02. A Man

121 31 0
                                    

Rabu, 26 Juni 2024, 12.30 PM.

Rabu siang ini terasa sangat melelahkan, bahkan mereka mengambil waktu makan siang selama 30 menit untuk tetap melanjutkan meeting bersama divisi research. Allisha melangkahkan kaki ke luar ruangan setelah mematikan proyektor pada ruang meeting dan mengambil iPad serta notebooknya untuk dibawa ke mejanya. Ia menghela napas pelan, merasa lega karena semuanya berjalan dengan lancar, pertanyaan dan pertimbangan apapun baik dari divisi research maupun dengan divisinya sendiri dapat ia atasi seperti biasanya.

Mbak Aya, Mbak Jasmine, dan Naomi, diminta duluan pergi ke kafetaria perusahaan untuk mentuntaskan makan siang mereka yang sempat tertunda. Allisha merasa tidak enak jika membiarkan koleganya untuk menunggunya membereskan ruang meeting. Belum sempat sampai di mejanya, kepala divisinya yang baru, Ian, menghampirinya dengan tersenyum tipis.

"You're totally such a good officer! Thank you for your hard work for today, Allisha." ujar Ian, memberikan apresiasi atas apa yang telah Allisha lakukan siang ini.

Allisha membalas pernyataan Ian dengan senyuman, ia sedikit menundukkan dirinya pada Ian dan membalas ucapan kepala divisinya tersebut, "Terima kasih kembali, Pak. Tanpa adanya saran dan masukan dari Bapak, presentasi saya tidak akan selancar tadi." ujar Allisha, ia tidak mengatakannya semata-mata karena Ian memberinya apresiasi. Namun sejak hari Senin kemarin, Ian sudah banyak memberikan saran dan masukan padanya, dan menurut Allisha itu menjadi perkembangan yang baik untuk dirinya.

Ian membalas ucapan Allisha dengan mengangguk pelan, "Let's grab a lunch, I'll treat you." ajak Ian dengan pasti. Ajakannya terdengar seperti perintah yang tidak dapat ditolak, entah mengapa.

Allisha mengangguk dan segera menaruh barang bawaannya di meja kerjanya, "Terima kasih banyak, Pak." ujar Allisha, ia merasa sangat terhormat dapat makan siang bersama atasannya tersebut. Mungkin memang beberapa hari lalu saat mereka baru saja bertemu dan berbincang untuk pertama kalinya, Allisha merasa bahwa Ian memberikan banyak pressure secara tidak langsung untuk dirinya. Namun Allisha sangat menghargai kepala divisinya itu.

Keduanya jalan menuju keluar perusahaan, dengan Allisha yang sedikit berada di belakang Ian, seolah seperti sekretaris Ian. Keduanya dalam keadaan hening, Allisha tidak tahu obrolan apa yang harus ia mulai saat seperti ini. Apakah tetap membicarakan seputar pekerjaan atau pembicaraan lain. Padahal biasanya, ia dapat berbincang dan basa basi dengan baik pada client-clientnya, tetapi kenapa saat bersama Ian, ia tidak dapat melakukannya.

Pintu utama perusahaan terbuka, langsung memperlihatkan langit yang berawan dan gelap, seolah tidak lama dari itu akan turun hujan. Allisha tetap mengekor pada Ian yang telah berjalan pada mobil Rolls Royce berwarna hitam mengkilap di depan lobby barat perusahaan. "Pak Jev, mau saya yang setirkan?" Tanya Allisha dengan sopan, ia merasa sedikit segan untuk duduk diam seperti passenger princess dan membiarkan atasannya mengendarai mobil. Sekalipun ia sedikit takjub dengan mobil yang sudah terparkir milik Ian.

"Tidak perlu terlalu formal, Allisha. Kita di luar jam kerja dan di luar perusahaan. Santai saja, kita juga seumuran." ujar Ian mempersilahkan Allisha untuk masuk terlebih dahulu pada kursi di samping kemudi.

"Eh?" Allisha tidak menyangka atas apa yang diucapkan oleh Ian, ia sama sekali tidak tahu kalau atasannya itu berada pada umur yang sama dengan dirinya dan begitu pula dengan Naomi. Allisha berpikir kalau Ian seumuran dengan Mbak Aya atau Mbak Jasmine. Bukan karena penampilan Ian yang terlihat lebih tua dari umur aslinya, namun karena jabatan dan cara Ian berbicara.

Keterkejutannya tidak ditanggapi oleh Ian, pria bermanik mata kopi itu berjalan menuju ke arah kanan untuk menduduki kursi kemudi. "Ada yang ingin kamu makan?" Tanya Ian, meminta Allisha memberikan pemikirannya atas apa yang bisa mereka makan bersama siang ini.

Ian Jevannath KeenandraWhere stories live. Discover now