7. Rasa kepedulian

46 7 0
                                    

Follow ig: @diniisukmaa

Tandai typo dan selamat membaca!

*****

Seorang gadis berjalan keluar dari rumah dengan mengendap-endap. Sampainya di depan rumah gadis itu berlari menjauhi area rumahnya dan berhenti di bawah pohon besar.

Benda pipih di sakunya tiba-tiba bergetar, dengan buru-buru gadis itu mengambil dan sedikit tersenyum melihat nama yang tertera di layar.

"Lo di mana? Gue otw ke sana ya."

"Di bawah pohon besar nggak jauh dari rumah, gue tunggu di sini," jawabnya sambil menatap sekitar.

"Ok."

Di sisi lain, seorang laki-laki mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, menuju tempat yang telah di beritahukan oleh seseorang. Hingga akhirnya sampai dan berhenti tepat di samping seorang gadis yang berdiri di bawah pohon besar.

"Bawa helm?" tanya laki-laki itu dan mendapat anggukan dari gadis tersebut.

"Makasih ya Van, maaf ngerepotin."

Nevan hanya tersenyum tipis sambil mengangguk. "Santai aja Ra, udah kaya sama siapa aja."

Haura pun membalas itu hanya dengan senyuman tipis.

Nevan menatap Haura dalam saat gadis itu sibuk memakai helmnya, sejujurnya ia sedikit kaget ketika tadi malam gadis itu tiba-tiba menelponnya sambil menangis. Sontak saja hal itu mengundang kecemasan walaupun tidak menjelaskan secara rinci namun ia paham bahwa gadis itu sedang ada masalah dengan orang tuanya. Jika tidak mana mungkin sampai mengendap-ngendap keluar rumah seolah pergerakannya selalu diawasi padahal hanya sekedar ke sekolah.

"Ra, lo sebenernya kenapa semalem? Kalo lo ada masalah cerita aja Ra," ucapnya menatap Haura.

Sedangkan yang ditatap mendadak menghentikan kegiatannya dan ikut menatap Nevan balik.

"Emang nggak papa Van?" tanyanya pelan.

Nevan justru tersenyum. "Cerita aja Ra nggak usah sungkan udah kaya orang asing aja lo."

Haura menarik napasnya dalam, sejenak ia terdiam dan barulah mengatakan yang sejujurnya.

"Gue dimarah atas apa yang nggak gue lakuin Van, gue cape selalu kena tuduh, apapun yang gue lakuin selalu salah dan satu-satunya orang yang perduli sama gue akhirnya salah paham juga," ungkapnya dengan nada pelan menahan kesedihan.

Nevan mengerutkan keningnya penasaran. "Emang apa yang buat lo sampe di gituin Ra?"

"Gue dituduh ambil uang Ayah padahal sama sekali gue nggak pernah ambil bahkan tempat uang itu di mana pun gue nggak tau, waktu gue ngebela diri Bunda sama Fanny nemuin cincin gue yang jauh di lantai, Ayah marah banget sampe gue dikunciin di kamar dan nggak dikasih makan, bahkan tadi pagi pun belum dibukain pintu akhirnya gue terpaksa lewat jendela yang untungnya nggak terlalu tinggi turunnya."

Nevan mengembuskan napasnya panjang, ia tidak menyangka seorang Ibu tega menuduh putrinya sendiri hingga seperti itu. Ia menatap Haura prihatin lalu dengan cepat menyuruh Haura naik ke motornya.

"Kita mampir ke supermarket sebentar sebelum ke sekolah, lo harus isi perut supaya nggak sakit."

Dua remaja tersebut meninggalkan tempat itu dan menuju supermarket terdekat untuk membeli makanan ringan.

"Lo tunggu sini aja, gue masuk sebentar."

Haura hanya menatap kepergian Nevan dengan ekspresi susah dijelaskan, ia mengembuskan napasnya ketika melihat kepedulian laki-laki itu. Dan tanpa laki-laki itu sadari, hari ini banyak senyum yang diperlihatkan dan banyak keperdulian yang ditunjukan padanya. Entah sadar atau tidak, setelah 1 tahun dan perubahan itu baru hari ini seolah jati diri laki-laki itu kembali. Tidak banyak diam seperti biasanya, tidak lama laki-laki itu kembali dengan sekantung kresek makanan yang ketika ia buka isinya adalah beberapa roti dan air mineral.

Ia tersenyum tipis dan tak lupa mengatakan terima kasih.

"Lo sambil makan ya, seengaknya keisi sedikit nanti sampe sekolah dilanjut."

Ia hanya mengangguk sebagai jawaban, lalu Nevan kembali menjalankan motornya menuju sekolah.

"Van, nanti berhenti sedikit jauh dari gerbang ya, di halte aja kalo nggak." Bukan tanpa alasan, ia hanya tidak mau jika mereka berdua di rumorkan yang tidak-tidak.

"Kenapa?" tanya Nevan bingung.

Haura menghentikan kunyahannya sebentar. "Gue nggak mau aja ada rumor yang enggak-enggak, apalagi gue berhijab kaya gini."

Nevan mengangguk paham, hingga sampailah di dekat halte yang kebetulan sepi.

Haura turun dengan pandangan menatap sekitar.

"Gue tinggal ngak papa Ra?" tanya Nevan memastikan.

Haura mengangguk sebagai jawaban. "Udah deket juga Van, makasih ya udah mau gue repotin."

Nevan mengangguk disertai senyum lalu meninggalkan Haura seorang diri. Sementara Haura menghabiskan makanannya dahulu barulah ia masuk ke dalam sekolah.

Di depan gerbang seorang gadis turun dari dalam taxi, gadis yang menggerai rambutnya namun yang berbeda. Tidak ada kacamata yang bertengger manis seperti biasanya. Wajah datar tanpa ekspresi menghiasi wajah cantiknya.

Ketika gadis itu melangkah semakin masuk ke dalam, teriakan seseorang dari kejauhan menghentikan langkahnya.

"Tunggu Ta!" seru Haura yang berlari kecil menghampiri sahabatnya.

Agatha menoleh dan menormalkan ekspresinya seperti biasa.

"Lo nggak bareng Raden? Tumben," ucap Haura ketika sudah berdiri di samping Agatha.

Kedua gadis tersebut melanjutkan langkahnya menuju kelas dengan obrolan-obrolan kecil. Hingga saat sampai di dalam kelas, Raden dan lainnya sudah duduk manis dan melakukan kegiatannya masing-masing.

Sampai jam pelajaran dimulai, suasana nampak hening. Semua murid fokus memperhatikan sang Guru yang sedang menjelaskan materi-materi yang sekiranya keluar pada ujian yang akan dilaksanakan sebentar lagi.

Hingga bell berbunyi tanda istirahat telah tiba membuat kegiatan belajar berhenti. Semua murid berbondong-bondong mengisi perutnya ke kantin termasuk Agatha dan Haura yang terlebih dahulu ke kantin. Meninggalkan Raden dan lainnya yang masih betah berdiam diri di kelas.

"Mau apa Ta? Biar gue yang pesen, lo cari bangku aja?" tanya Haura sambil memperhatikan sekitar.

Mata Agatha pun ikut menyapu sekitar hingga tatapannya terhenti pada pedagang mie ayam.

"Mie ayam sama air mineral aja," balas Agatha.

Haura mengangguk lalu pergi membeli makanan yang mereka inginkan.

Sementara Agatha sibuk dengan ponselnya, gadis itu telah mendapatkan tempat duduknya, hingga kedatangan Raden dan lainnya membuatnya mengembuskan napasnya.

Kenapa harus di sini coba, ganggu, batinnya

***

Maaf guys aku banyak kegiatan dan kalo malem mau up udah terlanjur cape, jadilah tertunda mulu.

See you next chapter

26 September 2024

Dear LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang