Keberadaan keduanya tidak terasa seperti kebetulan. Mungkin pertemuan pertama bisa dikatakan begitu, namun kedua kali hingga sapaan kecil yang terjadi beberapa hari setelahnya, apa masih bisa dikatakan kebetulan?
Takdir semesta!
Mungkin pantas dikatakan seperti itu, tapi untuk apa? Kenapa mereka harus bertemu seperti ini? Terlebih lagi di waktu yang ‘seperti ini’?
Lucy menghela napas dan kembali menatap pemandangan di depannya. Dia mulai mengeluarkan kamera handphone untuk menangkap beberapa gambar.
Dia pun berbalik dan mendaratkan bokongnya di kursi yang menyatu dengan meja cukup luas tak jauh dari pagar. Dia juga mulai mengeluarkan buku catatan dan menulis sesuatu sambil menatap foto pemandangan yang dia ambil.
Disisi lain, Jae Sung berjalan menghampiri Lucy dengan paper bag di tangannya. Dia mengeluarkan isi kantong dan menatanya di atas meja.
Beberapa makanan ringan dan minuman dikeluarkan untuk menemani waktu mereka. Jae Sung duduk di seberang meja berhadapan dengan Lucy. Pandangannya tak pernah lepas dari wanita itu barang sedetik pun.
Entah apa yang merasukinya, Jae Sung sendiri tidak menyangka bisa melangkah sejauh ini. Orang yang tidak pernah tertarik dengan lawan jenis yang selama ini banyak datang mendekat, sekarang secara tiba-tiba tidak ingin jauh dari wanita yang baru saja dia kenal.
“Semuanya akan terungkap dengan sendirinya. Aku hanya akan menikmati setiap langkahnya mulai sekarang hingga takdir benar-benar datang untuk kita,” gumam Jae Sung sambil terus menatapnya.
Sadar sedang diperhatikan, Lucy mengalihkan perhatian dari buku lalu menyentuh kening Jae Sung menggunakan jari telunjuknya.
“Berhenti menatapku!” ucap Lucy.
“Untuk saat ini … tidak bisa. Maafkan aku!” Jae Sung menangkap tangan Lucy yang berada di keningnya.
Tidak dilepaskan, pria itu menggenggam erat tangan Lucy, “Jangan mendorongku pergi. Izinkan aku bersamamu,” lanjut Jae Sung. Lucy mengerutkan dahi dan menarik tangannya kembali.
“Aku tahu, kau paham dengan sikapku yang seperti ini. Aku tidak memaksa agar kau menerimaku sekarang. Aku hanya ingin kau memikirkan dengan baik selagi kita bersama,” tutur Jae Sung kembali.
“Aku menyukaimu, Lucy!” pungkasnya yang berhasil membuat Lucy membulatkan matanya.
“Kenapa?” tanya Lucy masih bersikap waspada.
“Tidak ada alasan. Aku menyukaimu karena aku menyukainya. Bukankah kita tidak perlu alasan untuk mencintai seseorang. Rasa ini datang dengan sendirinya tanpa diminta atau diduga.” Jae Sung tak mengalihkan pandangannya dari Lucy.
“Kau benar-benar gila!” jawab Lucy melepaskan tangan dan kembali fokus pada catatannya.
“Cinta tidak datang secepat ini, kau tahu? Yang kau rasakan itu adalah kagum, bukan cinta, dan itu hanya bersifat sementara,” jelas Lucy.
“Yaa mungkin awalnya hanya kagum. Tapi tidak sedikit yang berkembang menjadi cinta sejati, iya kan?” tutur Jae Sung tak mau kalah.
“Kau hanya mencari pembenaran atas sikapmu. Setelah semuanya berakhir, kau akan menciptakan alasan lain untuk berhenti.”
Pernyataan Lucy berhasil membungkam Jae Sung. Pria itu hanya bisa menghela nafas lalu menyegarkan diri dengan minuman kaleng.
Setelah itu, dia pun menunduk menahan tawa sebelum kembali memperhatikan Lucy yang mulai menulikan telinganya. Keduanya saling diam, hanya terdengar suara coretan pena di atas kertas yang dilakukan Lucy.
“Apa aku melangkah terlalu cepat? Lucy benar-benar tidak menanggapinya. Apa yang akan ku lakukan, jika dia benar-benar tidak menghiraukannya?” gumam Jae Sung dalam hati sambil memperhatikan Lucy.
“Aku tidak akan menyerah. Aku akan membuatmu mencintaiku dan tidak menyesal karena percaya padaku,” lanjutnya memutuskan.
Sementara itu, Min-Ho dikejutkan seorang pria yang tiba-tiba mengetuk jendela mobilnya.
“Kai? Kenapa kau di sini?” tanya Min-Ho terkejut.
“Karena video yang kau kirimkan. Aku juga ingin melihat momen langka ini secara langsung,” jawab Kai yang langsung masuk ke dalam mobil setelah pintunya terbuka.
“Apa rencananya berhasil?” tanya Kai penasaran.
“Entahlah, Nuna masih belum menunjukkan sikap apapun,” jawab Min-Ho.
“Ini akan sangat menyakitkan jika Nuna benar-benar tidak membalas pria itu. Harga dirinya pasti akan tercoret karena tidak dilirik sama sekali oleh Nuna, ‘kan?” gumam Kai.
“Yaa kalau itu terjadi, aku akan meminta Hyeong itu mundur. Aku tidak ingin membiarkannya tetap berkeliaran di sekitar Nuna, jika dia tidak menyukai pria itu,” timpal Min-Ho.
“Yaa kau harus melakukannya jika tidak ingin Nuna menargetkan mu sebagai pelampiasan amarahnya.” Kai menahan tawa mengingat sesuatu.
“Aku tidak ingin mengalaminya lagi. Dia benar-benar hampir membunuhku dengan tugas-tugas menyebalkan itu,” jawab Min-Ho mengingat kejadian yang sama.
Waktu terus berlalu, suhu udara terasa begitu sejuk meski sang Surya terus bergerak lebih tinggi. Hembusan angin lembut menyapa beberapa kali membuat suasana semakin nyaman karena suara-suara yang mengiringinya.
“MENCINTAIMU adalah luka yang paling menyakitkan,” tulis Lucy dalam notebook-nya.
Jae Sung mengerutkan dahi lalu tersenyum melihat kalimat tersebut. “Cinta datang bukan untuk membuat luka,” sahutnya.
Lucy langsung mengalihkan pandangannya. Dia menatap pria itu penuh selidik. “Tapi, dia selalu menjadi alasan kuat terjadinya LUKA,” jawab Lucy.
“Cinta muncul dengan tulus dari hati. Kehadirannya tidak bisa diundang atau ditolak. Beberapa hati mungkin terluka karenanya tapi dia juga yang selalu datang sebagai obatnya.”
Mendengar pernyataan tersebut, Lucy menatap Jae Sung. Pria itu menampilkan senyum yang begitu tenang dan tulus.
“Cinta tidak sesederhana itu, kau tahu?” ucap Lucy membuka argument.
“Cinta juga tidak se-menyebalkan itu, kau tahu?” beo Jae Sung mengikuti perkataan Lucy dengan nada yang sama tapi terkesan lebih tenang.
“Cinta bisa membuatmu sangat bahagia. Sama seperti hal hebat lainnya, akan banyak rintangan dan halangan sebelum kau bisa menggapainya. Namun selama perjalanan itu, dia akan selalu hadir dalam bentuk bahagia yang sederhana,” lanjutnya.
“Apa itu?” tanya Lucy tidak mengubah ekspresi dingin penuh penyangkalan dalam benaknya.
“Senyuman!” jawab Jae Sung tersenyum.
“Senyum adalah ekspresi yang akan selalu muncul saat hatimu merasakan hangat dan damai. Perasaan itu semakin menumpuk besar dan membuatmu sadar jika kau tengah bahagia. Saat itulah, cinta benar-benar berhasil datang untuk menghiasi hidupmu,” tutur Jae Sung.
“Lalu kau akan terluka—”
“Karena dirimu sendiri. Perasaan dan pikiranmu yang senantiasa berubah, bukan cinta.” Jae Sung menyela sebelum Lucy menyelesaikan kalimatnya.
“Kau banyak menciptakan momen dan karakter untuk jatuh cinta. Kau pasti paham, template cinta selalu sama dan tidak akan pernah berubah dalam membuat seseorang bahagia.” Jae Sung mengalihkan pandangannya ke arah danau.
“Bukan cinta, tapi justru mereka yang menyangkal dan menarik diri hingga cinta benar-benar hilang dari hatinya, iya kan?” pungkasnya.
Lucy hanya menatap Jae Sung. Pernyataan pria itu berhasil membuatnya terdiam dan sedikit terpengaruh. Namun, tidak benar-benar menyentuh hatinya.
Wanita itu memilih kembali fokus pada catatannya. Jae Sung juga langsung diam dan memilih merentangkan tangan di atas meja sebagai tumpuan kepalanya bersandar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lucy-Renne [TERBIT]
Roman d'amourUDAH BISA PO, cek Instagram @tarian_delusi untuk informasi selengkapnya. . Lucy Amara seorang novelis terkenal di asia dan Eropa. Dia kembali ke negara dimana masa lalunya terkubur begitu saja tanpa ada penyelesaian. Semesta mempertemukannya kembali...