BAB I: Sentuhan di Ujung Waktu

4.3K 21 0
                                    

Tidak ada yang menyangka bahwa di balik senyuman ramah dan suasana kelas yang tenang, tersimpan sebuah rahasia ketegangan samar yang hanya diketahui oleh dua orang—dia dan gurunya. Alya, siswi yang cerdas dan selalu menjadi kebanggaan sekolah, tak pernah terlihat berbuat hal yang mencurigakan. Sementara Pak Arya, guru matematika di sekolah mereka yang terkenal strict dan tak suka basa-basi. Gaya mengajarnya yang tenang, namun gesit dan cukup ketat, ditambah penampilannya yang menarik, membuatnya menonjol di antara guru-guru lainnya meski tak ada yang berani mencoba mendekatinya.

Di kelas, hubungan mereka tampak seperti guru dan murid pada umumnya. Alya sama seperti murid lainnya, bertanya tentang tugas-tugas dan materi, sedang Arya dengan tenang menjelaskan setiap detail. Tidak ada yang mencurigakan. Namun, di balik interaksi mereka yang profesional, ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang tak disadari oleh siapapun di sekitar mereka, sesuatu yang bahkan bagi keduanya masih begitu samar dan tak terdefinisikan.

__

Kelas hari itu terasa lebih lambat dari biasanya, seperti jam yang enggan berputar. Udara siang yang hangat dari luar jendela perlahan masuk, membuat beberapa siswa di kelas mulai menguap di tengah pelajaran. Alya duduk di barisan tengah, tepat di bawah pengaruh angin dingin dari air conditioner yang menempel di dinding bagian atas kelasnya itu. Ia duduk di barisan kedua dari depan, tepat di tengah kelas.

Tempat favoritnya, karena dari situ ia bisa fokus pada papan tulis dan tidak teralihkan oleh teman-teman yang sering bercanda di belakang. Hari itu, seperti biasa, pelajaran matematika sedang berlangsung. Namun, bukan kantuk yang membuatnya gelisah. Ada sesuatu yang berbeda hari ini, sesuatu yang tak bisa ia jelaskan dengan mudah.

Pak Arya, guru matematika yang sejak awal tahun masuknya ia ke SMA itu, sudah mengajar kelas mereka, tampak seperti biasa. Ia berdiri di depan papan tulis, menjelaskan materi dengan tenang dan terstruktur. Suaranya yang rendah dan dalamdan penuh keyakinan, begitu manly selalu mampu mengheningkan penghuni kelas, bahkan ketika topik yang dijelaskan terasa membingungkan.

Tapi hari ini, ada sesuatu yang lain. Tatapan Pak Arya terasa lebih sering berhenti pada dirinya. Itu sudah terjadi cukup lama, sekitar beberapa minggu. Awalnya, Alya berpikir itu hanya perasaannya, tapi setiap kali ia mengangkat wajahnya, baik di dalam maupun di luar kelas, ia mendapati mata Pak Arya menatapnya lebih lama dari yang seharusnya.

Alya berusaha mengabaikannya. Mungkin memang kebetulan. Lagipula, ini bukan pertama kali ia merasa diawasi. Pak Arya dikenal sebagai guru yang strict dan tegas pada siswa-siswanya, selalu memastikan setiap murid memahami materi. Namun, tatapan yang satu ini terasa berbeda. Ada semacam intensitas yang membuat Alya sulit untuk memfokuskan diri pada rumus-rumus matematika yang tertera di papan.

Saat ia melirik ke depan, pandangannya bertemu dengan Arya, yang tengah menatapnya tanpa ekspresi. Ia segera menunduk, pura-pura mencatat di bukunya, meski tangannya sedikit gemetar.

Di luar kelas, Alya mencoba mengabaikan perasaannya. "Mungkin aku hanya terlalu sensitif," pikirnya. Tapi semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin sulit rasanya. Setiap kali ia berjalan di lorong dan kebetulan melewati ruang guru, pandangan sang guru terasa seperti sebuah tarikan halus, membuatnya melirik, meski hanya sekilas.

Ketika bel akhirnya berbunyi, suara riuh siswa yang bersiap pulang memenuhi kelas. Alya tetap di tempatnya, merapikan buku catatannya dengan lambat. Ia tak ingin terlihat terburu-buru, meski dadanya berdebar kencang. Pak Arya masih berada di depan, memandangi tumpukan kertas di mejanya. Sesekali, tatapannya melayang kembali ke arah Alya, namun kali ini lebih singkat—mungkin karena siswa lain masih berada di kelas.

"Alya, kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada yang samar-samar terdengar sedikit lebih lembut dari ia yang biasanya tegas. Alya terkejut, tak menyangka dia akan disapa.

"I-iya, Pak," jawab Alya, sambil mencoba tersenyum, meski ada sedikit ketegangan dalam suaranya.

Arya mengangguk pelan, tapi tatapannya tetap terfokus pada Alya. Ia melangkah mendekat dan mencondongkan tubuhnya, memeriksa catatan Alya, meski tujuan sebenarnya dari pria itu adalah hendak berdekatan dengan sang murid. "Jangan banyak melamun di kelas, Alya" ujarnya singkat.

Alya terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tak pernah ia duga. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa ia merasa selalu diawasi? Dan kenapa Pak Arya selalu menatapnya seperti itu? Mereka berdua terjebak dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikiran sendiri.

Namun, di balik ketidaknyamanan itu, ada sesuatu yang tak terucap—sesuatu yang mereka berdua tahu tak bisa mereka ungkapkan begitu saja. Alya merasa bingung, tapi tak bisa memungkiri bahwa ada tarikan aneh antara dirinya dan gurunya.

"Saya duluan" ucap Arya, dengan lihai seolah tak sengaja, jemarinya bersentuhan singkat dengan tangan gadis itu. Sentuhan ringan itu saja hampir membuat pria dewasa itu mendesah pelan, namun segera ia tahan.

Saat ia berjalan menuju pintu keluar, Pak Arya menolah kecil dan memanggil nama muridnya itu.

“Alya.”

Alya kembali terpaku, hanya ia sendiri yang mendengar namanya itu keluar dari bibir sexy pria itu dengan begitu dalam, ia menghela napas sebelum berbalik dengan cepat. “Iya, Pak?”

Pak Arya menatapnya sejenak sebelum menjawab, seolah mencari kata-kata yang tepat. “Hati-hati di jalan.”

Hanya itu. Kalimat yang sangat sederhana, tapi entah mengapa terasa begitu dalam. Tak ada yang lebih, tampak jelas sang guru memaksakan kaki tegapnya melangkah meninggalkan sang murid sendirian di dalam kelas.

Sedang Alya sudah merah padam merasakan interaksi singkat diantara dirinya dan sang guru.




♡♡♡

With luv, Enokiy.

UNFINISHED PAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang