13

28 16 19
                                        

“Maafkan aku ….” lirih suara seorang pria.

Pria itu menutup mata dan suara tembakan menguar setelahnya. Tubuhnya jatuh ke lantai di hadapan seseorang yang berpakaian serba hitam sama seperti dirinya. Namun wajahnya tertutup masker. Dia tetap berdiri bergeming dengan senjata api di tangannya.

***

Seoul, Korea Selatan, 14 Juli 2024 pukul 09.00 pagi.

Pintu dibuka, dari dalam muncul seorang wanita menggunakan t-shirt berwarna biru, jeans panjang hitam dan rambut diikat cepol. Wajahnya begitu cantik meski tanpa riasan.

“안녕하세요, 루시—씨? (Halo, Nona—Lucy?)” ucap pria di luar pintu menyapa dengan ramah.

“네 (Iya),” jawab Lucy.

Lucy diam-diam memindai pria tersebut. Dia terlihat seperti seorang pengantar barang dengan goodie bag berukuran medium di tangannya.

Dia pun memberikan barang yang dibawanya kepada Lucy dan pamit pergi karena tugasnya selesai.

“어, 감사합니다 (Oh, terimakasih),” kata Lucy menerimanya.

Setelah memastikan kurir tersebut pergi, Lucy pun kembali masuk ke dalam rumah dan memeriksa apa yang diterimanya.

Di dalam bingkisan tersebut terdapat sebuah kotak berisi gaun pesta berwarna navy blue. Di atasnya terdapat secarik kertas yang ditulis tangan tanpa nama pengirimnya.

“Waahh hadiah. Dari siapa?” tanya Min-Ho sambil berjalan menghampiri.

“Bukan siapa-siapa,” jawab Lucy menyembunyikan kertas yang dibacanya perlahan.

“Uwaah daebak!” Min-Ho membulatkan mata melihat isi hadiahnya.

“Kau pasti lebih cantik ketika memakainya. Apa Jae Sung-hyeong yang mengirimnya?” tebak Min-Ho.

Lucy memilih pergi membawa hadiah tersebut tanpa mengatakan apapun. Sikapnya berhasil membuat Min-Ho cemberut dan memanggilnya beberapa kali tapi tetap tidak dijawab.

Lucy kembali ke kamarnya dan meletakkan kotak berisi gaun tadi di atas ranjang. Dia duduk di sofa dekat jendela sambil terus menatap pakaian tersebut lalu mengeluarkan pesan yang ditinggalkan sang pengirim hadiah.

"Pakailah dan kamu akan menjadi gadis paling cantik nanti malam!" katanya dalam kertas tersebut.

Mata Lucy kembali melihat gaunnya lalu meremas kertas yang dibacanya dengan tatapan kesal.

“Nuna!” Min-Ho membuka pintu kamar dengan tergesa-gesa.

“Ada apa?” tanya Lucy bangkit dari duduknya.

Min-Ho berdiri tegak dan menatap serius. Dia menuntun Lucy menuju ruang tamu. Di sana, Kai sudah menunggu dengan beberapa berkas ditangannya.

“Apa yang kamu dapat?” tanya Lucy tanpa basa-basi.

Ketiganya langsung duduk di sofa. Lucy duduk di kursi single, sementara Min-Ho dan Kai duduk berdampingan menghadap padanya.

Kai memberikan berkas yang dibawanya, “Ini adalah berkas hasil investigasi dari beberapa kasus teror yang ditujukan pada The Star. Sekaligus hasil penyelidikan ledakan mobil di depan rumah Jae Sung-ssi saat itu. Aku menyalin berkas ini karena mendapatkan sesuatu.”

“Cyclops Eye?” Pertanyaan Lucy terdengar seperti tebakan yang mengejutkan.

“Benar!” jawab Kai.

“Kau yakin? Tapi—hanya …,” timpal Min-Ho tidak percaya.

“Makanya aku memperlihatkannya padamu. Dilihat dari bekas peluru dan ledakan yang terjadi, hanya peluru itu yang meninggalkan jejak seperti ini,” lanjut Kai.

“Aku tidak pernah lupa dampak dari senjata berbahaya ini. Hanya kau yang bisa menggunakannya. Tapi kenapa, senjata serupa bisa muncul sekarang?” Kai menatap Lucy serius.

“Kau mencurigaiku?” Lucy menutup berkas dan duduk menyilangkan kaki.

“Maaf Nuna. Aku hanya ingin tahu lebih lanjut tentang senjata ini.” Kai menurunkan sedikit nada bicaranya tapi masih terdengar mengintimidasi.

Sikap pria itu sebagai seorang detektif polisi mampu membuat lawan bicaranya tertekan. Namun, hal serupa tidak berlaku pada Lucy.

Wanita itu terlihat begitu tenang menanggapi sikap adiknya tersebut. Berbeda dengan Kai yang justru berusaha menenangkan gejolak dalam hatinya.

Meskipun tampak tenang dan tegas. Berhadapan dengan Lucy merupakan hal yang sulit baginya. Tatapan wanita itu mampu menusuk lawan bicaranya meski dalam keadaan tenang dan tanpa mengatakan apapun.

“Cyclops Eye merupakan peluru yang aku buat sebagai senjata akhir ketika bertugas menghadapi musuh atau membersihkan area. Aku sudah menggunakannya sejak masuk ke dalam The Bloody Rose bahkan sebelum bertemu kalian. Senjata ini mempermudah pekerjaanku tapi berbahaya,” jelas Lucy.

“Sama seperti peluru pada umumnya. Jika mengenai organ vital, korban dipastikan mati dalam hitungan detik. Peluru ini bisa merusak organ tubuh dan tulang karena zat yang dikandungnya. Jika terkena benda, apalagi bahan yang mudah terbakar, senjata ini bisa menghanguskan apapun dengan lebih mudah,” lanjutnya.

Min-Ho dan Kai memperhatikan dengan saksama tanpa berniat melewatkan satu katapun.

“Ditengah kejayaan organisasi. Ketua memintaku mengembangkan Cyclops Eye. Mereka memilih beberapa anggota untuk membantuku mengerjakannya secara rahasia.”

Pernyataan Lucy membuat kedua pria itu tercengang dan mengingat sesuatu. “Insiden merah?” Keduanya menatap Lucy penuh rasa penasaran.

“Eoh. Ada kesalahan dalam proses pembuatan dan menyebabkan ledakan besar. Sialnya, di hari yang sama insiden lain terjadi,” tutur Lucy.

“Liu menjadi kambing hitam dan organisasi dibubarkan begitu saja,” timpal Min-Ho.

“Tapi, aku masih belum paham. Kenapa The Bloody Rose dibubarkan? Bahkan para petinggi juga hilang bak ditelan bumi. Tidak ada kabar apapun,” sahut Kai memikirkan kembali masa lalunya.

“Karena tidak ada yang selamat dari insiden itu. Hanya Nuna yang berhasil bertahan … lalu apa yang terjadi selanjutnya?” tanya Kai penasaran.

“Apa lagi, tiba-tiba polisi datang mengepung area. Meski jasa kita banyak digunakan bahkan oleh beberapa orang di pemerintahan. Organisasi kita tetap ilegal di mata hukum. Mereka tidak bisa melawan untuk membela kita. Beruntung, tidak ada bukti apapun yang bisa ditemukan jadi hanya dianggap kebakaran biasa. Namun, rumor tentang keberadaan kita menyebar dengan cepat,” jelas Lucy.

“Kita berada di tempat yang jauh dan terpencil. Bagaimana bisa polisi datang dengan banyak personil dan senjata seolah tahu semuanya?” pikir Kai.

“Apa mungkin ada mata-mata?” timpal Min-Ho.

“Entahlah … yang pasti insiden itu memberi kita keuntungan karena semua yang berhubungan dengan BR lenyap sepenuhnya. Semua hanya tinggal masa lalu yang tumbuh dalam ingatan kita saja,” jawab Lucy.

“Apa Nuna tahu tentang ini, sebelumnya?” tanya Kai dan Lucy hanya mengangkat sebelah alisnya menuntut penjelasan.

“Apa ini alasannya, Nuna mengirim kami ke akademi?” lanjutnya.

“Aku tahu, kita tidak akan bertahan selamanya dalam pekerjaan ini. Jadi, aku mengirim kalian kesana agar masa depanmu terjamin. Bukankah kau merasakannya? Kau bisa berkarier dengan baik tanpa gangguan apapun,” jawab Lucy dan disetujui.

“Dan kau—apa rencana masa depanmu? Kau masih punya kesempatan jika ingin bergabung dengan Kai di—”

“Tidak!” tolak Min-Ho cepat.

“Aku akan bersamamu. Dulu, sekarang dan selamanya. Itu rencanaku!” lanjutnya dan Lucy hanya bisa menghela napas sambil geleng-geleng kepala.

***

Lucy-Renne [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang