01 [ isyarat ]

6 1 0
                                    

PAGI hari menjelang, bumi berputar, mengenai cahaya matahari yang kini naik dari ufuk timur. Burung berkicau, sinar yang masuk melalui jendela dan angin berhembus di pagi hari terasa menyejukkan. Suara derap kuda yang mengalun indah di telinga, busur-busur panah yang menancap dengan sempurna di orang-orang padi terdengar jelas. Suara para prajurit yang sedang berlatih begitu semangat -

"Sebentar, kuda? Orang??" Rena bangkit menyibak selimutnya. Rumahnya ini apartemen, yang sudah pasti tidak ada lapangan. Dan dia ada di lantai 17, mana ada tempat pacuan arena kuda atau semacamnya?

Bahkan, baru menurunkan kaki dari ranjang saja, rena langsung terdiam.

"...jendela gede dari mana ini?!" Pekiknya histeris. Melihat jendela yang terbuka, menampakkan balkon luas ala eropa abad lalu.

"Eh astaga, omo, ini- ini aku lagi syuting film kah?!" Sesaat kemudian, rena menampar pipinya sendiri. "Aduh, sadar ren, kamu lagi mimpi. Bentar, mimpi apa yang sakit begini??"

Rena melangkahkan kakinya, dengan selimut yang masih membelit tubuh. Kakinya menapak di balkon yang megah, terdapat 2 kursi dan meja bundar di sana. Dia melihat para prajurit yang sedang mengayunkan pedang, dan satu orang pemimpin, melihat semuanya berlatih.

Rena merasa takjub, ini... Mimpinya, eh ngak, ini indah banget. Asli. Dia kira abad eropa dulu tuh kusem, ga ada gairah warna, taunya ada ya?

Begitu takjub sampai tidak sadar, semua mata tertuju padanya, terutama mata pemimpin yang melatih para prajurit.

"No... Nona?!"

"Nona sudah bangun?!"

"Count! Nona aria sudah bangun!"

Rena mengatup bibirnya, tidak mengerti dengan sorakan para prajurit di bawah sana. Sang pemimpin, count waverly, melompat dengan kerennya menuju balkon kamar rena yang tinggi.

Lagi dan lagi, rena menjatuhkan rahangnya. Merasa adegan dari sinetron Majapahit yang kini nyata terlihat di matanya tanpa bantuan alat-alat syuting.

'I-ini beneran syuting apa beneran asli.. aw haw weh, kok bisa aku tiba-tiba isekai???'

Rena mendongak, melihat count yang begitu tinggi. Count terlihat terkejut, gelisah, senang dan khawatir. Count berlutut, menyamakan tingginya, dan memeluk rena.

"Putriku... Putriku Ara..." Count memeluk tubuh Rena erat. Tidak mengerti apa yang count itu ucapkan. Seperti mendengar bahasa asing.

Kayak tiba-tiba di datengin turis WNA pas lagi healing, dia nanya tapi kitanya ngak paham, itulah yang rena rasakan.

'..Ya tuhan, dia ngomong apa? Tapi cakep banget omaga.'

Rena tidak mengerti, apa yang count ucapkan, dia hanya memeluk balik pria tampan yang sedang memeluknya. Wajahnya kaya bulgos sekarang.

'Mayan, di peluk cogan.'

* * *
Dan kini, rena sudah ada di atas kasur, dengan para dokter yang mengelilinginya. Terlalu banyak, ini dokternya beda-beda kah? Rena ngak paham. Tapi, kelihatannya count lagi bicara hal yang serius.

"Count, putri anda mengalami amnesia."

"Amnesia?" Count merasa terguncang. Melihat rena dengan raut khawatir bukan main, kegelisahan menyerang.

"Ada apa dengan putriku? Kenapa bisa amnesia? Bagaimana bisa kalian tidak melakukan pekerjaan sekecil ini dengan baik?" Count mengernyitkan dahi, mencoba tenang. Putrinya, baru saja bangun setelah 1 bulan tidur seperti putri tidur di dongeng. Tapi, apa-apaan? Yang dia dapat, putrinya amnesia???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐒𝐮𝐝𝐝𝐞𝐧𝐥𝐲 𝐢 𝐛𝐞𝐜𝐚𝐦𝐞 𝐚 𝐧𝐩𝐜 𝐢𝐧 𝐝𝐢𝐟𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐨𝐫𝐥𝐝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang