Ketokan di pintu menyadarkan Saga dari lamunan. Erisa menampakan eksistensinya di ambang pintu yang terbuka.
“Eh, Bunda.” Saga bangkit dari rebahan.
Wanita berhijab itu masuk ke kamar putranya. “Bunda masuk ya?”
“Kebetulan ada Bunda.”
Erisa membeo tersenyum, “Kebetulan?”
“Sini Bun, Saga mau cerita.” Lelaki itu menenpuk-nepuk space kosong di pinggir kasur.
Saga menerima pemberian jus alpukat dan langsung di teguk hingga setengah tandas sekadar membasahai tenggorokan sebelum curhat.
Wanita itu duduk di sebelah anak laki-lakinya sambil lalu mengusap lembut kepalanya, “Kenapa lagi kamu sama Sea?”
“Iya nih Bun. Saga salah ngomong, jadinya berantem.”
“Kalian nih, Bunda liat-liat kaya orang pacaran.”
“Bunda kaya gatau aja gimana Saga ama Sea.” Jari memainkan embun di dinding gelas kaca. “Ke Salsa juga gitu kok.”
“Beda. Kamu kalau sama Salsa kaya kucing sama tikus, berantem mulu. Coba sama Sea, kaya lebah sama bunga, manis banget.”
“Ini juga abis berantem ama Sea, apa bedanya?”
“Bedalah. Berantem kamu ke Sea sama ke Salsa tuh beda. Beda banget. Kalau ke Sea, berantemnya pake hati, ke Salsa? Fisik.”
Anak lelaki itu membetulkan posisi duduknya. “Ngga ah Bun.”
“Denial aja terus. Kalau suka tuh pacaran, bukan sahabatan. Persahabatan itu tuh yang ngebatasin perasaan kamu ke Sea. Mungkin Seanya juga gitu. Mau sampai kapan kejebak friendzone relationship? Hati-hati, ntar malah toxic.” Erisa mewanti-wanti.
“Ngga Bundaku sayang, kita pure sahabatan doang kok.”
“Dengerin Bunda. Ngga ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang ngga ngelibatin perasaan. Mau itu cowonya duluan yang baper atau cewenya. Kalau ada yang bilang, ngga. Oke, mungkin dia ngga, tapi apa dia bisa jamin sahabatnya juga ngga punya perasaan ke dia? Kalau sahabatnya si dia lebih mentingin persahabatan mereka ketimbang perasaannya sendiri, si sahabatnya ini pasti bakal jawab ngga,” pungkas wanita itu.
Saga tidak bisa menahan tawanya. “Teori dari mana sih Bun?”
“Iisss! Kamu nih ya?” Erisa menjewer kuping Saga, “Bundanya malah diketawain.”
Lelaki itu meringis kesakitan memohon ampun.
***
Pancaran sinar blue light dari komputer memantul di wajah gadis itu. Sejam telah berlalu namun Gracea tidak menemukan titik terang. Semacam... sesuatu yang dapat membantu penyelidikan kasus ini, atau petunjuk kecil yang ditinggalkan Salsa, misal. Sebenarnya Gracea bingung harus memulai dari mana. Tapi satu hal yang diyakininya kalau, siapa sender manfess itu ada hubungannya dengan siapa pembunuh Salsa. Dan itu dia masalahnya. Siapa? Gracea tidak tahu dan masih belum tahu.
Meski sudah berusaha fokus, entah kenapa perasaan aneh mengganggu konsentrasinya sedari tadi. Seperti ada yang janggal di kamarnya. Tidak. Tidak. Tidak. Ia cuma terlalu lelah mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
ChickLit𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗿𝗶𝗻𝗱𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗻𝗮𝗵 𝘀𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗽𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗻𝘆𝗮. Dia kembali dari masalalu. Gracea tidak pernah tahu sebab dia ingin menutupinya dan membiarkan dirinya benar-benar terlupakan. Dibalik itu semua...