mereka mengartikan arti lain dari sekadar guru dan murid. Ia paham dan mengerti. Itu sangat berbeda dengan saat ia bersama teman-teman lelaki di kelasnya.

"Coba liat lembar ulangan kamu" ujar Arya sembari sedikit bersandar mendekat.

Alya mencoba menetralkan detak jantungnya dan segera mengambil lembar ujiannya itu dan meletakkan di meja. "I-ini, Pak" ucapnya dengan canggung.

"Apa yang tidak kamu mengerti?" Tanya Arya.

Alya sedikit ragu menjawab, sebelum mengambil penanya dan menunjukkan bagian yang tak ia paham. Setelahnya Arya memang mengajarinya. Mungkin sekitar 10 menit, namun bagi keduanya, itu terasa begitu lama. Cara Arya menjelaskan pun lebih lembut dari ia yang dikenal Alya dan murid lain di dalam kelas.

Entah mengapa, saat itu mereka bukan sedang sesi belajar tambahan biasa. Rasanya seperti mereka sedang berkencan sepulang sekolah, mencuri menit-menit yang tersisa dan berbagi waktu bersama.



Kira-kira, sesi belajar mereka bakal berubah jadi sesi lain ga ya?🤭🤫

Stay tune guys
With luv, Enokiy.

RAHASIA RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang