BRUK"Lo gila ya"
"Lo mau mati?"
"JAWAB" dengan amarah yang memuncak seorang laki-laki menarik paksa pergelangan tangan perempuan yang ada di depannya.
"IYA GUE MAU MATI MAU APA LO HAH?" dengan mata memerah menahan air mata Sevia menatap balik sosok laki-laki yang tadi menarik dirinya dari tepian jembatan.
"Udah berapa kali gue bilang jangan ngelakuin hal bodoh kaya gini lagi" melihat sisi rapuh dari sosok perempuan yang ada di depannya Juan mulai melunakkan nada bicaranya.
"Gue capek, gue nyerah Juan gue gak sanggup" runtuh sudah air mata yang sedari tadi di tahan pun tak bisa di bendung lagi.
"Cuma cara ini yang terlintas di kepala gue"
Dengan lemas Sevia terduduk diatas jalanan yang kotor.
Juan mensejajarkan dirinya dengan Sevia dan dengan perlahan memegang kedua pundaknya "seberat apapun masalahnya jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup dengan cara kaya gini"
"Inget semua wishlisht yang belum terealisasi kan, semua mimpi yang belum Lo raih bangkit Lo gak sendiri"
Grep
Juan menarik Sevia kedalam dekapannya "ada gue, gue akan selalu ada buat Lo"
Setelahnya Hanya tangisan pilu yang terdengar, dengan sabar Juan terus-menerus membisikkan kata penenang untuk Sevia
"Udah sampe jangan lupa mandi, makan, terus langsung tidur. Istirahatin badan sama pikirannya""Iya"
"Yaudah gue pamit"
"Hati-hati"
Juan mulai menjalankan kembali kendaraan nya meninggalkan pekarangan rumah Sevia.
Baru saja Sevia memasuki area rumahnya tiba-tiba suara seseorang menghentikan langkahnya.
"Bagus keluyuran terus, gue telpon gak diangkat so sibuk banget Lo"
Apakah orang yang ada didepannya ini tidak melihat bagaimana kondisi dirinya, seharusnya Sevia tidak usah pulang saja hari ini.
"Lo gak liat apa kondisi gue lagi kacau kaya gini?"
"Jangan ngajak ribut dulu gue capek"
Saat akan kembali melangkahkan kakinya tiba-tiba Sevia merasakan tarikan di area tangannya.
"Heh gue belum selesai ngomong ya, Lo tuh sebagai kakak kayaknya gak guna banget deh. Harusnya Lo itu bisa menuhin semua kebutuhan dan keinginan gue" tanpa perasaan Cilla mencengkram tangan Sevia dengan kuat.
"Lo kurang ajar tau gak, gak sopan banget ngomong kaya gitu" Sevia menatap Cilla dengan tajam.
"Lo mau gue bersikap sopan sama Lo? Kalo mau harusnya Lo berguna dulu buat gue" tanpa tahu malu Cilla melipat kedua tangannya diatas dada dan menatap Sevia rendah.
Habis sudah kesabaran Sevia mendengar perkataan merendahkan yang keluar dari bibir adiknya sendiri.
"Kurang berguna apa lagi gue buat Lo hah? Semua kebutuhan Lo udah gue penuhin setiap keinginan Lo gue kabulin, gue capek-capek kerja dari siang sampe malem cuma buat ngejamin hidup Lo eh taunya orang yang gue bela-belain gak tau diri" dengan senyum remeh Sevia meluapkan semua emosinya.
"Kalo bukan dari gue Lo gak akan bisa ngikutin gaya temen-temen Lo itu, kalo bukan karna mama sama papa gue males banting tulang kaya gini cuma buat menuhin gaya hidup mewah Lo itu"
Cilla mengepalkan kedua tangannya menahan amarah saat mendengar luapan emosi dari Sevia.
"Cih bener-bener gak guna, perhitungan banget jadi kakak"
Tanpa ingin berlama-lama lagi dan kembali berdebat dengan adiknya Sevia pun melanjutkan langkahnya meninggalkan Cilla dengan semua emosinya.
"Gue harus berkorban kaya gimana lagi" Sevia menyandarkan punggungnya dibalik pintu kamarnya.Jika saja dinding kamar bisa berbicara mungkin saja saat ini sudah mengeluh bosan mendengarkan keluhan Sevia.
"Muak banget tinggal di lingkungan yang kaya gini"