Setelah menyelesaikan tulisan kami, rasa lega mengisi hati Rani dan aku. Namun, malam itu, kami merasakan sesuatu yang tidak biasa—sebuah ancaman yang masih mengintai di balik usaha kami. Meski sudah menulis dengan sepenuh hati, kegelapan yang pernah kami hadapi seolah belum sepenuhnya pergi.
Hari-hari berlalu, dan kami menghabiskan waktu untuk mempersiapkan penerbitan cerita kami. Namun, ketenangan itu mulai goyah. Rani sering terbangun di tengah malam, mendengar bisikan-bisikan samar yang memanggil namanya. Aku juga tidak bisa tidur nyenyak, seringkali terbangun dengan keringat dingin, merasa ada yang mengawasi.
Suatu malam, saat kami sedang berdiskusi tentang bagaimana cara mempromosikan buku kami, lampu tiba-tiba padam lagi. Kami berdua terdiam, mengingat kejadian sebelumnya. Namun, kali ini, tidak ada bisikan. Yang ada hanyalah hening yang mencekam, seolah seluruh dunia ikut menahan napas.
“Apa yang terjadi?” tanya Rani, suaranya bergetar.
“Aku tidak tahu,” jawabku, berusaha tenang. “Mungkin hanya pemadaman listrik.”
Tapi saat kami melihat ke luar jendela, melihat langit yang gelap gulita, kami merasakan sesuatu yang lebih dalam. Ada sesuatu di luar sana—sebuah kehadiran yang mengintai kami.
Ketika kami berusaha menyalakan senter ponsel, tiba-tiba suara ketukan mulai terdengar dari jendela. Kami berdua saling berpandangan, dan tanpa berpikir panjang, kami berlari menuju pintu depan. Kami harus keluar dari tempat ini—sebuah insting mendalam memberitahuku bahwa kami tidak aman di sini.
Saat kami melangkah keluar, udara malam terasa dingin dan berat. Di sekitar kami, hutan yang seharusnya akrab kini tampak menyeramkan, bayangan pepohonan terlihat seperti sosok-sosok yang menjulang tinggi. Rani menggenggam tanganku, dan kami berlari menjauh dari rumah, berusaha mencapai jalan raya yang lebih terang.
Namun, saat kami berlari, kami merasakan sesuatu mengikut kami. Suara langkah kaki di belakang kami, suara gemerisik di semak-semak. Ketakutan memenuhi pikiran kami—apakah ini kegelapan yang pernah kami hadapi di gunung?
Kami berusaha untuk tidak panik, tetapi napas kami semakin berat. Kami akhirnya sampai di jalan setapak, tetapi saat kami melihat ke belakang, sosok-sosok itu muncul—bayangan wajah Dimas dan Aryo, tetapi dengan ekspresi yang berbeda. Kini, wajah mereka tampak marah dan penuh kekecewaan.
“Kenapa kalian pergi?” suara mereka berbisik. “Kalian seharusnya membantu kami!”
“Apa yang kami lakukan salah?” Rani berteriak, suaranya penuh kepanikan. “Kami sudah berusaha!”
Tiba-tiba, sosok lain muncul dari bayangan, menghalangi jalan kami. Itu adalah sosok anak kecil yang pernah kami temui, wajahnya tampak putus asa. “Kalian tidak bisa meninggalkan kami begitu saja. Kami butuh kalian!”
Aku merasakan kepanikan yang mendalam. “Kami sudah berjanji untuk membagikan kisah kalian! Kami tidak akan melupakan kalian!” seruku, tetapi suara ketidakpastian mengisi pikiranku.
“Mungkin itu tidak cukup!” Dimas berteriak, suaranya bergema di antara pepohonan. “Kami akan terjebak selamanya jika kalian pergi sekarang!”
Dalam sekejap, kegelapan menyelimuti kami, membuatku tidak bisa melihat apa pun. Suara bisikan mulai bergema, menciptakan rasa cemas yang luar biasa. Rani terjatuh, dan aku segera membantunya berdiri. “Kita harus pergi! Kita tidak bisa berada di sini!” teriakku.
Saat kami berbalik untuk berlari, sosok-sosok itu mengejar kami, suara mereka menjadi semakin mengerikan. Dalam keadaan panik, kami berlari sejauh mungkin, hingga akhirnya kami tiba di tepi hutan yang lebih terbuka.
Di depan kami, ada sebuah batu besar dengan goresan-goresan aneh di permukaannya. Rani melihat ke arah batu itu dan berkata, “Mungkin kita bisa menggunakan ini untuk melawan mereka!”
Aku mengangguk, dan kami berdua mendekati batu tersebut. “Kita harus melakukan ritual untuk mengusir mereka,” kataku, mencoba mengingat mantra yang pernah kami baca. “Jika kita bisa menghubungkan jiwa kita dengan batu ini, mungkin kita bisa membantu mereka.”
Dengan terbata-bata, kami mulai mengucapkan mantra, berusaha mengingat setiap kata. Namun, saat kami melakukannya, suara bisikan semakin mendekat. Kami merasakan tekanan yang luar biasa, seolah bayangan-bayangan itu berusaha menarik kami kembali ke dalam kegelapan.
“Cepat! Kita harus fokus!” Rani berteriak, tetapi wajahnya terlihat ketakutan.
Kami terus berusaha, meski suara mengerikan itu semakin mendekat. Saat kami mengucapkan kalimat terakhir, tiba-tiba, sebuah cahaya terang muncul dari batu tersebut, memancarkan sinar yang menyilaukan. Bayangan-bayangan itu berhenti sejenak, tertegun oleh cahaya.
“Bebaskan kami!” mereka berteriak bersamaan, suara mereka penuh dengan kesedihan.
“Aku berjanji! Kami tidak akan membiarkan kalian terjebak!” seruku, merasakan kekuatan dari dalam diriku.
Cahaya dari batu itu semakin terang, dan dalam sekejap, kami melihat sosok-sosok itu mulai memudar. Ekspresi mereka berubah dari kemarahan menjadi rasa syukur. “Terima kasih… akhirnya kami bisa pergi,” mereka berkata, suara mereka sekarang lembut.
Dengan segenap tenaga, kami mengangkat tangan dan merasakan cahaya itu mengalir ke arah sosok-sosok yang terjebak. Dan seiring cahaya itu memancar, kegelapan yang mengintai mulai surut, membawa pergi semua ketakutan yang menghinggapi.
Akhirnya, dalam momen yang tenang, sosok-sosok itu menghilang sepenuhnya, meninggalkan kami berdua dalam keheningan. Kegelapan yang membebani hati kami seolah menghilang, dan kami bisa merasakan kelegaan yang luar biasa.
“Apakah kita berhasil?” Rani bertanya, matanya penuh harapan.
Aku mengangguk, mengusap keringat di dahi. “Kita berhasil. Mereka bebas sekarang.”
Kami berdua terdiam, merasakan kehadiran mereka masih ada di sekitar kami. Kami tahu bahwa meskipun mereka telah pergi, mereka akan selalu hidup dalam kenangan kami. Kami telah mengambil langkah besar untuk membantu mereka, dan dengan itu, kami juga menemukan kekuatan dalam diri kami sendiri.
Dengan berpegang pada satu sama lain, kami kembali ke rumah, siap untuk melanjutkan hidup dan membagikan kisah yang telah kami tulis. Kami tahu perjalanan kami belum berakhir, dan tantangan mungkin masih menghadang. Namun, kami yakin bahwa kegelapan tidak akan pernah bisa menghentikan kami selamanya.
Jangan lupa vote ya!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak di puncak [Slow Update]
HororSekelompok pendaki muda memutuskan untuk menjelajahi keindahan pegunungan yang terkenal dengan pemandangan spektakulernya. Namun, saat mereka memasuki hutan, suasana berubah menjadi mencekam. Terdengar bisikan samar dan bayangan aneh mulai mengikuti...