Senin, 01 Juli 2024, 07.30 PM.
Malam Selasa ini, Allisha berada di International Airport Soekarno Hatta untuk bersiap pergi selama 3 hari dua malam di Filipina. Konferensi yang digelar oleh PBB hanya akan berlangsung selama 1 hari penuh, namun Ian yang meminta perjalanan dinas pada perusahaannya sebanyak 3 hari dan 2 malam. Alasannya adalah karena Ian tidak ingin membuat Allisha kelelahan jika hanya 2 hari dan 1 malam di Filipina. Padahal, Allisha merasa tidak apa-apa sejujurnya.
Tapi kalau Ian sudah memutuskan hal tersebut, Allisha hanya dapat setuju dengan keputusan atasannya. Hari ini adalah pertama kalinya Allisha akan pergi ke Filipina, ia tidak pernah pergi ke negara tersebut. Ia hanya sering pulang-pergi Italia, dan... sekali ke Jepang bersama Jonathan.
Ternyata, terlalu banyak hal yang sulit untuk dilupakan mengenai Jonathan. Lelaki tinggi yang ia temui saat umurnya baru menginjak 17 tahun, pasti sudah menjadi pria dewasa dan mungkin saja sudah menikah, 'kan? Tapi lihatlah dirinya, dapat dibilang belum sepenuhnya move on dari Jonathan, belum pernah menjalin hubungan dengan pria manapun setelah hubungannya dengan Jonathan selesai tanpa kejelasan itu.
Baiklah, kita sudahi pembicaraan mengenai Jonathan. Lagipula, snap dari Damian yang ia lihat untuk terakhir kalinya sudah terhitung sekitar 3-4 tahun lalu. Jadi, sudah waktunya untuk Allisha lebih mencintai dirinya sendiri dan mulai fokus untuk mencari pasangan hidup yang proper, 'kan.
Allisha jadi menghela napas pelan, tidak terdengar seperti napas yang berat tapi hal itu dinotice oleh Ian. Pria bermanik mata kopi itu lantas menoleh untuk melihat apakah Allisha baik-baik saja di sampingnya atau tidak. Tidak ada perubahan ekspresi dari wajah Allisha, masih tetap dengan wajah tanpa ekspresinya.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Ian, membuka perbincangan yang sempat terputus beberapa saat lalu karena sudah tidak ada lagi hal yang dapat dibicarakan.
Allisha sedikit tersentak setelah mendengar suara Ian. Ia tersentak karena pikirannya yang sedang kesana kemari, tiba-tiba diajak berbicara lagi oleh atasannya. Akhirnya ia menganggukkan kepalanya pelan seraya berucap, "Iya Jev, nggak papa." Hanya itu yang Allisha lontarkan dari mulutnya. Padahal ingin sekali ia berteriak kencang dan langsung menghilang dari dunia untuk beberapa saat.
Karena kalau kata Allisha, quotes andalannya adalah "Please stop the world and die for a while." begitu katanya.
"Sudah lama ya, nggak pulang ke Italy?" Tanya Ian, seolah ia dapat menangkap kegelisahan yang datang secara tiba-tiba pada diri Allisha. Ekspresi wajah Allisha memang tidak menunjukkan apapun, namun Ian dapat merasakannya. Entah bagaimana ia dapat feeling yang kuat pada Allisha saat ini.
Allisha kembali mengangguk kecil setelah mendengar pertanyaan Ian, "Sebetulnya nggak yang selama itu, tapi ternyata homesick itu nyata adanya ya, sekalipun sedari saya masuk sekolah hingga saya kerja tinggalnya di Indonesia, tapi saya tetap butuh presensi Ibu saya." ujar Allisha, ia tidak berbohong soal ini pada Ian. Sebab, setiap kali mengingat Jonathan, ia akan mengingat Ibunya. Bukan karena keduanya mempunyai sifat yang mirip atau bagaimana, tapi Allisha sudah mengenalkan Jonathan pada Ibunya. Maka dari itu saat Jonathan pergi ke Amerika dan menghilang tanpa kabar hingga saat ini, Ibunya sempat beberapa kali menanyakan tentang kabar Jonathan. Sekalipun tidak pernah bertemu langsung dengan Jonathan, namun Ibunya betul-betul sudah mengenal Jonathan dengan baik.
"Saya selalu pengen punya saudara kandung, sekedar untuk bertukar cerita. Setidaknya, saya bisa sedikit lebih meringankan beban pundak saya, dan tidak terlarut dalam kesendirian itu." lanjut Allisha, masih dengan mode patheticnya tanpa ia sadari.
Beberapa detik berlalu, ia jadi mengangkat wajahnya yang sudah memerah dan menoleh untuk menatap Ian dengan malu. Ia sangat malu karena selalu memperlihatkan sisi lemahnya di hadapan Ian. Oh ayolah Allisha, kenapa kau jadi seperti ini? "Jev, maaf karena membagikan cerita seperti itu. Terdengar terlalu kekanakan." ujar Allisha yang langsung mengalihkan wajahnya ke arah depannya, tidak ingin berlarut-larut dalam tatapan yang diberikan sang pemilik manik mata kopi itu.
YOU ARE READING
Ian Jevannath Keenandra
Fanfic"Emang siapa yang bisa sembuhin? Mas Ian? Kak Al emang pernah confirm kalo Mas Ian bisa healed her wounds from the past? Atau Mas Ian yang claim sendiri?" Ian Jevannath Keenandra, pria berumur 27 tahun yang berusaha menyembuhkan luka masa lalu mili...