6

125 11 14
                                    

Enjoy~

.

.

.

Ketika sinar matahari sudah berkali-kali membangunkan, memperingatkan agar segera bangun dan beralih dari buaian alam mimpi, Arsen justru semakin mengeratkan selimut tebalnya. Membiarkan -teman tidurnya- itu membelit dan membungkus raganya yang entah mengapa terasa menggigil. Sepertinya Ia demam.

Hembus nafasnya terasa hangat, cenderung panas. Matanya basah karena berembun. Belum lagi pelipisnya serasa berdenyut-denyut, pusing yang teramat dahsyat. Arsen mengernyit ketika meraba bagian dahinya dan mendapati suhu tubuhnya di atas normal.

"Ayahhh..." Secuil tenaga untuk sekedar bergumam saja Ia tidak punya, saat suara malaikat kecil rutin menyapanya di pagi hari. "Ayah belum bangun? Ya ampun panas banget, Ayah sakit?"

"Vina, kamu berangkat sama Pak Oji atau opa ya." Titah Arsen lemah, Sheravina sudah lengkap dengan seragam dan tasnya.

"Ayah ngga ke kantor?" Arsen menggeleng. "Vina juga ngga sekolah, Vina di sini sama Ayah. Tunggu Yah, Vina ambil obat." Sheravina mengecup bibir dan pucuk hidung Ayahnya lalu terbirit ke luar kamar. Arsen tidak punya tenaga untuk membantah. Ia hanya butuh tidur dan istirahat.

Kenapa berita pernikahan Kevin esok hari begitu menghisap tenaganya.

.

.

Layaknya orangtua lainnya, begitu mendapat telpon dari kediaman Arsen -Anita yang menelpon- yang mengabarkan Sheravina jatuh sakit, Kevin minta izin pada Daniel karena tidak bisa mengikuti Gladi resik pernikahan. Tentu saja Ia mengkhawatirkan Sheravina dan bergegas ke kediaman Arsen. Untungnya Daniel memahaminya.

Hati Kevin menghangat dan sedikit gentar ketika rumah bertingkat dua yang elegan sudah terpampang di hadapannya. Ia akan masuk ke wilayah teritorial Arsen. Jantung Kevin berdetak lebih kencang seperti remaja yang akan menghadiri kencan pertamanya, apalagi ketika mengingat kejadian kemarin. Kejadian saat bagaimana lembut dan hangat bibir Arsen mengecupnya sempurna di miliknya.

Aku ke sini untuk menjenguk Sheravina. Tegasnya dalam hati.

Sedikit ragu Ia memasuki zona kediaman Arsen. Dan rupanya tanpa ditunggu lama, pintu rumah sudah terbuka. Sheravina, putri kecil kecintaannya menyambutnya dengan berbinar.

"Papa datang." Seperti sudah seharusnya Kevin merendahkan tubuhnya untuk memeluk Sheravina.

Tunggu. Apa tadi? Papa?

"Papa?" Ulang Kevin ragu-ragu.

"Iya. Kak Kevin itu ternyata Papa nya Vina, Ayah yang bilang." Pengakuan Sheravina sukses membuat Kevin mematung. "Vina kangen Papa." Jemari mungil Sheravina terulur membelai pipinya dengan ringan. Sungguh menggetarkan kalbu Kevin.

"Papa juga kangen Vina." Insting Kevin cukup baik berjalan, menciumi jemari Sheravina. Lalu kemudian baru Ia tersadar saat telapak tangan si Vina kecil menempel di pipinya. "Katanya Vina sakit? Tapi kenapa tidak panas? Vina baik-baik aja?"

Sheravina menggeleng malu-malu. "Vina sehat, Pa. Yang sakit itu Ayah, hehe."

Hah?

"Vina minta Papa nya ke sini buat jenguk Ayahnya. Tapi Mama takutnya kamu nggak akan mau datang untuk itu, jadi Mama minta Anita sedikit berbohong." Itu Mama Arsen, ada juga Papa Arsen.

"Mama, Pa..."

"Kamu udah di sini, jenguk Arsen sebentar saja. Mau ya, Vin?"

Selalu saja hati Kevin terenyuh kalau sudah Mama dan Papa mertuanya dulu meminta dengan wajah penuh kasih seperti itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seperti Takdir Kita Yang TulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang