Mobil sudah masuk ke basement gedung penthouse dan supir sudah menghentikan mesin namun tidak ada satu orangpun yang turun dari mobil.
"Apa saya perlu membangunkannya? Atau Anda mau..."
"Ratih, bangun. Kita sudah sampai." Shaka menggoyangkan bahu Ratih dengan lengannya. Dengan sengaja memotong apapun ucapan Naraga. Jelas ia tahu kalau Naraga hanya akan menyarankan orang lain untuk membawa tubuh Ratih ke atas. Entah itu menyuruh si sopir atau penjaga keamanan. Dan daripada membiarkan Ratih disentuh pria lain, Shaka lebih suka mengganggu gadis itu.
"Dimana ini?" Ratih mengerjapkan mata untuk memfokuskan pandangannya. Di hadapannya ia hanya melihat dinding-dinding dengan nomor berukuran cukup besar.
"Di penthouse." Jawab Shaka datar dan kemudian turun dari mobil tanpa menunggu kesadaran Ratih benar-benar kembali.
Ratin turun dengan sedikit sempoyongan karena dibangunkan paksa oleh sang majikan. Ia melirik pada Naraga yang sudah berdiri di bagian belakang mobil bersisian dengan Shaka.
"Apa saya harus ikut kesini?" Tanya Ratih pada Naraga karena bingung.
"Kalau kamu tidak ikut, kamu mau menunggu di mobil?" Tanya Shaka ketus.
"Saya tidak keberatan duduk di mobil." Dengan begitu aku bisa melanjutkan tidur. Lanjut Ratih dalam hati.
"Kenapa kamu harus duduk di mobil sementara di atas ada sofa yang lebih nyaman?" Shaka kembali bertanya.
"Saya tidak mau mengganggu pertemuan Anda, Tuan."
"Pertemuan?" Shaka mengerutkan dahi. "Kenapa kamu pikir aku akan menghadiri pertemuan?"
"Karena ini bukan parkiran kediaman Arsenio." Jawab Ratih dengan polosnya.
Shaka memutar bola matanya. "Kita naik ke atas dan pergi ke penthouse ku." Ucap Shaka memberitahu.
"Oh, maksud Anda ini apartemen Anda?" Akhirnya Ratih paham.
"Tolong, bedakan apartemen dan penthouse." Ucap Shaka dengan gigi terkatup. Kesal dengan kepolosan dan juga pendidikan Ratih yang minim.
"Ada bedanya?" Tanya Ratih melirik Naraga.
"Ada. Tentu ada." Jawab Shaka kesal.
"Maaf, Tuan. Saya tidak tahu." Jawab Ratih lalu menunduk diam.
"Dan dia bertanya pada saya, Tuan. Bukan pada Anda." Naraga memberitahu yang membuat Shaka semakin kesal.
Mereka berjalan menuju lift dimana Naraga membimbing Shaka di sampingnya dan Ratih berjalan di belakangnya. Namun tiba-tiba saja Shaka menghentikkan langkahnya dan tangan kanannya terulur ke belakang.
"Pegang tanganku. Jangan sampai kamu hilang di tempat asing ini." Perintahnya yang mau tak mau Ratih turuti. Saat kedua telapak tangan mereka menyatu, Shaka menautkan jemarinya di jemari Ratih dan menggenggamnya dengan erat seolah menunjukkan kepemilikannya.
Sementara Ratih, ia menduga kalau pegangan Shaka padanya karena pria itu takut sifat kampungan Ratih membuatnya melepas pegangannya hanya untuk melihat sesuatu yang mungkin membuatnya terpukau. Padahal sebenarnya, Ratih sendiri takut untuk melihat-lihat. Tempat itu asing dan Ratih takut tersesat karenanya. Terlebih ia tidak tahu kemana ia harus pergi jika benar-benar sampai tersesat.
Lain Ratih, lain Shaka, lain pula Naraga. Pria itu berjalan dibelakang dua pasangan berbeda usia itu dengan senyum terkulum seraya menggelengkan kepala. Pria tua itu jelas merasa gemas akan sikap Shaka yang dianggapnya sangat kekanakan. Jelas alasan yang dilontarkan Shaka itu tidak masuk akal. 'Hilang di tempat asing'? sementara mereka tidak pergi ke tempat ramai dan tempat yang mereka tuju hanya satu, penthouse Shaka. Dan kalaupun Ratih hilang, banyak petugas keamanan yang bisa mereka perintahkan untuk mencari keberadaan Ratih nantinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled In Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...