chapter 1

63 15 0
                                    

Hidup menjadi orang kaya—indah, mewah, dan kelihatan sempurna di mata semua orang. Dari luar, kelihatannya kayak dunia tanpa cacat, penuh sama kebahagiaan dan kesenangan. Rumah gede, perabot mahal, pakaian bermerek, makanan melimpah, dan segala kemewahan yang gak terjangkau buat kebanyakan orang. Orang kaya seperti mereka kayak jalan di karpet merah kehidupan, gak tersentuh sama masalah kecil yang biasanya bikin pusing orang biasa. Tapi... apa bener begitu? Emang mereka bener-bener bahagia? Di balik pintu besar itu, apa semuanya sesempurna yang kelihatan?

Renjun, anak kecil umur 11 tahun, mungkin belum terlalu ngerti tentang gimana hidup orang kaya, tapi dia sering ngeliatin dari jauh. Dari belakang mansion mewah di depannya, dia ngeliat taman indah yang penuh bunga-bunga eksotis, air mancur yang bersinar di bawah sinar matahari, dan rumput hijau yang terawat rapi. Buat dia, itu taman bermain yang sempurna. Tanpa ragu, dia habisin sore di sana, main sendirian, ngebasahin tangannya di tanah yang lembut. Tangan kecilnya kotor, tapi bukannya jijik, Renjun malah ketawa seneng main kayak dunia ini miliknya.

Angin sepoi-sepoi ngebelai rambut halusnya dan suara alam yang tenang ngiringin setiap gerakannya. Di sinilah dia sering ngelupain realita, dari gudang kecil tempat dia dan ibunya tinggal di mansion besar itu. Di sinilah dia bisa ngerasa bebas meskipun cuma sebentar.

"Renjun! Masuk, makan!" Suara ibunya mecahin keheningan sore itu. Suara yang hangat, penuh cinta, meskipun kelelahan jelas kedengeran di balik nada lembutnya. Renjun berhenti main dan ngeliatin ibunya dari jauh berdiri di pintu belakang rumah utama, menunggu anak kecilnya pulang.

Dengan langkah kecil yang lucu, Renjun lari ke arah ibunya, ninggalin taman yang indah itu. Badan kecilnya yang gesit bikin lariannya kayak anak kecil yang ceria, gak ada beban dunia dewasa yang selalu nyelinap. Dia masuk ke rumah, tangannya masih kotor sama tanah, tapi gak ada rasa bersalah di wajahnya. Buat dia, itu cuma kesenangan anak kecil.

"Heh, cuci tangan dulu." kata ibunya lembut sambil senyum ngeliat anaknya yang agak aktif itu. Renjun menggerutu pelan sambil jalan ke wastafel, cuci tangan sampai bersih. Air  mengalir dan kotoran yang nempel mulai ilang, tapi pikirannya jauh lebih bersih dari segalanya, bebas dari kesedihan yang biasanya menghantui orang dewasa.

Renjun balik ke meja, di mana ibunya udah siapin makanan buat dia. Nasi putih panas dengan telur goreng di atasnya. Cuma itu. Hidangan sederhana, tapi penuh cinta.

"Hari ini makan telur doang, bunda?" Renjun nanya sambil duduk di sebelah ibunya. Matanya yang berbinar ngeliatin piring itu tanpa sedikitpun rasa kecewa. Dia cuma penasaran.

Ibunya senyum, meskipun dalam hatinya ada rasa bersalah sedikit. "Syukur aja sama yang ada, nak. Tadi keluarga besar majikan datang, jadi makanan utamanya udah habis."

"Oh..." Renjun cuma ngangguk. Dia masih kecil, tapi dia udah terbiasa sama kondisi kayak gini. "Ya sudah, yang penting kenyang. Boleh Renjun minta kecap?"

Ibunya terharu denger jawaban anaknya. Dia bangun buat ngambil kecap, sambil merenung Renjun yang duduk tenang di meja. Anak kecil ini...cepat banget dia dewasa. Dia gak ngeluh, gak minta lebih. Dia cuma bersyukur, seperti yang selalu ibunya ajarin. Buat seorang ibu tunggal yang gak punya apa-apa selain anaknya, Renjun adalah satu-satunya kekuatan.

Renjun mulai makan dengan lahap, gak pernah ngeluh meskipun cuma makan telur dan nasi. Ibunya senyum dalam hati, bersyukur karena dikasih anak yang baik dan nurut. Tapi di balik senyum itu, ada kekhawatiran yang gak pernah hilang. Gimana nanti kalo dia gak ada? Siapa yang bakal jagain Renjun? Di mana dia bakal berlindung? Hati seorang ibu selalu penuh sama kekhawatiran tentang masa depan anaknya, apalagi kalo dia tau, hidupnya mungkin gak lama lagi.





















2 Dunia | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang