Malam semakin larut, dan ruangan tempat Rafael dirawat tampak tenang. Hanya suara mesin ventilator dan monitor detak jantung yang terdengar samar, menemani keheningan di ruangan itu. Amalia duduk di kursi di sebelah tempat tidur, tatapannya tak lepas dari Rafael, yang masih terbaring dalam kondisi koma. Meski tubuhnya diam tak bergerak, peralatan yang mengelilingi Rafael tetap bekerja, menjaga kehidupan di dalam tubuhnya tetap berjalan.
Setiap malam adalah ujian kesabaran dan kekuatan bagi Amalia. Dengan adanya ventilator yang membantu pernapasan Rafael, NGT untuk memberikan nutrisi, serta berbagai alat lainnya yang menopang kehidupannya, Amalia menyadari betapa rapuhnya keadaan ini. Namun, di sisi lain, ada harapan yang tumbuh di hatinya, seolah mesin-mesin itu memberi waktu kepada Rafael untuk bertarung dan kembali ke kehidupannya.
Amalia menggenggam tangan Rafael dengan lembut. Ia menunduk, menempelkan dahinya di punggung tangan tunangannya, merasa butuh untuk lebih dekat. Meskipun dinginnya malam mulai merayap, ada kehangatan dalam sentuhan itu, memberi Amalia kekuatan untuk tetap bertahan.
"Aku tahu kau mendengarku, Rafael," bisiknya pelan, seolah takut mengganggu kedamaian malam itu. "Kau tidak sendirian. Aku di sini, bersama orang tuamu, Selena, dan semua orang yang mencintaimu. Kami menunggumu bangun... Kami percaya kau bisa melakukannya."
Amalia menghela napas panjang, matanya yang lelah sedikit memerah karena kurang tidur. Namun, ia tak akan menyerah. Ia tahu bahwa setiap detik yang ia habiskan di sini penting, bahwa Rafael mungkin bisa merasakan kehadirannya, meskipun tubuhnya tidak merespons.
Saat ia sedang termenung, pintu ruangan terbuka perlahan. Seorang perawat wanita, Maya, masuk untuk melakukan pemeriksaan malam. "Amalia, kau masih di sini?" tanya Maya dengan nada lembut, seolah sudah mengetahui jawabannya.
Amalia tersenyum tipis, meskipun kelelahan jelas tergambar di wajahnya. "Ya, aku tidak bisa pergi begitu saja. Aku ingin selalu ada untuknya."
Maya mengangguk penuh pengertian. "Aku mengerti. Kau sangat kuat, Amalia. Tapi ingatlah juga untuk menjaga dirimu. Rafael membutuhkanmu dalam kondisi yang baik."
Amalia tahu bahwa Maya benar, tetapi saat ini hanya satu hal yang penting baginya—Rafael. Perawat itu dengan sigap memeriksa alat-alat vital dan memastikan semuanya berjalan normal. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia menepuk bahu Amalia dengan lembut. "Aku akan kembali beberapa jam lagi. Istirahatlah, meskipun hanya sebentar."
Setelah Maya pergi, Amalia mencoba memejamkan mata sejenak di kursi, tapi pikirannya terus berputar, memikirkan masa lalu bersama Rafael. Ia teringat saat-saat mereka bersama, ketika Rafael masih tersenyum dan tertawa. Seolah-olah semua kenangan indah itu kini jauh dari jangkauan.
Namun, saat ia membuka matanya kembali, melihat Rafael yang terbaring di sana, Amalia menyadari bahwa kenangan-kenangan itu tidak hilang. Mereka hanya tertidur, menunggu Rafael untuk kembali dan membangkitkan semua itu. Di tengah malam yang sunyi, Amalia tetap menjaga harapannya hidup, mempercayai bahwa suatu hari nanti, Rafael akan membuka matanya dan mengucapkan nama yang begitu ia rindukan.
Malam semakin larut, dan meskipun tubuh Amalia terasa lelah, semangatnya tidak pernah padam. Ia bersumpah dalam hatinya bahwa ia akan berada di sini, menunggu dan merawat Rafael, tidak peduli seberapa lama waktu yang dibutuhkan. Selama Rafael masih berjuang, ia juga akan terus berjuang.
Dalam kelelahan yang begitu dalam, akhirnya Amalia tertidur di kursi di samping tempat tidur Rafael. Matanya tertutup, dan perlahan-lahan, ia jatuh ke dalam mimpi yang terasa begitu nyata. Dalam mimpi itu, ia berada di taman yang indah, penuh dengan bunga-bunga berwarna cerah yang ditiup angin lembut. Cahaya matahari menerangi setiap sudut, memberikan kehangatan yang menenangkan. Di kejauhan, ia melihat sosok yang sangat dikenalnya — Rafael.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IN SILENCE
Fiction Historique**Sinopsis: "LOVE IN SILENCE"** Rafael, pangeran mahkota yang koma akibat kecelakaan, dirawat dengan penuh kasih oleh Amalia, tunangannya sekaligus seorang perawat. Meski tak ada jawaban, Amalia tetap setia merawatnya, berbicara tentang kenangan dan...