Abi Curhat

13 2 0
                                    

Sepulang sekolah, Abi melempar tas dan jaket ke sofa dalam ruang VIP kafe Mahfud, lalu badanya menyusul. Dadanya kembang kempis mengenang kejadian di sekolah.

Sialan. Sialan. Sialan.’ Baru kali ini dia dibuat jengkel oleh orang selain keluarganya sendiri. Lalu, dia tertawa sendiri mengingat ketololan hari ini.

Ya, dari pagi hingga satu jam yang lalu dia mempermalukan diri sendiri di depan orang banyak.

Hilang sudah harga dirinya di depan para murid SMA Gakaya. Entah apa yang mereka bisikkan setelah rentetan kejadian yang nggak bakal Abi lupakan.

“Bagaimana, sukses?” Selidik Benaldi, tanpa berpaling dari buku pelajaran. Seperti biasa, dia menempati spot favorit di stool bar bundar, di mana meja minibar dipenuhi buku dan sebuah laptop menemaninya.

“Sepertinya gagal,” ledek Alif, lalu meneguk teh dingin di minibar.

Albert pindah dari sebelah Alif, ke samping Abi. Duduk memeluk boneka beruang yang nyaris seukuran badan Albert. “Bagaimana bagaimana bagaimana. Penasaran aku tuh, kamu gagalnya bagaimana?”

Abi malas menjawab, tapi sekarang Benaldi berhenti menulis dan bergabung dengan dua sahabatnya, memberi pandangan penantian.

“Wajib cerita?”

Ketiganya mengangguk cepat. Helaan nafas Abi membuat ketiga pemuda tampan tambah penasaran.

“Skip aja bagian ciuman dengan Deon,” cetus Albert, mengundang lirikan tajam Abi yang membuatnya bersembunyi di balik boneka. Si manis mengintip dari atas kepala boneka. “Yang itu sudah tersebar luas dan detail.”

Seketika bibir Abi mengkerut seperti jeruk yang diperas habis sarinya. Rasa asin, rasa menjijikan bibir cowok kembali menghinggapi. Dia nggak bakal lupa sensasi ciuman pertama dengan sesama cowok. Dia buru - buru mencuci bibir pakai sabun di wastafel.

“Jangan kabur," ujar Benaldi. “Ingat, The Princes tak pernah menyimpan rahasia dari sesama dan harus saling bantu apapun yang terjadi.”

"Iya, ngerti." Abi kembali ke sofa, mengeringkan bibir memakai saputangan. “Jadi begini…..”

Cerita Abi dimulai dari saat istirahat di sekolah. Kala itu dia mendatangi kelas Icha, tapi gagal bertemu dengan gadis culas. Kata teman -temannya sih, Icha sedang di perpustakaan.

“Sama Deon?” Tanya Abi ke teman sebangkunya Icha. Gadis berkerudung bernama Dayanti.

“Yaudah lu lihat aja sendiri sono ke Perpus sama siapa.” Celetuk Dayanti, memandang risih Abi, sambil mengunyah gorengan.

Sabar, sabar. Gue nggak boleh marah. Gue harus berhasil mendapat alamat Icha.’

“Kamu kan baik, ayolah, beritahu, ya.”

“Nggak usah menjilat," sahut Dayanti. "Gue tahu tipe cowok seperti apa dirimu. Beruntung Deon nggak ada di sini. Kalau ada, lu udah diusir, ngerti?”

“Deon? Oh yang tadi pagi. Emang dia siapa, ngusir ngusir gue?”

“Sahabat Icha, sahabat gue, sahabat kami semua. Kenapa? Nggak terima? Lagian lu ngapain sih di sini. Biasanya juga cuma lewat doang.”

“Dayanti nggak boleh begitu,” sahut gadis di depan.

“Iya, nggak boleh marah ke Abi. Dia datang ke sini tuh anugerah, tahu,” sahut gadis lain.

“Anugerah? Musibah kali. Lagian ganggu orang nyalin PR aja. Awas kalau gue nggak selesai, lu gue gigit sampai nangis, ngerti!” bentak Dayanti, ke Abi.

Sabar, sabar.’ Entah punya masalah hidup apa gadis satu ini. Kala nyaris semua menyambut Abi dengan tangan terbuka, gadis satu ini malah sewot. ‘Untung lu sahabatnya Icha, kalau bukan sudah gue acak - acak tuh PR.’

AKURAPOPOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang