BAB IV: Pisah sejenak?

3.8K 27 9
                                    

Alya pulang dengan hati cukup berseri, bersandar di kursi mobilnya dengan senyum tipis sembari memandang tangan kecilnya yang disentuh sang guru tadi. Entah mengapa ia merasa berdebar, debar gembira bercampur waspada yang sekali lagi coba ia tepis sejenak.

Bagaimana pun Alya dan Pak Arya memiliki begitu banyak perbedaan, khususnya usia mereka. Orang tuanya juga selalu mewanti-wantinya agar tak terlalu dekat dengan teman kelas atau teman sekolah yang berlawanan jenis. Namun lihatlah ia, si murid yang baru saja pulang terlambat, tak hanya karena jemputan yang lama, melainkan waktu spesialnya bersama sang guru, dalam curian waktu tanpa seorang tahu.

Mobilnya sampai di rumah besar keluarganya itu, membuat Alya segera turun dan masuk dengan ekspresi binar senyum.

"Sore! Alya pulang!" Pekiknya sembari celingak celinguk, sebelum melihat sang Ibunda yang sedang sibuk memasak di dapur. Gadis itu berlari dan memeluk Ibunya dengan erat.

"Bunda! Masak apa? Alya baru pulang"

Ujar gadis itu, sedang dang Ibu terkekeh geli melihat anak gadisnya begitu manja, seraya membalas pelukan Alya.

"Masak gurame balado kesukaan anak gadis Bunda dong"

Sahut sang Ibu dengan senyum sebelum sedikit mengernyit dan bersandar dengan mengendus.

Bau lelaki, pikirnya.

Sang Ibu memandang Alya dengan sedikit curiga.

"Kamu habis dari mana sebelum dijemput Mang Asep?" Tanya Clara, sang Ibu, dengan selidik.

Alya sedikit tergagu dan gugup, kenapa Ibunya bertanya? Pikirnya. Alya tersenyum samar dengan canggung. "Alya di kelas, Bunda.."
Ujarnya.

Clara semakin menyipit, aroma wewangian yang ia cium, itu khas milik lelaki, dan cukup kuat di sekitar anaknya itu. Bau parfum mahal yang tentu hanya pria dewasa atau anak SMA kaya yang mampu memilikinya.

"Dengan siapa?" Tanya sang Ibu.

Alya hampir tersedak, mencoba memutar otak, tak mungkin ia bilang bahwa dirinya berduaan dengan Pak Arya, bahkan cukup... terlalu dekat untuk guru dan murid.

"S-sama teman kelas lain, Bunda. Tadi kami ada kerja kelompok tambahan, mumpung gurunya ada, jadi kami siapain di sana"

Ujarnya dengan tersenyum, berusaha menutupi kebohongannya. Sedang Clara masih tetap curiga, namun jika menyangkut pendidikan si bungsu, tentu ia tak masalah.

Clara menghela napas sejenak. "Ya sudah, bagus kalau memang ngerjain tugas sekolah, ramekan? Ingat pesan Bunda. Jangan terlalu dekat sama anak cowok di sana, ya?"

Ujar Clara sembari mengelus rambut Alya dengan sayang. Ia tak mau outri bungsunya yang ia didik brgitu baik. Harus tercemar noda kotor masa SMA.

"Alya ngerti pesan Bunda?" Tanyanya lagi sedikit tegas.

Alya mengangguk samar dan memaksakan senyum. "I-iyaa, Bunda"

________________

Alya kini sudah bersalin baju dan berbaring di ranjangnya, memikirkan kecurigaan sang Ibu. Bundanya pasti tak menyangka jika ia cukup dekat dengan seorang guru lelaki di sekolahnya itu.

Dan gadis itu tak tahu apa yang akan terjadi jika orang tuanya tahu. Ia tak mau Pak Arya terancam dicemooh atau mendapat teguran jika kedapatan berduaan dengannya seperti tadi.

"Apa... Alya agak jauh aja ya?" Pikirnya.

_________________

Alya melewati malam dengan tiap detik renungan dan pemikiran tentang ia dan Pak Arya. Ia takut itu hanya kesan sesaat saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNFINISHED PAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang