4- In Another Life.

3 1 0
                                    

Hari sudah malam, Kazea saat ini berada di kamarnya. Benar, kamar. Ia pulang ke rumah si pemilik tubuh, ke rumah Sazea. Namun di sini sangat sepi, walaupun ada banyak pembantu di rumah sebesar ini tapi tetap saja sepi. Ia khawatir rumah ini akan berhantu. Hawanya sangat sunyi, membuat bulu kuduk Kazea merinding seketika. Kazea memang sangat penakut.

Entah pemilik tubuh ini punya orang tua atau tidak, Kazea tak memusingkan itu. Yang penting ia mempunyai tempat tinggal untuk berteduh, daripada lontang lantung di jalanan seperti gembel.

Pada awal ia menginjakan kaki di rumah ini, ia merasa yatim piatu. Namun sebagian dari dirinya tak merasa seperti itu, karena bagaimana mungkin pelajar SMA seperti Sazea punya rumah sebesar ini dan punya banyak pembantu? pasti Sazea masih punya donatur dihidupnya.

"Oke sekarang kita geledah isi hp nya, maaf ya Sazea tapi sekarang gue ada dibadan lo jadi kalo gue mau ngapain terserah gue, kan? gue juga gak cuma cuma geledah nya, mau nyari tau sesuatu lo punya keluarga apa kagak." Kazea bergumam sendiri, ia membuka handphone yang tak disandi itu.

Ia menelusuri WhatsApp, dan mencari kontak seseorang yang mungkin adalah keluarganya. Matanya berbinar cerah kala menemukan satu kontak.

"Papa."

Ia menekan tombol telepon suara, lalu menempelkan handphone nya ke telinganya. Saat suara berdering beralih ke suara seseorang ia tersenyum lebar.

"Hal—"

"Hm, kenapa? papa lagi sibuk, Sazea, jangan ganggu dulu." Belum sempat Kazea berbicara namun ucapannya dipotong duluan, lalu telepon itu sudah dimatikan sepihak oleh lawan bicaranya.

"Lo.." ucapan Kazea menggantung diudara lalu menatap handphone itu, ia mendengus.

"Gue tebak bapaknya workaholic nih, tck emang ya kalo orang gila kerja semuanya dilupain. Tapi yang penting duit ngalir mah gak papa," ujarnya.

"Ada lagi gak ya keluarganya?" tangannya bergulir mencari kontak yang sekiranya keluarganya.

'Kak Levin es batu.'

"uhm? siapa nih, kak Levin es batu? wow, bahkan Sazea nyimpen kontak penjual es batu?" tanya nya pada diri sendiri, bingung dengan nama kontak itu.

"Gak ada lagi apa ya keluarganya, lagian nih bocah aneh aneh aja deh. Penjual es batu disimpen nomornya, kalo kang seblak masih oke lah." Kazea menggeleng heran, lalu menggulir lagi kontak yang hanya terdapat dua puluh kontak itu. Sebagiannya teman kelasnya yang hanya disave beberapa, dan kontak Ayahnya lalu kontak penjual es batu.

"Kira kira Sazea ngapain ya nyimpen kontak penjual es batu? mana namanya kece banget buat penjual es batu, minimal Yanto gak sih?" gumamnya pada diri sendiri.

"Ah gak penting, mau nama dia Levan, Levin, Levon, Yanto, Hermawan, William, gak ngerubah fakta kalo gue nyasar ke badan orang ini." Kazea menghela nafas kasar lalu meletakan handphone nya ke atas meja.

drrrtt

drrrtt

Bunyi dering handphone nya di atas meja membuat Kazea yang hampir menguap pun menutup mulutnya lalu cepat cepat melihat siapa yang menelepon.

"Anjay si tukang es batu nelpon," serunya kemudian memencet tombol hijau.

"Halo?" sapa Kazea.

"Gua gak pulang," suara berat dari handphone itu membuat Kazea mengerutkan kening.

"Pulang ke mana?" tanya Kazea bingung.

"..." tak ada jawaban apa apa, Kazea mengerutkan kening. Ia menatap handphone nya, memeriksa apakah teleponnya masih menyambung. Tapi ternyata masih. Hanya ada suara nafas normal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JIWA YANG TERSESATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang