Di kehidupan yang baru, dunia modern yang gemerlap dan maju, mereka semua dilahirkan kembali. Namun, takdir seakan tak bisa dilepaskan begitu saja. Naruto, yang kini hidup dalam era teknologi dan kemewahan, masih dibayangi oleh kelemahan yang sama. Sejak lahir, ia menderita asma akut yang membuatnya lemah, dan seolah-olah takdir kembali mengujinya seperti kehidupan sebelumnya.
Naruto adalah anak tunggal dari pasangan Minato dan Kushina yang dalam kehidupan ini menjalankan perusahaan besar, menjadikannya pewaris tunggal. Sayangnya, kedua orang tuanya kembali meninggal dalam sebuah kecelakaan, membuat Naruto tumbuh sendirian dan lemah. Namun, sama seperti dulu, Sasuke Uchiha, anak dari keluarga terpandang, selalu ada di sisinya, bersumpah untuk melindunginya.
Sasuke dalam kehidupan ini adalah pewaris dari Uchiha Corporation, perusahaan yang sama besarnya dengan milik keluarga Naruto. Namun, di balik segala kesuksesan dan kekuasaan yang dimiliki, Sasuke masih membawa perasaan yang mendalam terhadap Naruto. Sama seperti dalam kehidupan sebelumnya, dia tak bisa mengabaikan rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap Naruto yang rapuh.
Naruto, meskipun tumbuh dalam kekayaan dan segala kenyamanan dunia modern, tetap merasa terbatas oleh kondisi kesehatannya. Dia tidak bisa berlari secepat teman-temannya, tidak bisa melakukan aktivitas fisik berat, dan sering kali harus mengandalkan inhaler untuk membantu pernafasannya. Meski begitu, senyumnya tak pernah hilang, dan semangatnya untuk hidup terus menginspirasi orang-orang di sekitarnya.
Sasuke, kini seorang CEO muda, selalu memastikan Naruto mendapat perawatan terbaik. Setiap kali Naruto merasa sesak napas atau tiba-tiba jatuh sakit, Sasuke akan langsung berada di sampingnya, memastikan bahwa dia baik-baik saja. Tapi jauh di dalam hati Sasuke, ada ketakutan yang selalu menghantuinya. Ia takut kehilangan Naruto lagi, seperti yang pernah terjadi di kehidupan mereka sebelumnya.
***
Suatu sore, saat matahari terbenam di balik gedung-gedung pencakar langit, Naruto duduk di taman kecil di belakang rumahnya, memandangi langit yang berubah warna. Dia terbatuk pelan, merasakan sesak di dadanya, tetapi tetap menikmati pemandangan di depannya. Sasuke yang duduk di sampingnya, memerhatikan Naruto dengan cermat.
“Kau tidak pernah berhenti memaksakan diri, ya,” kata Sasuke, suaranya rendah namun penuh perhatian.
Naruto tersenyum kecil, menoleh ke arah Sasuke. “Aku hanya ingin menikmati matahari terbenam, Sasuke. Ini bukan sesuatu yang bisa kulakukan setiap hari.”
Sasuke menghela napas panjang. “Tapi kau tahu, setiap kali kau mendorong dirimu terlalu keras, kau selalu jatuh sakit. Aku tidak ingin melihatmu terbaring di rumah sakit lagi.”
Naruto tertawa pelan, meski napasnya terdengar berat. “Kau selalu seperti ini, Sasuke. Selalu khawatir. Aku tidak apa-apa, sungguh. Aku tahu batasanku.”
Namun, kata-kata Naruto tidak bisa menenangkan hati Sasuke. Setiap kali melihat Naruto kesulitan bernapas atau terbatuk keras, hatinya mencelos. Kenangan akan kehilangan Naruto di kehidupan sebelumnya masih segar dalam pikirannya. Meski Naruto tidak ingat kehidupan mereka yang dulu, Sasuke merasakan setiap detailnya seakan-akan itu baru terjadi kemarin.
Shikamaru, yang juga hidup kembali di dunia ini, menjadi teman setia Naruto seperti dulu. Meskipun kini ia bekerja sebagai ahli strategi di sebuah perusahaan besar, dia tetap sering mengunjungi Naruto, memastikan bahwa Naruto baik-baik saja.
***
Hari itu, Naruto harus dirawat di rumah sakit lagi setelah serangan asma yang cukup parah. Sasuke dan Shikamaru berdiri di luar kamar, berbicara dengan Tsunade, yang kini adalah dokter terkemuka di bidang pulmonologi. Wajah Tsunade serius saat dia menjelaskan kondisi Naruto yang semakin memburuk.
“Seperti yang sudah kukatakan, Sasuke, kondisinya semakin menurun. Asmanya semakin parah. Kami bisa mencoba terapi baru, tapi kau harus siap bahwa itu mungkin tidak akan memberikan hasil yang signifikan,” jelas Tsunade, suaranya terdengar lelah namun tetap profesional.
Sasuke mengepalkan tangan, mencoba menahan emosi. “Apapun yang bisa dilakukan untuk menyelamatkannya, lakukan. Aku tidak peduli biayanya atau risikonya.”
Shikamaru yang berdiri di samping Sasuke menepuk bahunya. “Tenang, Sasuke. Kita semua ingin Naruto sembuh. Tapi kau harus realistis juga.”
Namun, Sasuke tidak bisa menerima itu. Dia tidak mau mendengar kata “realistis” ketika datang ke Naruto. Bagi Sasuke, Naruto adalah segalanya. Kehidupan modern ini, dengan segala kenyamanannya, tetap tidak bisa memberikan jaminan bahwa Naruto akan hidup lama.
***
Waktu terus berlalu, dan Naruto berjuang keras melawan kondisinya. Meski asmanya semakin parah, dia tetap berusaha menjalani hidupnya dengan ceria. Dia masih sering menghabiskan waktu bersama Sasuke, Shikamaru, dan teman-temannya. Bahkan di tengah kelemahannya, Naruto tetap menjadi sumber inspirasi bagi semua orang di sekitarnya.
Namun, ada satu hal yang Naruto tidak tahu—kenangan dari kehidupan mereka sebelumnya. Sasuke tidak pernah memberitahunya, tidak ingin membuat Naruto terbebani oleh masa lalu yang pahit. Baginya, yang terpenting adalah memastikan Naruto hidup dengan bahagia di kehidupan ini.
Suatu malam, saat Naruto terbaring di tempat tidur, terlalu lelah untuk bergerak setelah serangan asmanya yang cukup parah, Sasuke duduk di tepinya, memegangi tangan Naruto.
“Aku akan selalu melindungimu, Naruto,” bisik Sasuke, meski dia tahu Naruto sudah tertidur. “Aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu, kali ini atau kapanpun.”
Sasuke tidak bisa menghentikan air mata yang mengalir di pipinya. Meski dunia ini berbeda, meski mereka hidup di masa yang lebih modern dan aman, dia masih merasa ketakutan yang sama—ketakutan bahwa dia akan kehilangan Naruto lagi.
Dan meskipun Naruto tidak ingat kehidupan mereka yang dulu, Sasuke berjanji, dia akan memastikan bahwa kehidupan kali ini akan berakhir dengan kebahagiaan, bukan kesedihan.
Tapi takdir selalu menjadi misteri yang tak terpecahkan, dan Sasuke hanya bisa berharap bahwa kali ini, mereka bisa mengalahkan takdir yang tampaknya selalu ingin memisahkan mereka.