06

643 101 0
                                    

Setelah perjalanan panjang dan penuh kesibukan, akhirnya Gracio, Shani, Zeevanya, dan Angelica sampai di rumah baru mereka di perumahan yang selama ini mereka nantikan. Rumah dengan halaman luas dan suasana yang tenang membuat Shani dan Gracio merasa lega, tahu bahwa ini adalah langkah yang tepat untuk masa depan keluarga mereka.

Kedatangan mereka disambut dengan kotak-kotak kardus dan perabotan yang sudah lebih dulu tiba. Gracio dan teman-temannya sibuk bolak-balik mengangkat barang-barang dari truk ke dalam rumah, sementara Zee dan Angel duduk di teras depan sambil meminum susu kotak, memperhatikan orang tua mereka yang sibuk.

Zee yang lebih observatif melihat ke arah truk, memperhatikan Gracio dan beberapa temannya, Jinan dan Aran, mengangkut barang-barang berat ke dalam rumah. Sambil menyeruput susunya, ia berkomentar pada adiknya, Angel, yang duduk di sampingnya.

“Angel, lihat tuh... barang-barang kita gede-gede, ya. Berat banget pasti,” kata Zee dengan nada serius.

Angel, yang juga memperhatikan, tampak bersemangat. “Iya, tapi aku mau bantuin Papa juga, Zee. Aku bisa bantu bawa barang-barang kecil!” katanya penuh antusias, sambil hampir berdiri dari tempat duduknya.

Namun, Zee segera menarik tangan Angel dengan lembut, menahannya agar tidak beranjak. “Nggak usah, Angel. Barang-barangnya berat. Kamu pasti nggak kuat. Biar Papa sama Om Jinan aja yang angkat.”

Angel terdiam sejenak, kemudian kembali duduk sambil menyeruput susunya lagi. “Oh... iya, ya. Kalau gitu kita liatin aja dulu, ya.”

Zee mengangguk, merasa bijaksana dengan keputusannya. Mereka berdua duduk manis di teras, sesekali tersenyum melihat Gracio yang berkeringat namun tetap semangat mengangkat barang-barang ke dalam rumah.

Saat keduanya sedang asyik memperhatikan, tiba-tiba seorang ibu bersama anak kecil perempuan yang seumuran dengan Zee dan Angel mendekat ke arah mereka. Sang ibu tersenyum ramah, sementara anak kecil itu tampak sedikit pemalu, berdiri di belakang ibunya sambil menatap Zee dan Angel dengan penasaran.

Zee dan Angel saling menatap sejenak, bingung dengan kehadiran mereka yang tiba-tiba.

Shani, yang baru saja keluar dari dalam rumah untuk melihat suasana di luar, langsung mendekat ke arah mereka. Ia tersenyum hangat kepada ibu dan anak tersebut, sambil memperkenalkan diri.

“Halo, selamat siang,” sapa Shani ramah. “Saya Shani, tetangga baru di sini.”

Ibu yang berdiri di depannya membalas senyum dengan hangat. “Halo, saya Indah, tinggal di rumah sebelah. Ini anak saya, Marsha. Kami lihat kalian baru pindah, jadi mampir sekalian kenalan.”

Shani tersenyum senang. “Wah, terima kasih sudah mampir. Senang bertemu kalian. Oh, ini dua putri saya, Zeevanya dan Angelica.”

Shani kemudian menoleh ke arah Zee dan Angel yang masih duduk di teras sambil memegang susu kotak mereka. “Zee, Angel, ayo sini... kenalan dulu sama Marsha,” ajaknya lembut.

Zee dan Angel, meski sedikit malu, segera berdiri dan mendekat ke arah Marsha. Mereka saling menatap sejenak, sebelum Zee, yang biasanya lebih berani, melangkah maju.

“Halo, aku Zee. Ini Angel, adikku,” kata Zee sambil tersenyum kecil.

Angel yang berdiri di sebelah Zee hanya mengangguk, masih terlihat agak pemalu. Marsha, yang juga terlihat malu-malu, akhirnya tersenyum dan berkata, “Halo, aku Marsha.”

Setelah perkenalan singkat, Indah dan Shani mulai mengobrol santai di teras, berbicara tentang kepindahan Shani dan bagaimana lingkungan di perumahan tersebut. Sementara itu, Marsha, yang mulai lebih berani, menatap Zee dan Angel dengan antusias.

The JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang