Pagi masih dingin, tapi Haechan sudah berada di salah satu ruang fakultas, di mana dia ditugaskan untuk mengurus data-data mahasiswa baru. Ruangan itu sedikit berantakan dengan tumpukan berkas-berkas, tapi tertata rapi di meja Haechan.
"Minum."
Jeno datang dengan dua kaleng soda di tangannya, melempar salah satunya ke Haechan yang langsung menangkap dengan mudah.
"Thank you." jawab Haechan, meneguk soda dingin itu tanpa ragu.
Haechan tampak sibuk dengan tugas orientasi mahasiswa baru, bukan tugas yang dia sukai tapi, mau tak mau, Haechan harus menyelesaikannya. Tugasannya bukan untuk bertemu mahasiswa baru tapi dia bertanggungjawab di bagian memasukkan data. Dengan kecepatan mengetiknya yang luar biasa dan ketelitian yang sudah diakui banyak orang, dia memang sangat cocok untuk tugas ini. Kalau bukan karena permintaan dosen, mungkin dia sudah duduk di kamarnya, menyelesaikan tugas-tugas pribadi yang menumpuk.
Haechan mengetik tanpa henti dari satu ham lalu, mengerjakan satu demi satu nama yang masuk ke dalam sistem. Matanya sudah mulai lelah memandang layar laptop yang terang, terlebih dengan daftar nama panjang yang kelihatan enggak ada ujungnya.Ternyata kemasukan siswa tahun ini lebih ramai dari tahun sebelumnya.
Saat dia mulai menggerakkan mouse ke halaman selanjutnya, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah nama yang terdengar familiar.
Huang Renjun.
Haechan berhenti sejenak, matanya meneliti foto kecil mahasiswa tersebut yang tercetak di samping namanya. Senyum tipis muncul di bibirnya, samar tapi cukup untuk menarik perhatian Jeno yang duduk tak jauh darinya.
"Kenapa lo senyum senyum?" tanya Jeno yang ikut melongok ke layar laptop Haechan. Dia membaca nama itu dengan lantang. "Huang Renjun?"
.....
.....
.....
"Lo naksir anak baru ya???!!"
Haechan mencibir kecil sambil melanjutkan mengetik. "Enggak lah, apaan sih." jawabnya cuek, langsung mematikan senyumannga yang masih tersisa di ujung bibir.
Jeno tertawa kecil, tapi matanya kembali melirik layar laptop itu. "Tapi dia lumayan imut sih.." Jeno berkata sambil membuka kaleng soda yang tadi dibelinya.
Haechan mendongak sebentar dan menatap Jeno dengan alis terangkat.
'Apa maksud lo?'
Jeno menyesap soda dengan santai. "Lihat aja tuh mukanya imut banget."
Mata Haechan kembali tertuju pada layar. Dia memandangi foto Renjun yang ada di sana untuk beberapa detik lebih lama, sebelum senyum yang sama muncul di bibirnya. "Emang." katanya pelan.
Jeno yang sedang minum tersedak mendengar jawaban itu. "Ha? Lo bilang apaan?" Jeno menoleh dengan ekspresi kaget. "Beneran lo bilang begitu? Gue nggak salah denger, kan?"
Jeno merasa perlu memastikan ulang karena selama bertahun-tahun dia kenal Haechan, cowok itu hampir nggak pernah atau mungkin tidak pernah melontarkan pujian buat siapa pun. Haechan selalu terkenal dingin, seringkali menghindari memberi komentar baik tentang orang lain, apalagi tentang penampilan. Bahkan, ketika dia benar-benar terkesan sama seseorang, biasanya dia hanya mengangguk pelan atau tetap diam tanpa memberi respons apapun.
Biasanya, kalau ada yang menanyakan pendapatnya tentang sesuatu, Haechan malah cenderung lebih sarkastik, seperti, "Oh, itu? Biasa aja sih."
Pujian? Bagi Haechan, itu adalah hal yang berlebihan dan sering kali dia anggap nggak perlu.Tapi kali ini... Haechan benar-benar memaksudkan seseorang itu "imut" ke bukan sembarangan orang, ke seorang mahasiswa baru yang bahkan dia belum kenal lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Dunia | Hyuckren
Romancerenjun hidup di dalam rumah mewah,namun kemewahan itu tidak dapat dinikmati karena dia tidurnya di dalam gudang,tempat di mana pembantu rumah nginep. Setelah pemergian ibunya,renjun menjadi kehilangan arah. Namun hidupnya sempat dibantu oleh Haechan...