4

5 0 0
                                    

Mereka kembali pulang bersama seperti hari sebelumnya. Kembali pula duduk santai menikmati sore di danau, yang berbeda hanya jajanan yang mereka beli kali ini adalah kue cubit. Bahkan keheningan yang merajai kebersamaan mereka berdua saat ini masih sama.

"Bu Juma saya boleh minta sesuatu?" Akhirnya setelah bermenit-menit mereka habiskan dalam keheningan, Baris mulai membuka suara terlebih dahulu. "Kalau tidak mau nanti bisa ditolak, Bu."

"Asal jangan aneh-aneh aja."

"Enggak, kok. Saya cuma mau minta tukeran bekal makan siang aja."

Sekarang Juma jadi tidak paham dengan maksud dari permintaan Baris. Untuk apa mereka bertukar bekal makan siang mereka? apa hal pentingnya itu bagi mereka? bertukar yang bagaimana yang dimaksud Baris ini sebenarnya? dia tidak paham.

"Saya cuma mau makan masakan Bu Juma, makanya saya mau tukeran bekal makan siang," ucap Baris menjelaskan maksud dari keinginannya untuk bertukar bekal makan siang.

"Oh, saya bisa bawa bekal makan siang dua kalau kamu mau," kata Juma memberi jawaban yang menurutnya lebih praktis ketimbang bertukar bekal makan siang.

Baris tidak langsung memberi tanggapan untuk usulan Juma. Pria itu justru memandang ke arah Juma, seakan meneliti kesungguhan dari usulan yang dilayangkan Juma. "Bu Juma enggak keberatan? Kalau ada yang tanya kenapa Juma bawa bekal makan siang buat saya gimana? Kalau saya sendiri gak keberatan sih."

Benar juga, Juma baru sadar akan hal itu. Kalau ajakan makan siang tadi masih bisa disangka Baris hanya merasa kesepian karena tidak ada teman makan siang. Membawakan makan siang setiap hari, tentu sudah tidak bisa dibawa dengan sangkaan yang tidak mengarah ke hal-hal romantis, kan?

"Kalau Bu Juma keberatan kita bisa tukeran lauk seperti tadi siang aja. Saya gak pemilih makanan, jadi gak akan keberatan dengan apapun yang Bu Juma masak. Kalau tidak bisa setiap hari, tiga hari sekali saya juga mau. Saya cuma mau makan masakan Bu Juma sebanyak yang saya bisa mumpung punya kesempatan."

Bagaimana Juma bisa menolak, jika permintaan Baris ini terdengar tulus ingin sekali mendapatkan perhatian darinya melalui masakannya. Padahal masakannya tidak yang enak-enak banget. Kalau kata adik-adiknya, 'not bad, but not good'.

"Ya udah gitu aja, kamu minta lauk. Besok-besok saya banyakin juga bawa lauknya."

Baris kembali memperlihatkan senyum lebarnya, kala Juma akhirnya memberikan jawaban sesuai yang diharapkan oleh pria itu. "Besok pagi saya juga boleh jemput Bu Juma kan?"

"Iya, bolehhh," jawab Juma sengaja memanjangkan jawabannya karena ternyata banyak sekali yang ingin Baris lakukan kepadanya. "Ada lagi gak yang kamu mau dari saya?"

"Banyak. Saya juga pengen nikah sama Bu Juma, tapi kayaknya kecepetan jadi nant- aduhhh!"

Kali ini jawabannya bukan 'Boleh' namun sebuah pukulan dari tangan Juma ke bahu Baris. "Kamu ini!"

Baris yang dimarahi hanya tertawa sembari mengelus Bahunya yang terkena pukul Juma. Sepanjang sore itu akhirnya suasana diantara mereka tidak begitu sunyi dan kaku lagi, Mereka sudah bisa berbagi tawa bersama.

***

"Buat saya?"

Juma menerima seikat bunga mawar warna merah beserta vas bunganya. Pagi ini, Baris benar-benar menjemput ke rumahnya. "Iya. Nanti Bu Juma bisa kasih air di vasnya biar seger bunganya," ucap Baris yang sejak pukul setengah tujuh pagi sudah berada di rumahnya.

"Ini saya bawa ke sekolah?" tanya Juma bingung dengan pemberian pria itu yang bersambut dengan anggukan Baris. "Bu Juma bisa taruh bunganya di meja Bu Juma. Biar bunganya bisa nemenin Bu Juma kerja, pengganti saya."

Dughhh, satu pukulan dari Juma kembali mendarat ke bahu Baris. Juma jadi lebih sering memberikan pukulan ringan ke bahu Baris ketika pria itu kelewat gombal menurutnya. "Gombal banget sih, kamu! Banyak pengalamannya ya?"

Sembari mengomeli Baris, Juma siap-siap naik ke sepedanya. "Justru, ini pengalaman pertama saya. Jadi maaf ya Bu, kalau agak gombal atau alay," kata Baris. Pria itu terlihat sedikit malu sekarang.

"Eh..., gak papa kok. Saya suka-suka aja," Juma jadi merasa bersalah, seperti habis mematahkan perasaan Baris yang baru berbunga-bunga itu. Sebenarnya yang dilakukan Baris kepadanya itu sangat manis. Juma cuma belum terbiasa saja. Dia juga cuma berniat bercanda tadi. "Udah, ayok berangkat. Telat ini kalau gak buru-buru berangkat."

Keduanya pun saling mengayuh sepeda masing-masing dan berangkat ke sekolah. Begitu di sekolah mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Meski sibuk dengan pekerjaannya, Juma tak lupa akan pesan Baris untuk mengisi vas bunga pemberian pria itu dengan air dan meletakkannya di meja kerja Juma.

"Gaya bener Jum sekarang, bawa bunga-bungaan segala," komentar pertama datang dari Amel yang memang meja kerjanya berada di sebelah mejanya. Juma maklum dengan selorohan Amel, karena memang ini hal yang tidak pernah dilakukan Juma sebelumnya.

"Iya nih, biar seger. Buat selingan, pusing liat kerjaan mulu."

Dan benar saja, bunga dari Baris bisa membuat Juma tersenyum ketika melihatnya di tengah-tengah kepenatan mengerjakan pekerjaannya. Rasanya sungguh menyegarkan melihat bunga bewarna merah di tengah kertas dan berwana putih dengan tinta-tinta hitamnya. Makin dipikirkan, hal kecil yang dilakukan Baris untuknya ini sungguh membuat hatinya menghangat. Senyumnya mekar semekar bunga mawar yang sedang dia tatap. Juma merasa seperti akan ada kupu-kupu yang keluar dari tubuhnya dan hinggap di bunga pemberian Baris. Dan Juma jadi ingin melakukan sesuatu untuk Baris seperti yang dilakukan pria itu kepadanya. Juma juga mau membuat Baris merasakan perasaan hangat dan berbunga-bunga seperti yang tengah dia rasakan sekarang.

Mungkin Juma akan menanyakan menu makanan favorit pria itu atau sesekali menraktir sarapan di bubur ayam langganannya. Buru-buru dia memberikan pesan kepada Baris, dia begitu semangat untuk membalas perhatian yang Baris lakukan padanya. 

"Jum!" seruan kaget Amel terdengar di dekat bahu Juma. Dia tidak sadar jika Amel sedang berada di dekatnya dan bisa melihat isi ponselnya yang menampilkan ruang chatnya dengan Baris yang sedang menanyakan menu makanan favorit pria itu. 

Tidak ada yang berbicara diantara keduanya. Juma dengan ekspresi paniknya dan Amel dengan raut penuh tanyanya. 'Pelan', Juma menggumankan kata yang tak bersuara sebelum Amel membuka mulutnya. Amel pun tersadar kala memandang sekitar, untungnya orangorang masih fokus dengan kerjaan mereka. Rekan kerjanya itu pun memilih mendekat ke arah Juma dan membisikan, 

"Kamu pacaran sama Baris?"

☀️☀️☀️

Dari Rabu : 

Terima Kasih sudah membaca

Salam Rabu
06/10/2024

Morning, Bu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang