Jika Juma bertanya-tanya, apa yang harus perempuan itu lakukan untuk membuat Baris berbunga-bunga, padahal jawabannya adalah Juma itu sendiri. Seperti saat ini, kala Baris lewat depan ruang TU hendak ke lapangan voli bersama Pak Pani. Pintu ruang TU yang sedikit terbuka, seperti memberinya ijin untuk barang sekejap melihat ke dalam dan mendapati wanita yang sedang dengan cantiknya tersenyum melihat ke arah bunga yang dia berikan tadi pagi. Dengan melihat senyum wanita itu saja, Baris merasa siap bangunkan kebun dengan seribu bunga layaknya Bandung Bandowoso untuk meminang Roro Jonggrang. Wanita itu tentu Bu Juma, Juma, Arjuma Mahyan yang namanya selalu dia jadikan mantra untuk penyemangat hari-harinya.
Baris melihat Juma pertama kali saat dia berusia 16 tahun, saat itu dia masih kelas 11 SMA. Juma diperkenalkan saat upacara bendara pada hari senin di musim kemarau bersama beberapa guru baru lainnya. Matahari kala itu sedang terik-teriknya, baru pukul tujuh lebih sedikit saja sudah buat keringat bercucuran. Belum lagi buat beberapa murid perempuan tumbang, pingsan karena cuaca panas. Namun ditengah terik itu, ketika nama Arjuma Mahyan dikumandangkan, saat itu seluruh perhatian Baris tertuju pada seorang wanita yang jelas punya gurat wajah lebih tua darinya, baju batik serta rok span warna coklatnya menambah kesan perbedaan status antara mereka. Tapi hati Baris menyiratkan sesuatu yang berbeda.
Hei!, Baris juga tidak tahu kenapa, seseorang bernama Arjuma Mahyan itu bisa menarik seluruh atensinya. Dadanya jadi berdegup dengan kencang, matanya bahkan menjadi sangat jeli, melihat bagaimana keringat mengalir di kening perempuan itu. Baris bahkan mendadak jadi tuli, tak mendengar namanya diserukan berulang kali oleh sang kembaran, Lintang. Sampai Lintang dijewer dan digiring keluar barisan saja Baris masih tidak peduli. Suka-suka Lintang saja lah mau bagaimana. Baris merasa dia harus banyak-banyak menangkap memori tentang hari ini Hari dimana dia mengenal kata 'jatuh cinta' kepada hal yang berwujud manusia. Baris begitu yakin ini adalah jatuh cinta, karena perasaan yang dia rasakan sama seperti kala dia melihat voli pertama kali melalui layar televisinya. Dia tahu dia menginginkan Juma sama besarnya seperti dia menginginkan untuk bermain voli.
Hari itu, Juma dikenalkan sebagai staf TU baru yang membantu untuk tugas administrasi umum. Meski jelas Juma lebih tua daripada Baris, namun diantara jajaran guru lainnya, Juma masih terlihat muda, segar dan bersemangat memulai dunia kerja setelah tamat kuliahnya. Tubuhnya paling kecil diantara guru-guru lain yang diperkenalkan. Wajahnya juga kecil, hidung, mulut, mata, tangan bahkan ada tahi lalat dibawah hidungnya juga sangat kecil. Tak akan terlihat tahi lalat Juma itu dari posisi Baris saat berbaris sebagai salah satu murid yang sedang mengikuti prosesi upacara bendera. Baris baru tahu setelah bertatap muka dengan Juma secara langsung saat mengurus ijin keperluan kompetisi volinya.
Baris ingat, kepala sekolah mereka mengatakan, meskipun Juma bekerja sebagai Staf TU tapi murid-murid diwajibkan untuk berlaku sebagaimana murid kepada gurunya. Meski statusnya sebagai staf TU namun perannya di sekolah tetaplah guru yang membantu murid-muridnya untuk belajar selama di sekolah. Sebab itulah, Baris selalu menahan dirinya sendiri saat statusnya masih seorang murid.
"Ngeliatin apa, Ris?" Lamunan Baris tentang hari lampaunya terputus begitu mendengar suara Pak Pani. "Oh, Bu Juma."
"Enggak, Pak." Baris berusaha menyangkal meski sudah tertangkap basah tengah mengamati Juma. "Mari Pak, lanjut lagi," dia juga berusaha menggiring Pak Pani agar segera beranjak dan mereka tidak berada di depan ruang TU yang mana dapat menyebabkan orang lain berdatangan dan makin kemana-mana pembicaraan mereka.
"Bu Juma memang lagi usia cantik-cantiknya. Kelihatan lebih matang dan dewasa," ucap Pak Pani setelah akhirnya mereka berdua berjalan ke arah lapangan voli. Sekolah mereka hanya SMA Negeri di pinggiran kota Semarang. Tidak punya lapangan voli yang berada di dalam gedung, mereka menggunakan lapangan outdoor yang miliki lantai kasar untuk olahraga yang satu itu. "Sekarang Bu Juma jadi guru favorit anak-anak karena cantik. Kalau dulu masih Bu Arin yang nomor satu, sekarang setelah Bu Arin menikah dan melahirkan dan mengalami perubahan fisik, anak-anak langsung menobatkan Bu Juma jadi guru yang paling cantik."
Bu Arin adalah guru Bahasa Inggris sejak Baris masih menjadi murid disana. Memang dulu banyak yang mengidolakan Bu Arin, karena kecantikannya dan keseruaan Bu Arin dalam mengajar. Tapi bagi Baris, sejak dulu ya, Bu Juma favoritnya meski Baris juga tidak pernah diajar perempuan itu.
"Tapi kasihan Juma itu," ucap Pak Pani yang bisa membuat tatapan Baris serta merta melayang ke arah pria itu, dengan ekspresi wajah bertanya-tanya yang menyertai. "Tahun lalu ada cowok yang deketin Bu Juma. Kerja di kantor kelurahan cagkiran. Setiap hari antar jemput Juma, naik motor, jadi pernah memang dulu Juma gak naik sepedanya. Mereka kelihatannya juga sudah sangat serius, Juma kalau ditanya juga jawabannya, mohon didoakan aja."
Baris mendengarkan setiap kata Pak Pani dengan sungguh-sungguh, fakta seperti ini tidak boleh terlewat olehnya. "Cuma ya, sejak Juma kembali naik sepeda lagi ke sekolah, cowoknya juga gak kelihatan lagi antar jemput Juma. Setelahnya Juma gak pernah deket sama siapa-siapa lagi."
...
...
"Kenapa mereka gak lanjut, Pak?" Mau tak mau, Baris jadi harus bertanya secara langsung, karena Pak Pani meninggalkan ceritanya dengan tanggung. Ditunggu pun Pak Pani tidak melanjutkan ceritanya, seolah sengaja menggoda Baris untuk bertanya.
"Ini Kamu yang tanya lo ya, bukan karena saya yang suka bergosip."
Apa yang bisa dilakukan Baris selain menahan senyum geli dan memberikan anggukan kepalanya agar sang guru mau membeberkan gosip itu kepadanya dan iya iya Baris yang penasaran, bukan Pak Pani yang suka bergosip.
"Saya denger katanya, keluarga cowoknya gak setuju, karena tahu bapaknya Juma sakit Stroke. Takut kalau Juma nanti bergantung ke keluarga yang cowok untuk pengobatan Bapaknya. Padahal keluarga mereka juga PNS biasa." Tutur Pak Pani membeberkan alasan putusnya Juma dengan cowok tersebut menurut dari yang dia dengar-dengar dari guru lainnya. "Ya gimana, kita dilingkungan kayak gini perintis bukan pewaris. Harta paspasan pasti bingung juga kalau harus nanggung pengobatan orang lain."
Baris mengangguk paham, tidak menyalahkan baik kepada si cowok ataupun kepada keadaan Juma. Dirinya justru bersemangat agar apa yang sedang dia usahakan tidak terhalang keadaan seperti iytu lagi. Dia semakin sadar untuk bekerja lebih keras apabila benar-benar ingin Juma bersamanya dimasa depan.
"Trus mau gimana kamu setelah ini, Ris? apa rencara kamu kedepannya?" tanya Pak Pani.
"Kalau saya tentu saja, pengen main untuk timnas dan abroad, Pak," jawab Baris jujur. Sebagai orang yang menggeluti voli sejak dia masih belia, tentu harapan besarnya bisa bermain untuk tim nasional dan berkompetisi dipetandingan voli internasional. Juga melihat saat ini ada beberapa seniornya didunia voli yang berhasil main untuk klub luar negeri, tak menutup kemungkinan kan dirinya juga bisa bermain untuk klub luar negeri.
Selain Juma yang sedang dia usahakan tentu karirnya di dunia voli akan dia perjuangkan mati-matian. Seumur hidup dia hidup berdampingan dengan voli. Jadi dia harus berusaha sedikit lebih keras lagi untuk bisa mencapai titik itu. Dia sungguh berharap baik Juma atau voli dapat dia raih dalam hidupnya.
"Hmmmm, bagus bagus. Memang harus punya cita-cita yang tinggi. Bapak cuma bisa bantu mendoakan saja supaya semua bisa tercapai. Kamunya juga harus fokus dan semangat buat kejar itu semua," kata Pak Pani memberi nasihat. "Urusan Juma, kalau jodoh ya gak akan kemana."
...
Nasihat dari Pak Pani sungguh terdengar tulus, selayaknya nasihat dari guru untuk muridnya. Meski sejak dulu kemampuan Baris dalam voli lebih unggul dibanding Pak Pani yang mengajar. Tetap saja pria itu pernah menjadi guru bagi Baris. Baris hanya mampu mengangguk kan kepala manut pada petuah Pak Pani dan memberikan jawaban, "iya, Pak."
☀️☀️☀️
Dari Rabu :
Terima Kasih sudah membaca :)
Salam Rabu
21/10/2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Morning, Bu!
RomanceSeorang staf tata usaha di Sekolah Menengah Atas, apakah dapat disebut seorang guru? Seorang mahasiswa yang magang di sekolahnya dulu, apakah dapat disebut mantan murid? Seingat Juma, dia tidak pernah mengajar Baris. Tidak pernah menjadi guru Baris...