Minggu demi minggu berlalu, dan Naruto tetap terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tubuhnya mungkin stabil, tetapi kondisinya masih jauh dari kata pulih. Setiap hari, Sasuke, Kakashi, Iruka, Shikamaru, dan Tsunade bergantian mengawasinya. Mereka tahu bahwa setiap saat bisa menjadi yang terakhir untuk Naruto, dan itu adalah ketakutan yang menghantui mereka setiap hari.
Sasuke jarang meninggalkan sisinya. Sejak hari itu, ketika Naruto menggunakan kekuatannya untuk melindungi seorang anak, Sasuke tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja dia bisa menghentikan Naruto tepat waktu, jika saja dia bisa lebih cepat, mungkin keadaan tidak akan seburuk ini.
Sasuke duduk di tepi ranjang Naruto, memperhatikan napasnya yang lembut dan lambat. Tangan Naruto yang dingin tetap berada di genggamannya. Sesekali, Sasuke merasa bahwa Naruto akan membuka matanya dan tersenyum, mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja, seperti yang selalu dia lakukan. Namun, kali ini, keheningan yang dia terima sebagai balasan.
"Naruto, bertahanlah," bisik Sasuke, suaranya serak. "Jangan tinggalkan kami."
***
Di sisi lain desa, Shikamaru berdiri di tepi danau bersama Kakashi. Mereka berbicara dalam nada rendah, memikirkan apa yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan Naruto.
"Kita tidak bisa membiarkan dia menggunakan kekuatannya lagi," kata Shikamaru, tangannya terlipat di dada. "Kekuatan itu akan menghancurkannya."
Kakashi mengangguk setuju. "Kita semua tahu itu, Shikamaru. Tapi Naruto... dia tidak akan berhenti membantu orang lain. Itu sudah menjadi bagian dari dirinya."
"Tapi jika kita tidak menghentikannya, dia akan mati!" Shikamaru berbalik, kemarahan dan frustasi terlihat jelas di matanya. "Kita harus menemukan cara untuk menyegel kekuatannya, atau setidaknya mengendalikannya."
"Kau benar," kata Kakashi sambil menghela napas panjang. "Tapi tidak mudah menemukan cara untuk mengendalikan kekuatan seperti itu. Naruto lahir dengan kekuatan itu. Itu seperti bagian dari dirinya. Memisahkan kekuatannya dari tubuhnya... bisa sama berbahayanya."
Shikamaru terdiam sejenak, berpikir dalam-dalam. Dia selalu menjadi orang yang menemukan solusi atas masalah yang rumit, tetapi kali ini, bahkan dia merasa terjebak. Dia tahu betapa pentingnya kekuatan Naruto bagi desa, tetapi lebih dari itu, dia tahu betapa pentingnya Naruto bagi orang-orang terdekatnya.
"Kita harus bicara dengan Tsunade," Shikamaru akhirnya berkata. "Jika ada seseorang yang tahu bagaimana mengatasinya, dia adalah orangnya."
***
Sementara itu, Tsunade sendiri sedang berkutat dengan catatan medis Naruto di kantornya. Wajahnya serius, penuh keprihatinan. Dia telah mencoba segala cara yang mungkin untuk menjaga kesehatan Naruto, tetapi semakin hari, harapan itu semakin menipis.
"Kekuatan itu adalah berkat dan kutukan," gumam Tsunade sambil menatap laporan terbaru. "Naruto bisa menyembuhkan siapa pun, tetapi dia menghancurkan dirinya sendiri dalam prosesnya."
Dia mengingat masa-masa ketika Naruto kecil sering berlarian di sekitar desa, ceria dan penuh semangat. Dia adalah cucu yang tak pernah dimilikinya, sosok yang mengingatkannya pada semangat tak pernah menyerah dari keluarganya yang dulu. Tapi sekarang, melihat Naruto yang begitu lemah, Tsunade merasa hatinya hancur.
Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka, dan Shikamaru serta Kakashi masuk.
"Kita perlu membicarakan ini, Tsunade-sama," kata Shikamaru langsung tanpa basa-basi.
Tsunade menatap mereka dengan tatapan lelah. "Aku tahu apa yang ingin kalian katakan. Tapi tidak ada solusi yang mudah di sini."
"Kita harus menemukan cara untuk mengendalikan kekuatan Naruto," kata Shikamaru tegas. "Jika tidak, dia akan terus menggunakannya dan... kita semua tahu akhirnya."
Tsunade menghela napas panjang dan meletakkan catatannya. "Aku sudah mencoba berpikir tentang hal itu. Namun, kekuatan Naruto adalah bagian dari dirinya. Bahkan jika kita mencoba menyegelnya, ada risiko besar bahwa tubuhnya tidak akan sanggup bertahan. Selain itu, aku ragu Naruto akan setuju untuk tidak lagi menggunakan kekuatannya."
"Aku tahu itu," kata Shikamaru, menggigit bibirnya, terlihat frustrasi. "Tapi kita tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu dia mati."
"Kita perlu solusi lain," Kakashi menyela. "Mungkin... ada cara lain, sesuatu yang belum kita pertimbangkan."
Tsunade mengangguk, meskipun ekspresinya tetap suram. "Aku akan terus mencari cara. Tapi kalian semua harus bersiap untuk kemungkinan terburuk."
Kata-kata itu menusuk hati mereka semua, tetapi mereka tahu Tsunade tidak berbohong. Kenyataannya adalah, Naruto semakin lemah, dan waktunya mungkin tidak banyak lagi.
***
Kembali di rumah sakit, Sasuke masih tetap berada di samping Naruto. Tangan Naruto bergerak sedikit, menarik perhatian Sasuke. Dengan cepat, Sasuke mendekat, berharap Naruto akan terbangun.
"Naruto?" panggil Sasuke dengan suara lembut.
Mata Naruto terbuka perlahan, meskipun terlihat lemah dan lelah. "Sasuke... kau di sini."
"Ya, aku di sini," kata Sasuke, suaranya gemetar sedikit. "Bagaimana perasaanmu?"
Naruto tersenyum samar. "Seperti biasanya... lelah."
Sasuke menelan ludah, mencoba menahan air matanya. "Kau harus berhenti menggunakan kekuatanmu. Kau tahu itu membahayakanmu."
Naruto menggeleng pelan. "Aku... tidak bisa. Jika ada orang yang membutuhkan bantuanku, aku tidak bisa diam saja."
"Kau tidak perlu melakukan semuanya sendiri!" Sasuke membentak, emosinya meledak. "Kami semua ada di sini untuk melindungimu. Kami peduli padamu, Naruto. Jangan bodoh!"
Naruto menatap Sasuke dengan tatapan lembut, penuh pengertian. "Sasuke... aku tahu kalian semua peduli. Tapi aku... aku tidak bisa mengubah siapa aku. Aku ingin melindungi kalian juga."
Sasuke memalingkan wajahnya, air mata akhirnya jatuh. "Jangan pergi... aku tidak bisa kehilangamu."
Naruto tersenyum, meskipun lemah. "Aku akan bertahan... selama aku bisa."
***
Hari-hari berlalu, dan meskipun Naruto berusaha keras, kondisinya semakin menurun. Tsunade, Kakashi, dan yang lain terus mencari cara untuk menyelamatkannya, tetapi waktu tidak berpihak pada mereka. Hingga pada akhirnya, Naruto kembali ke ruang operasi, kali ini dalam kondisi yang lebih kritis dari sebelumnya.
Semua orang menunggu dengan cemas di luar ruang operasi, berharap dan berdoa agar Naruto bisa bertahan sekali lagi. Namun, ketika Tsunade keluar dengan wajah yang dipenuhi kesedihan, mereka semua tahu jawabannya.
"Naruto..." Tsunade berkata, suaranya nyaris tak terdengar. "Dia... telah pergi."
Sasuke jatuh ke lantai, merasakan seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Naruto, sosok yang dia lindungi, satu-satunya orang yang dia sayangi lebih dari apa pun, telah pergi.
Air mata mengalir di pipi semua orang. Konoha kehilangan cahayanya, dan dunia mereka tidak akan pernah sama lagi.
Sasuke hanya bisa memeluk kenangan tentang Naruto, memikirkan senyuman terakhirnya yang lemah namun penuh keteguhan.