EHS || 07

4 0 0
                                    

HAIIIII WELCOME BACK TO EHS!

⚠️ sorry kalo banyak typo, atau alur tidak jelas 😞⚠️

JANGAN LUPA PENCET BINTANGNYA GUYS!
*
*
*

Happy Reading~~

|——————————|''
Chapter 07The beginning of fear
|——————————|''

***


Setelah permainan berakhir, Javier, Jazziel, Jean, Radika, Sean, Sagara, dan Ethan kembali ke gedung asrama dengan langkah yang berat. Di antara mereka bertujuh, Sean tampak paling terpukul, dan murung. Wajahnya pucat, terus menunduk sepanjang perjalanan, dan tangannya gemetar halus. Dia harus menerima kenyataan pahit bahwa dia berada di kelas 10-D.

Kala mereka sampai di pintu kamar asrama, Sean tiba-tiba berhenti dan mengangkat wajahnya. "Kenapa harus 10-D?" gumamnya pelan, suaranya hampir hilang dalam helaan napas. "Apa yang bakal terjadi sama gue di sana? Lo semua tau gimana  murid kelas itu di perlakuin. Gue gak yakin bisa lewatin semuanya dalam dua minggu kedepan." matanya menatap satu persatu temannya yang juga tengah menatap kearahnya dengan tatapan iba.

"Gue yakin lo bisa lewatin. Jangan nyerah sebelum berjuang Se." kata Javier dengan nada tenang, beberapa detik terdiam, kemudian Sean hanya mengangguk pelan tanpa mengatakan apapun lagi. Sudah pasrah dengan apa yang menimpanya kali ini.

Kenapa harus 10-D? Apakah Tuhan sedang marah padanya, sehingga ia mendapatkam nasib buruk seperti ini? Tapi, apa kesalahannya? Sean menelan ludah dengan susah payah, kemudian melangkah masuk kedalam kamar asrama dengan kepala yang tertunduk.

Semuanya terdiam. Membiarkan Sean masuk terlebih dahulu kedalam kamar. Bukannya mereka tidak mau membantu Sean. Namun, apa yang bisa mereka lakukan selain memberi semangat dan dukungan kepada laki laki malang itu?

Mereka akhirnya menyusul masuk ke dalam kamar asrama. Yang pertama mereka lihat adalah Sean yang berbaring tengkurap diatas kasur dengan bantal yang berada diatas kepala laki laki itu. Beberapa detik kemudian, ia berbalik, menatap langit-langit ruangan dengan pikiran yang kalut. Ia membayangkan bagaimana hari harinya setelah kejadian hari ini. Ia sudah bisa memprediksi keadaannya yang akan dipenuhi dengan kesulitan, ejekan, dan ketakutan di setiap saat.

Ketujuhnya mungkin kembali ke kamar asrama yang sama, namun kini jarak di antara mereka terasa lebih lebar dari sebelumnya. Permainan tadi telah memisahkan mereka di jalur yang berbeda, dan Sean tak bisa menghilangkan rasa takutnya tentang apa yang menantinya di kelas 10-D.

Sekarang, Sean akan fokus untuk menenangkan dirinya sendiri. Sebelum ia memasuki kelas terendah itu dengan berbagai ketakutan. Tak ada yang bisa melindunginya kali ini, selain dirinya sendiri. Ia hanya bisa berdoa dengan mata yang terpejam lelah. Semoga tidak sesulit yang ia bayangkan.

Tuhan... selamatkan Sean.

******

Jam istirahat tiba, Sean duduk sendirian di pojok kantin gedung utama. Suasana kantin ramai dengan obrolan dan tawa, tapi Sean tak merasa menjadi bagian dari itu. Dia menundukkan kepalanya, mengaduk makanannya tanpa nafsu. Teman temannya juga menghilang entah kemana. Sean sama sekali tidak melihat mereka keluar dari dalam kelas.

Terlalu larut dalam pikirannya. Ia sampai tak sadar jika ada langkah-langkah mendekat. Sekelompok murid dari kelas 10-B datang menghampiri meja Sean. Sekitar ada dua orang laki laki yang menghampirinya, keduanya dikenal sebagai siswa yang dominan di kelasnya. Mereka tampak menyeringai, dan aura mereka jelas-jelas menunjukkan niat yang buruk.

Sebelumnya, tepatnya di permainan pertama. Kedua orang itu adalah teman sekelasnya. Mereka memang terlihat tidak suka dengan Sean sejak pertama kali. Dan Sean yakin, mereka merasa menang karena kini Sean berada jauh di bawah mereka.

"Apa kabar, teman sekelas?" sapa salah satu dari mereka yang bernama Darius, dengan nada mengejek. Dia sedikit lebih tinggi dari Sean, dan berwajah licik, selalu menjadi pemimpin dalam kelompok bully nya. "Ah..ralat, mantan teman sekelas." tekannya.

Sean meneguk ludah, tangannya mengepal di bawah meja tanpa mereka ketahui, tapi ia enggan untuk menjawab. Pandangannya masih tertuju pada makanannya, berusaha mengabaikan Darius, dan Zidan yang masih berdiri di depannya. Namun suara ejekan itu terus bergema di telinganya.

"Orang nyapa itu jawab! Malah diem, kayak orang bego." kata Zidan sambil menepuk keras bahu Sean, cukup kuat hingga tubuh Sean sedikit terdorong ke depan. Tentu saja kekuatan Zidan lebih besar ketimbang Sean. "Gak pernah diajarin ngehormatin orang yang ada diatas lo?"

"Kasihan banget, sih," lanjut Darius, yang berdiri di sebelah Zidan. Dia lebih pendek, tapi tatapan matanya dingin dan menusuk. "Bisa bisanya lo masuk ke kelas buangan gitu? Kayaknya lo emang terlalu bego buat main SALG."

Suara tawa mereka menggema di sekitar Sean, dan beberapa murid lain mulai memperhatikan. Ada yang ikut tertawa pelan, ada pula yang menatap kasihan. Tapi tidak ada yang berani menghentikan kdua orang dari kelas 10-B itu. Sean merasa seluruh tubuhnya bergetar, bukan hanya karena ketakutan tapi juga rasa malu yang mendalam. Dia ingin berbicara, ingin membela diri, tapi lidahnya seakan kelu untuk mengeluarkan kata kata.

Zidan mendekat lebih jauh, menunduk hingga wajahnya hampir sejajar dengan Sean. "Gue kasih lo saran, Sean. Jangan berharap bisa temenan sama anak-anak kelas atas. Lo harus sadar, lo sekarang ada di kelas rendahan. Gak pantes punya temen." ujarnya dengan penuh tekanan.

Sean menahan napas, giginya bergelematuk, rahangnya mengeras menahan emosi. Ia tahu, jika ia melawan, hanya akan memperkeruh suasana. Namun diamnya, membuat dua orang itu merasa berada diatas langit. Seakan akan hanya mereka lah yang berada diatas sana.

Darius tertawa dan mendorong bahu Sean sekali lagi sebelum mereka berdua melangkah pergi dengan sangat angkuhnya. "Selamat jadi babu rendahan, Sean Geandra." sindir Darius kemudian berjalan pergi, dan menghilang diantara kerumunan.

Sean terdiam. Dia merasa terjebak, tak berdaya melawan orang orang yang berada jauh diatasnya. Mata beberapa murid di kantin masih menatap ke arahnya, namun mereka segera berpaling, seolah-olah tak ingin terlibat. Kantin yang tadinya ramai dengan tawa dan obrolan kini terasa sunyi bagi Sean. Perasaan takut semakin meliputi dirinya saat ini.

****

Sagara berdiri dari duduknya. Berjalan kearah pagar pembatas rooftop dengan helaan nafas yang terdengar berat. Ia menghampiri Javier yang sedang larut dalam lamunannya. Laki laki itu terlihat tak berkedip sama sekali meskipun angin bersemilir diantara matanya.

Hanya ada mereka berdua disana. Sementara Jean, Ethan, Radika, dan Jazziel pergi ke kantin untuk menemui Sean yang sudah berada di sana sedari tadi. Sendirian.

Entah mengapa, Javier terlihat yang paling terpuruk diantara mereka, saat mengetahui jika Sean adalah korban di permainan kali ini. Mereka memang tidak terlihat begitu dekat. Namun, Javier seakan akan begitu peduli dengan keadaan Sean.

Sagara membasahi bibir bawahnya yang terasa mengering karena terlalu lama terdiam. "Lo keliatan khawatir banget sama Sean. Walaupun sebenarnya gue juga khawatir sih. Tapi, khawatir lo itu beda Jav. Seakan akan kalian deket." ujar Sagara membuat Javier menolehkan kepalanya.

"Bukan cuma Sean. Kalau pun ada salah satu dari kita yang nasibnya sama kayak Sean. Gue juga bakal sama khawatirnya. Anyway cuma lo ber-enam, yang baru gue percaya sebagai 'teman' Gar." balas Javier membuat Sagara tertegun. Bisa dibilang, Javier ini adalah tipe orang yang cuek. Jadi, Sagara pikir Javier tidak akan peduli dengan sekitarnya.

"Gue pikir lo gak peduli dengan sekitar. Termasuk teman teman lo, yang bisa dibilang....belum lama ini lo kenal." ungkap Sagara membuat Javier terkekeh pelan.

"Gue keliatan se-gak peduli itu ya?" tanyanya dengan kekehan. Sagara ikut tertawa pelan. Faktanya memang begitu, wajah Javier sama sekali tidak mencerminkan bahwa laki laki itu memiliki kepedulian.

"Gue pikir gitu. Ah, kayaknya gue aja yang gak kenal kepribadian asli lo."

Javier kembali tertawa pelan, mendengar ocehan Sagara. "Mungkin, kita bisa lebih terbuka kalo udah benar benar percaya satu sama lain."

"Jadi lo gak percaya gue Jav? Parah banget." canda Sagara.

****

To be continue

SEE U GUYZZZ 👀🔥

Enha High School (Snakes And Ladders Game) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang