Suara nada dering ponsel yang menyebutkan nama penelepon alih-alih lagu membangunkan Shaka. Tangan kanannya yang terbebas meraba-raba nakas dengan kesal sebab sipenelepon mengganggu istirahatnya.
Shaka berusaha membebaskan lengan kirinya yang dia jadikan sebagai bantalan kepala Ratih dengan perlahan karena takut membangunkan gadis itu dan berjalan menuju walk in closet sebelum menjawab panggilan.
"Kenapa lama sekali?" Tanya Neylan dengan nada manjanya yang dulu selalu menjadi hal yang Shaka rindukan namun sekarang, entah sejak kapan tepatnya, atau mungkin semenjak perceraian mereka terasa asing dan agak menyebalkan untuk didengar.
"Ada apa? Bukankah ini akhir pekan?" Tanya Shaka mengernyit. Ia ingin mengetahui waktu tapi jam tangannya sudah dia lepas sejak semalam dan dia tidak bisa bertanya pada Ratih karena gadis itu masih tertidur.
"Iya, ini akhir pekan karena itulah aku menghubungimu." Lanjutnya masih dengan nada manjanya. "Kupikir kita bisa makan siang bersama. Kau tahu, aku, kamu dan Shanaya." Ajak wanita itu lagi.
Shaka tahu, ada ajakan berarti akan ada permintaan. Dan jika dulu permintaan Neylan adalah sesuatu yang ingin Shaka kabulkan, maka tidak sekarang. Lagi-lagi entah sejak kapan permintaan Neylan tidak lagi menjadi prioritasnya.
"Shanaya bilang dia juga merindukanmu. Dan aku.. aku ingin minta maaf secara langsung tentang sikap lancangku beberapa hari yang lalu." Ucap wanita itu dengan nada yang berubah lirih dan terdengar gugup di akhir kalimat.
Sikap lancang? Ah ya, Shaka ingat. Itu adalah saat dimana Neylan memarahi Shaka karena Shaka memintanya untuk menggantikan pengasuh Shaka dengan orang baru. Neylan tidak percaya kalau Shanaya mendapatkan kekerasan dari pengasuhnya karena selama ini Shanaya tidak pernah bicara apa-apa dan tentu saja pengasuh putri mereka adalah wanita yang pandai bersilat lidah dan mencari muka.
Meskipun Shaka tidak perlu mendengarkan permintaan maaf Neylan, tapi dia juga merindukan gadis kecilnya.
"Baiklah. Dimana?" Tanyanya dan Neylan menyebutkan sebuah restoran langganan mereka saat dulu mereka masih menjalin hubungan. "Baiklah, aku akan datang kesana." Jawab Shaka datar dan setelah itu ia mematikan teleponnya.
Shaka mencuci muka dan melakukan rutinitas paginya sebelum kembali ke kamar. Ia tidak mendengar pergerakan apapun yang berarti saat ini Ratih masih tertidur. Ia beranjak menuju nakas dimana semalam ia meletakkan jam tangannya dan mengenakannya.
Jam sepuluh, masih ada satu jam lagi sebelum ia pergi ke tempat Neylan.
Shaka menghubungi Naraga, meminta pria itu untuk datang dan menjemputnya serta membawakan makanan dan pakaian ganti untuk Ratih. Tak sampai dua puluh menit kemudian, Naraga sudah mengetuk kamar pribadinya dan menyerahkan permintaan Shaka dalam dua paper bag.
Tanpa mengijinkan Naraga masuk, Shaka meletakkan bungkusan yang dibawa Naraga di atas meja dan setelahnya dia meninggalkan Ratih yang masih lelap dalam tidurnya. Jelas gadis itu sangat lelah karena Shaka menggempurnya sepanjang malam.
Ya, Shaka sendiri tidak tahu kenapa nafsunya pada Ratih seolah tidak juga tepuaskan.
Setelah perintahnya semalam supaya Ratih memulainya lebih dulu, percintaan mereka yang Shaka ulangi untuk kedua, ketiga dan selanjutnya membuat Ratih menjadi lebih berani bereksplorasi. Menjadi lebih liar dan tidak ragu lagi meminta apa yang dia inginkan dan dia sukai.
Dan harus Shaka akui kalau dia suka akan hal itu.
Dia suka saat Ratih merintih dan mendesah di bawahnya. Dia suka saat Ratih memanggilnya saat mendapatkan pelepasannya. Dia suka saat Ratih mencakar, memeluk kepalanya dan bahkan menjambaknya saat Shaka mempermainkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...