3

7 0 0
                                    

"Permisi, Pak, Bu."

"Oh, Baris, masuk, Ris!"

Para staf TU serempak menoleh ke arah pintu dimana ada Baris yang sedang berdiri di sana. Setelah diijinkan masuk, Baris pun langsung berjalan ke arah Juma yang salah tingkah sendiri tidak menyangka kehadiran garis yang langsung menghampiri mejanya.

"Saya ada perlu sama Bu Juma, Pak, Bu," ucap Baris yang membuat kelima staf TU lainnya mengangguk paham karena mengira ada masalah administrasi magang. "Bu Juma gak makan siang?"

Baris tidak menanyakan perkara makan siang Juma ini dengan kencang, namun Juma yakin para rekan kerjanya mendengar pertanyaan Baris. Juma hanya berharap mereka masih bisa berpikir positif dengan pertanyaan Baris kepada Juma, seperti karena Baris tidak mau mengganggu jam makan siang Juma misalnya.

"Ini mau makan, saya bawa bekal, jadi makan di sini gak di kantin."

"Saya boleh ikut makan siang di sini, Bu?" Juma mulai panik melihat ke arah rekan kerjanya yang lain yang mulai tertarik dengan interaksi antara Baris dan dirinya.

"Mau makan siang sama Bu Juma, Ris? Gak ada temennya ya kalau di kantin? Lagian kamu ini Ris bukannya magang yang banyak barengannya malah magang disini sendirian. Jadi gak ada temennya kan," untungnya ada pertolongan dari Bu Indah selaku bagian administrasi keuangan sekolah yang sudah bekerja 12 tahun lamanya di sana.

"Iya, Bu. Biar deket dari rumah," untungnya lagi Baris memberikan jawaban diplomasi.

"Ya udah makan siang aja disini, Ris. Bareng-bareng disini." Andri, bahkan sudah menunjuk kursi kosong di depan mejanya. Andri sendiri rekan kerja Juma sesama TU yang mulai bekerja setahun setelah Juma meskipun usianya lebih tua dua tahun.

"Saya boleh makan disini kan, Bu?" namun Baris memilih bertanya kepada Juma dengan menunjuk kursi di depan meja wanita itu dan tentu saja sebelumnya sudah memberikan senyum sopan kepada Andri karena menolak tawaran pria itu. Jumapun memberikan anggukan untuk pertanyaan Baris yang langsung duduk di depannya. Juma masih sedikit kaget dengan aksi pendekatan Baris yang frontal dan tidak malu-malu ini, namun dia cukup lega mendapati Baris yang paham dengan situasi dan selalu menanyakan konsennya terlebih dahulu. Kalau kata orang-orang, Baris ini termasuk golongan cowok green flag yang jadi idaman para wanita.

"Bu Juma masak sendiri?" Baris menunjuk kotak bekal Juma yang begitu terbuka menampilkan menu tahu goreng dengan sambal kecapnya. Menu favorit serta andalan Juma.

"Iya," jawab Juma singkat, rasanya dia masih belum terbiasa untuk mengobrol panjang lebar dengan Baris apalagi di tengah ruang kerjanya yang bisa-bisa langsung dapat ceng-cengan dari rekan kerjanya yang lain. "Mau coba?"

Baris hanya mengangguk dan menyodorkan kotak bekalnya yang berisi ayam karaage dengan saos tartarnya itu. Selesai memindahkan setengah lauknya ke kotak Baris, ternyata Baris ikut memindahkan lauk milik pria itu ke kotak bekal Juma. "Kalau ini yang masak mama saya."

"Makasih."

"Restonya mamamu itu yang deket kampus UIN itu kan, Ris?" tanya Amel, sesama rekan TU yang mengurus bagian administrasi kepegawaian. Sudah tujuh tahun bekerja di sana, dua tahun lebih dulu dan dan juga lebih tua dua tahun dari Juma. Bisa dibilang Amel adalah rekan kerja yang paling akrab dengannya. Apalagi, Amel juga menyaksikan sendiri kejadian empat tahun lalu yang menimpa Juma. Dimana Amel jadi yang paling perhatian serta selalu memberikan dukungan untuk Juma.

"Iya, Bu. Di Segitiga Emas."

"Oh, orang tuanya Baris punya restoran di Segitiga Emas. Dimananya Ris? anak UIN nih aku." Mina yang merupakan staf TU termuda, baru bergabung setahun dan umurnya juga hanya beda dua tahun dengan Baris.

"Japan Kitchen, Mbak? Tau?"

"Oh, Japan Kitchen toh. Rame banget itu. Enak banget sih rasanya. Apalagi ramennya."

Baris tersenyum mendengar pujian dari Mina untuk restoran orangtuanya. "Makasih, Mbak. Kapan-kapan kalau kesana, bilang aja, Mbak. Nanti saya bilangin ke Mama saya biar didiskon. Yang lainnya juga boleh kok."

Mereka semua pun serempak bersorak gembira, dan mengatakan akan mampir ke restoran milik orang tua Baris. Setelahnya mereka melanjutkan makan siang dengan sibuk menanyai Baris ini itu. Suasana ruang TU jadi sangat ramai. Padahal biasanya yang sibuk berbicara hanya Amel dan Mina. Sedang Juma dan yang lainnya hanya sesekali menimpali atau hanya mengangguk dan menggeleng kala tidak setuju dengan apa yang diobrolkan Amel dan Mina.

"Oh, jadi Mamamu pernah tinggal di Jepang. Jangan-jangan menikah juga ya sama orang Jepang. Makanya mukamu blesteran gitu," Mina yang memang belum banyak tahu tentang Baris jadi semakin sibuk bertanya ke Baris. Sebenarnya staf TU yang lain juga tidak pernah tahu jelasnya. Mereka yang tahu sejak Baris masih bersekolah di sana hanya dengar dari gosip-gosip saja. Karena Baris salah satu murid yang terkenal saat jaman sekolah baik dikalangan para murid ataupun para guru, jadi banyak gosip yang beredar. Dan ya... guru-guru dan staf lainnya juga sebenarnya suka juga mendengar gosip baik dari kalangan sesama guru ataupun murid.

"Iya, Mbak. Papa saya keturunan Jepang-Canada."

"Pantes mukamu campur-campur gitu. Kadang keliatan bule banget kadang keliatan Asia Timurnya. Tapi cakep kok, ganteng banget malah. Jarang-jarang loh ada yang mukanya blesteran gini di Semarang. Ada tuh Bule dulu di UIN, tapi dari Thailand, malah mirip India mukanya. Gak ada yang ke Asia Timuran atau Western kayak kamu gini."

"Iya bener. Semarang mana ada muka bule. Jarang banget liatnya," ucap Amel menyetujui ucapan Mina.

Juma ikut mengangguk menyetujui. Memang sangat jarang ditemui wajah bule seperti Baris. Walaupun tidak terlalu bule, tapi tetap saja terlalu bule untuk ukuran orang Asia Tenggara. Dan wajah Baris juga ada ciri khas dari Asia Timur, yang terletak di mata sipitnya yang khas.

Obrolan Seru terus berlanjut. Baris sedikit-sedikit menoleh dari makanannya ke arah orang yang mengajaknya bicara. Meski jawabannya tak panjang, tapi Baris selalu terdengar ramah. Sedang Juma hanya sibuk mendengarkan dan sibuk menyantap makan siangnya. Lauk ayam karaage dari Baris sangat enak, apalagi saos tartarnya. Hingga Juma melupakan menu favoritnya, tahu dengan sambal kecap. Juma jadi sayang untuk memakannya dan memilih menyisihkannya untuk dia makan terakhir.

Namun siapa disangka, Baris justru memindahkan semua ayam karaage yang tersisa miliknya ke kotak bekal Juma. Padahal pria itu juga masih sibuk menjawab pertanyaan dari Mina sepertinya sangat bersemangat menanyai Baris ini dan itu.

"Udah, Min. Jangan ditanya terus Barisnya. Dia mau makan siang gak jadi-jadi itu!" Seru Pak Bagyo yang menjabat sebagai kepala Subbag Tata Usaha. Beliau ini sudah kerja 16 tahun di sana bahkan kepala sekolah mereka saat ini Pak Moh yang menggantikan Bu Halimah tahun lalu sangat menaruh hormat kepada Pak Bagyo.

"Maaf ya, Ris, kalau banyak nanya."

"Iya, gak papa, Mbak," sekali lagi Baris menjawabnya dengan ramah dan tersenyum sopan. Berbeda dengan senyum lebar yang diberikan kepada Juma, saat memberikan sebotol air mineral yang sudah dia buka tutupnya kepada Juma, saat ini.

Jumapun menerimanya dan menggumamkan kata terima kasih yang kembali bersambut senyum lebar Baris yang hanya diberikan kepada Juma. Oh, Juma rasanya menjadi sedikit besar kepala dan berbunga-bunga di hatinya mengetahui fakta itu. Tak bisa dihindari senyum Baris untuknya memang membuat juma cukup berdebar-debar dan salah tingkah seperti anak muda yang baru tahu tahu apa itu suka-sukaan. Tidak apa Juma tidak menolak juga akan hal itu, apabila menimpa dirinya. Karena itu Baris, dari perlakuan kecil Baris kepadanya selalu bisa membuat Juma merasa diperhatikan oleh pria itu.

Jumapun semakin percaya akan perasaan Baris kepadanya.

☀️☀️☀️

Dari Rabu :
Terima kasih sudah membaca 🙂

Salam Rabu
02/10/2024

Morning, Bu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang