Hai?
Aku update chapter 1 nih...
Semoga suka dan jangan lupa vote dan komen🤍
.
.
.
Derap langkah sepatu menyentuh lantai dingin rumah sakit. Suara tumit sepatu beradu dengan keramik mengisi lorong yang sunyi menggema ke segala arah. Setiap langkah terasa berat, seolah diikuti oleh perasaan asing yang mengelilingi udara di sekitarnya.
Sesampainya di dalam ruang rawat, seorang pria yang setiap langkahnya dipenuhi ketegasan dan kewibawaan itu untuk yang pertama kalinya menurunkan kepalanya dihadapan seorang gadis yang masih memejamkan mata.
Raut wajah pria yang sudah tampak tidak lagi muda tersebut nampak datar. Meski begitu tatapan matanya yang selalu menajam itu dipenuhi sedikit kelembutan, disertai binar cerah dari kedua bola mata birunya.
"Maaf...." Pria berjas itu mengeluarkan suaranya dengan serak.
"Maafkan aku..." Ujarnya penuh penyesalan.
Suara beberapa langkah kaki terdengar dari belakang pria itu
"Tuan." Pria yang telah lanjut usia itu menoleh kebelakang sambil mengarahkan tatapan matanya yang tajam.
Dua orang pria dewasa, yang satu dengan setelan jas coklat dan yang satunya lagi mengenakan jas dokter serempak menunduk hormat padanya seraya mengucapkan. "Salam pada Tuan besar...."
"Bagaimana keadaannya, Josh?" Tanya pria itu tanpa berbasa-basi. Nada bicaranya yang dingin serta otot rahangnya yang mengetat menandakan betapa mengerikannya kemarahan yang telah dirinya tahan sampai saat ini.
Josh, sang dokter pribadi pria itu langsung sigap dengan hasil pemeriksaan medis ditangannya. "Kondisi Nona muda mulai stabil, Tuan besar. Namun, prediksi buruknya akan segera terlihat ketika nona bangun."
Josh melanjutkan ucapannya dengan nada rendah. Tidak mau menyampaikan fakta ini. "Itu mengenai kondisi mentalnya."
Jari-jari pria dihadapannya seketika mengepal. Genggamannya menjadi kuat. Josh sang dokter dan pria yang berada di sebelahnya saling bertatapan mata, seolah menyiapkan diri untuk menahan luapan amarah yang siap meledak.
Kekuasaan dan wibawa yang biasa terpancar dari pria yang merupakan atasan mereka kini terasa seperti bom waktu yang telah menunggu saat yang tepat untuk meledak. Namun, dia tetap diam. Bibirnya bergerak pelan, seolah sedang menimbang setiap kata yang akan keluar, memilih dengan hati-hati meski masih ada celah bagi emosi yang tergambar dalam perkataannya.
"Elias..."
Pria berjas coklat yang berada disebelah sang dokter langsung menunduk dengan patuh. "Ya, Tuanku."
"Angkat dia menjadi putrimu!" Perintah sang Tuan sambil menunjuk gadis yang terbaring di ranjang kamar rumah sakit.
Elias tampak tercekat mendengar perintah tuannya. Josh terpengarah, mengapa ini tidak sesuai ekspetasinya?!
Alih-alih tuannya sendiri yang melakukan, malahan Elias yang disuruh melakukannya?
Butuh beberapa detik untuk Elias mengangguk menyetujui perintah tersebut. "Baik, Tuanku. Saya menerima tugasmu, Tuan."
Josh dan Elias serempak menunduk ketika sang Tuan akan segera keluar.
Sementara pria yang tak lagi muda itu menatap terakhir kalinya wajah gadis yang memiliki paras cantik yang familiar di matanya..
Rahangnya mengeras ketika memikirkan penyebab gadis tersebut koma "Para bajingan di Glorious itu....."
"Mereka harus merasakan akibatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Room
FantasiaTheanne menyentuh novel bergenre harem itu. "Kamu sadar gak sih tokoh Cleoranthea terlalu disayangkan cuma buat mati begitu aja?" Zella ikut mengangguk setuju. "Cleoranthea emang figuran menyedihkan, Nona tapi saya juga berpikir masa saudara haram P...