Andai bisa aku katakan bahwa "Aku mencintaimu", mungkin sudah aku lakukan sejak awal, namun aku tidak ingin mengatakannya, bukankah mengatakannya hanya membuatnya semakin hilang diantara semak-semak didalam dirinya.
"Aku udah disini (Sending location)", tulisku seraya memohon.
"Hah? kenapa? bukankah kita tidak ada janji hari ini?", balasnya dengan kecemasan.
"Aku hanya melakukan inisiatifku molly, seperti yang aku lakukan dulu", tulisku dengan hati.
"Maaf ya, kita tidak ada janji, kamu pulang saja", tulisnya menolak dengan bingung.
Aku tidak pernah berfikir ketika mengusahakan sesuatu yang aku rasa harus aku lakukan, tetapi obsesi terkadang melupakan hal-hal yang tak seharusnya ku lakukan.
Selain peminum kopi, dia juga penggemar matcha. Dimana hari itu aku bawakan sebatang coklat matcha dan tulisan manis dikertas berwarna kuning. Coklat yang beku sudah terasa leleh, matcha yang harum pun tak tercium, yang ada hanyalah rasa salah dan penuh gelisah dari seorang pria.
Usaha demi usaha kini mulai terbuang seperti sampah, setidaknya aku tak pernah menyesal melakukannya. Pikirku hanya ingin menyakinkan pada matahariku bahwa aku tidak segelap itu. Walau pada akhirnya berujung penolakan, setidaknya pembuktian pada diri sendiri, perasaan, usaha, dan rasa yang begitu dalam sudah aku lakukan. Bukankah kebaikan tidak selalu dibalas? mungkin hanya bisa dirasakan, walau tak pernah dianggap.
"Mungkin hal yang kamu lakukan tadi membuaku berpikir 2 kali, aku tidak bisa membayangkan kamu se egois itu, mulai sekarang mari kita berteman selayaknya teman baik. Urusan kedepannya let it flow aja". bubble chat pertama molly penuh dengan kekecewaan.
"Maafkan aku sudah bertindak seperti itu, yang kulakukan adalah hanya mengulangi inisiatif itu, pada akhirnya aku bisa membuktikan bahwa aku berusaha meyakinkanmu. Meskipun sulit, aku bukan pria yang seperti yang kau pikirkan molly". tulisku dengan denyut jantung yang tak karuan.
Jantung seraya berhenti, rasanya diam, hampa, dan mati. Perlahan harapan bersamanya kini terkubur pelan-pelan. Bukankah cinta yang ku pilih juga layak untuk diperjuangkan?, tetapi hal yang sudah terjadi tak bisa ku pungkiri dan ku ulangi sekali lagi.
Rasa-rasa pada hati ku dan molly mungkin masih tersisa, namun tidak cukup untuk membangkitkan kecewanya. Hal yang aku bisa lakukan adalah menunggu hingga waktu dia pulih dan berjalan dengan usaha yang memang perlu ku lakukan untuk mendapatkan hatinya kembali.
Tepat pada hari ulang tahun nya, aku merasa bahwa aku mengetahui hari spesialnya, rasanya tidak mungkin harus aku lewatkan begitu saja. Mungkin dengan hal yang ku tau selama ini tentangnya bisa menjadi kesempatanku untuk masuk kembali.
"Gimana kadonya?", tanyaku pada malam spesialnya
"Bagus kok warna merahnya makasih yaa, maafin aku". tulisnya seperti tidak puas.
"Your welcome, semoga suka dan dipake ya!", tulisku dengan kegelisahan.
Malam itu adalah malam yang panjang bagiku, namun mungkin malam yang lelah baginya. Tak bisa dipungkiri matahariku sudah tidak pernah muncul dipagi hari, yang ku bisa hanyalah menikmati angin pagi dengan penuh rasa bersalah.
Tiba saatnya hati dan pikiran tidak bisa menyatu, bukankah pikiran ku sudah tewas sebelumnya?. Yang ku ikuti hanyalah hati, pikiran sudah aku hiraukan sejak embun pada malam aku mengenalnya.
"Nih urus aja si lela cewekmu itu, jangan bawa bawa gua (sending a picture)". tulis molly di percakapan yang padam.
"Hah? dia sampe ke kamu? udah gila!", tulisku dengan rasa kebingungan.
"Dibilang gak mau masuk, gak ada yang mau masuk!", tulisnya seperti orang melempar batu.
Hal yang tak pernah aku kira justru menghantuiku, lela yang ku kira tidak menganggu ternyata membuatku semakin tak tau arah. Kebenaran kini sudah sampah menurut matahariku, mungkin ini sudah akhir dari segala hal yang pernah terpikir saat itu. membaca perkataannya pun masih sulit aku sadari bahwa hal-hal yang selama ini aku benahi rusak juga karena orang lain.
Gilanya aku, sudah menghiraukan pikiran. Padahal hati harus berjalan sejalan dengan pikiran. Bukankah pria selalu mengedepankan pikiran dari pada perasaan?.
Hal-hal yang pernah kulalui dengan molly kini tinggal cerita yang mengalir di derasnya sungai. Banyak hal-hal yang ku pertanyakan di dalam diriku sendiri dan dia si matahari.
Semua pertanyaan yang belum terjawab dengan jelas kini masih memutar di otakku, aku tidak ingin menerka nerka jawaban itu sendiri. Aku pun belum ingin menanyakan padanya, karena aku tau hal itu justru malah membuatku semakin kehilangan dirinya.
Kenapa kamu ajak aku sejauh ini kalau memang masih ragu denganku dan belum selesai sama masa lalumu dan diri sendiri?. Hal yang tak pernah terjawab kini menjadi misteri di dalam pikiranku, seraya hanya memutar seperti biang lala tak kunjung berhenti.
Orang yang selalu takut merasa kehilangan tidak pernah mengungkapkan perasaannya bukan? dan ya itu aku. Kini aku sudah membunuh kupu-kupu indahku, yang tersisa hanyalah perasaan yang berhenti padanya si matahariku.
Bukankah kita adalah manusia yang buta?, Kamu tidak bisa melihatku dan aku tidak bisa melihat perempuan selain dirimu. Jika memang semua itu palsu, aku layak ber terima kasih pada saat itu hari ku menjadi lebih berwarna dan dia adalah alasanku bahagia.
Banu seorang laki-laki dengan takdir yang tak pernah tentu dan semuanya terus berjalan mengiringi langkahnya. Karir kini sejalan dengan cinta yang tak bisa ia miliki.
Gelar sarjana, 1 thesis, dan 4 artikel ilmiah tidak cukup membuatku pintar membaca. Aku membaca pesanmu "Selamat pagi" tapi aku mengartikannya "Aku mencintaimu".
"A man Makes the First Meeting and The Last Handshake"
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
A Man Makes The First Meeting and The Last Handshake.
RomanceSecercah harapan tentang masa depan, romansa, keluarga, dan diri banu. Berusaha mencari apa yang sedang dicari, banu adalah laki-laki punya sejuta mimpi dan harapan karir bisa sejalan dengan cinta.