10. Mengenang yang telah pergi

36 8 0
                                    

Follow ig: @diniisukmaa

Tandai typo dan selamat membaca!

*****

Gerimis kecil masih mengguyur kota sore ini, menciptakan aura dingin yang memeluk tubuh. Setelah pemakaman yang baru selesai beberapa menit lalu, meninggalkan Dokter Sonya dan lainnya yang tersisa. Termasuk Zia yang juga masih berada di depan pusara Vina yang masih basah. 

Rintik-rintik hujan tidak dihiraukan, tatapan mata mereka semua fokus ke makam Vina sendiri, kepala mereka di penuhi oleh bayang-bayang momen Vina masih hidup semua berputar di ingatan mereka. 

Terlebih Raden dan teman-teman, mereka yang amat mengetahui segala penderitaan Alfa karena Vina, dari mulai uang spp di minta tanpa sisa, dikunci dalam kamar mandi dan gudang bahkan kata-kata menyakitkan yang setiap kali keluar dari mulut wanita itu, semua amat menyakitkan jika diingat. 

Agatha pun kembali teringat akan semua cerita senang dan sedih laki-laki itu dari dream book milik Alfa. 

Kehidupan tidak adil dialami Alfa sejak kecil namun laki-laki itu mampu untuk tumbuh dengan baik, menipu semua orang dengan sifatnya. Senyum yang setiap hari diperlihatkan sukses membuat banyak orang berpikir jika Alfa hidup dengan bahagia kecuali orang-orang tertentu yang mengetahui kehidupan sebenarnya seorang Alfa.

"Maaf Fa tapi kali ini gue jujur, gue puas," gumam Reno sangat pelan dengan mata melirik nisan milik Alfa. 

Ya, makam Vina memang terletak di samping makam putranya sendiri.

"Allah adil untuk tentuin takdir manusia, sekarang istirahat dengan tenang ya Fa, semua udah selesai," lanjut Reno pelan. 

Tenggorokannya kembali tercekat, mendadak rasa sedih menyeruak di hati. Persahabatan yang tulus terjalin begitu lama, menciptakan rasa menyayangi satu sama lain layaknya saudara. Hidup bersama-sama, melalui banyak hal dari senang maupun sedih. Mengajarkan arti hidup dengan baik walaupun harus melalui rasa sakit luar biasa. 

Ia bahkan mengingat semua pesan-pesan Alfa selama ini, bahkan ketika kejadian menyakitkan yang pernah dialami Alfa ketika SMP kala itu masih membekas di ingatannya. 

Waktu itu, tepat di hari kelulusan SMP. Alfa datang seorang diri tanpa wali murid, saat acara selesai, beberapa murid datang dengan orang tua mereka. Namun hal yang mengejutkan terjadi, beberapa murid menghina dan mengatakan jika kenapa anak yatim piatu harus menjadi kebanggaan Guru dan selalu juara kelas. 

Reaksi Alfa tentu terkejut namun laki-laki itu pandai mengatur ekspresinya, dengan tenang kala itu Alfa menjawab. 

"Setiap apapun di dunia itu telah diatur dengan baik oleh Tuhan, aku hanya menjalani sebagaimana semestinya."

"Gue nggak tau gimana lagi deskripsiin lo Fa," gumam Reno memandang lurus ke depan. 

"Ayo pulang, sebentar lagi hujan turun," ucap Dokter Sonya ketika menyadari langit kembali mendung. 

Zia, gadis itu yang sejak tadi diam akhirnya mulai bertanya akan keresahan tentang bagaimana Asya cafe ke depannya. 

"Tante, maaf sebelumnya kalo mungkin pertanyaan saya kurang tepat, bagaimana dengan cafe ke depannya, apakah akan ditutup saja? Atau bagaimana."

Dokter Sonya dan lainnya saling pandang, menimang langkah apa yang akan diambil. 

"Kak Zia kelola aja, sebagian penghasilan disumbangin ke panti asuhan dari pada ditutup kan sayang banget," ucap Nevan pelan memberi usulan. 

Yang lain menyetujui usulan Nevan, sebab cafe itu peninggalan Kakek Alfa yang diteruskan oleh Alfa sendiri, perjuangan untuk membuat cafe itu tidaklah mudah. 

"Itu lebih baik dari pada ditutup," timpal Dokter Bram. 

Zia mengangguk samar, ia lega telah menanyakan hal ini sebab bukan haknya untuk mengambil keputusan sepihak. 

Setelah pernyataan Zia dijawab dan semua menyetujui para orang tua mulai meninggalkan area pemakaman, menyisakan Agatha dan Raden yang justru beralih ke makam Alfa. 

"Hai Fa, mungkin kalo kamu masih ada hari ini akan jadi hari kehilangan bagi kamu."

"Tante Vina meninggal Fa, dia kalah sama rasa bersalahnya sendiri. Maaf ya Fa tapi aku rasa itu pantas untuk dia," lanjut Agatha lalu terdiam sesaat. 

Tangannya setia mengelus nisan milik Alfa. 

Namun kegiatannya terhenti saat suara Raden menyapa pendengarannya. 

"Lain waktu lagi, ayo pulang sebentar lagi ujan," titah Raden sambil memegang bahu gadis itu. 

Tanpa mengatakan apapun lagi, wanita berpakaian serba hitam itu melangkah meninggalkan Raden yang masih diam sambil menatap kepergiannya. 

***

Malam ini, keadaan Asya cafe terlihat ramai, banyak anak muda yang singgah sekedar menikmati minuman untuk menghangatkan tubuh. Hujan deras sejak sore tadi belum juga berhenti, hal itu juga menguntungkan cafe sebab sejak tadi pengunjung terus berdatangan. 

Zia, gadis itu kini duduk di salah satu kursi. Netranya menatap keseluruhan cafe, dulu ditempat inilah ia menghabiskan waktu bersama Alfa jika laki-laki itu datang. Remaja yang penuh dengan semangat walaupun terkadang lelah dan mengeluh. Zia juga menjadi saksi betapa jahatnya Vina selama itu. 

Bahkan sepeda yang kerap dipakai Alfa jika ke cafe pun masih ada. 

Zia beranjak dari duduknya, masuk ke dalam ruangan milik Alfa dulu yang kini beralih menjadi ruangan miliknya. Namun ia cukup sadar diri, bagaimana pun status cafe ini dirinya tetap pekerja bukan pemilik dan sampai kapanpun ia tetap akan menganggap cafe ini milik Alfa walau laki-laki itu sudah tiada. 

Matanya menatap keseluruhan ruangan, tempat yang rapi dan bersih. Dulu di tempat ini ia dan Alfa menghabiskan waktu untuk membicarakan perkembangan cafe, ide menu serta lainnya. 

"Alhamdulillah hari ini cafe rame banget Fa, tadi juga ada yang sewa untuk acara ulang tahun anaknya dan dia bayar mahal," tutur Zia memberitahukan keadaan cafe hari ini. 

Sepulang sekolah Alfa menyempatkan diri untuk mengecek perkembangan cafe dan ia mendapatkan kabar baik. 

"Alhamdulillah ya kak, rezeki kita hari ini," balasnya seraya tersenyum. 

Zia mengembuskan napasnya, tangannya meraih sebuah foto yang terpajang apik di meja. Sebuah foto bersama para karyawan di depan cafe. Di tengah terdapat Alfa yang masih mengenakan pakaian sekolah. Ia tersenyum tipis mengingat momen itu. 

"Kakak kangen Fa, andai waktu bisa di ulang," lirihnya. 

Alfa baginya sudah seperti adiknya sendiri, bohong jika ia tidak merasa kehilangan dan kesepian.

"Kakak tau, Alfa seneng kenal Kakak, Alfa nggak ngerasa kesepian lagi, makasih ya Kak udah anggep Alfa kayak adik Kakak sendiri," ucap Alfa tulus. 

"Bahkan sampai saat ini kamu masih adik kakak Alfa, walaupun kamu udah tiada," lirih Zia. 

***

Hola guys aku up lagi, maaf kebiasaan telat hehe. 

Seperti biasa kalo ada typo tandai aja ya. 

See you next chapter

20 Oktober 2024

Dear LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang