Melodi dalam kesunyian

3 1 0
                                    


Almeira duduk di kursi dekat jendela, menatap hujan yang masih mengguyur tanpa henti. Setiap tetesnya membuat hatinya tergerak, seolah menciptakan melodi yang menenangkan namun menyedihkan. Suasana sekelilingnya penuh dengan kesunyian, dan Almeira merindukan suara tawa dan percakapan yang biasanya mengisi rumah itu.

Hari-hari berlalu, dan setiap detik terasa lebih lama. Hanya suara detak jam di dinding yang menemani kesendiriannya. Ia masih teringat momen-momen manis yang ia lalui bersama Evan, saat-saat di mana mereka saling berbagi impian dan tawa. Namun, semua itu kini terasa seperti kenangan yang samar.

"Hanya untuk anak ini," bisik Almeira, meraba perutnya yang semakin besar. "Aku harus kuat untuknya."

Tetapi bagaimana ia bisa kuat jika suaminya semakin menjauh? Almeira merasakan rasa sakit yang menusuk di hatinya, mengetahui bahwa Evan mengabaikannya. Setiap kali ia memikirkan Evan, ingatan tentang kebohongan dan pengkhianatan kembali menyergapnya.

Dia mencoba mengalihkan pikirannya dengan menulis di buku harian. Dengan menulis, dia bisa menuangkan semua rasa sakit dan kebingungan yang ada dalam dirinya.

"Hari ini adalah hari ke-190 aku hamil. Setiap hari terasa lebih sulit tanpa kehadiran Evan di sampingku. Rasa hampa ini seolah membelengguku. Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan seperti ini. Anak ini adalah harapanku, tetapi aku merasa kehilangan harapan untuk hidup bahagia."

Almeira meletakkan buku harian di meja dan mengambil alat musik yang selama ini ia simpan. Sebuah gitar tua yang selalu mengingatkannya pada masa-masa bahagia. Dengan lembut, ia mulai memainkan melodi yang lembut, merasakan setiap nada yang mengalir keluar.

Melodi yang dihasilkan dari jari-jarinya seolah menceritakan kisahnya. Dia menyanyikan lirik yang berasal dari hatinya:

> "Di balik senyummu, ada luka yang tak terucapkan,
Hujan yang turun seakan mengerti,
Bahwa hatiku merindu, merindu kasihmu..."

Saat Almeira menyanyikan lagu itu, air matanya mengalir. Setiap nada seolah mengangkat beban di dadanya, membuatnya merasa sedikit lebih ringan. Dia merindukan kehadiran Evan, tetapi ia tahu bahwa ia harus menemukan cara untuk mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu.

Sementara itu, di luar, hujan mulai mereda, dan sinar matahari perlahan menembus awan kelabu. Almeira menatap ke luar jendela, melihat pelangi yang muncul setelah hujan. Seolah ada harapan baru yang datang meski dalam keadaan gelap.

"Aku akan berjuang," tegasnya pada dirinya sendiri. "Untuk anak ini, untuk diriku."

Ketika dia melihat kembali ke dalam rumah, Almeira merasa sedikit lebih kuat. Meskipun kesedihan dan ketidakpastian masih menyelimuti, dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Dia memiliki anak di dalam dirinya, dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa diambil oleh siapa pun.

Dengan semangat baru, Almeira kembali ke dapur, bersiap untuk menyiapkan makanan sehat bagi dirinya dan si kecil. Dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, meski Evan tidak ada di sampingnya.

Hari itu, Almeira memutuskan untuk mulai mencintai dirinya sendiri dan mengutamakan kebahagiaannya. Dia ingin menjadi ibu yang kuat dan bahagia, dan meskipun jalan yang harus dilaluinya tidak mudah, dia bertekad untuk terus berjalan maju.

Saat Almeira menyelesaikan masakan dan menyusun meja makan, dia merasa seolah ada energi baru yang mengalir dalam dirinya. Dia akan membuat segalanya lebih baik, meskipun itu berarti harus belajar mencintai tanpa kehadiran Evan.

Dan ketika senja tiba, Almeira duduk di meja makan, menatap kursi kosong di depannya, berharap suatu saat nanti Evan akan kembali dan menyadari betapa berharganya mereka satu sama lain.

cinta yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang